58 Perfect Pain
.
Hening. Itulah yang tengah terjadi di antara dua orang perempuan di dalam mobil yang tengah melaju di jalan beraspal yang cukup padat pada siang hari.
Tisya seolah ingin memuntahkah banyak kata untuk Elena. Namun, seakan terdapat sesuatu yang menahan dirinya.
Dalam sudut hati terkecilnya Tisya merasa senang. Rencana yang telah ia susun lama, berjalan sesuai dengan keinginannya. Tapi, sepertinya Elena tak ingin memberitahu kepada siapapun.
“Apa Kak Kai tahu?” ujar Tisya yang sudah tak bisa menahan mulutnya. Ia masih menatap lurus ke depan. Takut bila memandang Elena, suasana semakin canggung.
Suara napas dibuang menyapa indra pendengar Tisya.
“Tidak. Hanya kamu dan Bibi Amanda yang tahu.”
Kejadian di restoran tadi, pada akhirnya membuat Elena sedikit bersandiwara. Beruntung, Tisya tidak berkata macam-macam. Adik iparnya itu justru berpura-pura gembira. Menurut sudut pandang Elena.
“Ya ampun, Kakak Ipar. Aku tidak menyangka kau tengah mengandung. Rasanya senang sekali, sebentar lagi aku memiliki keponakan yang menggemaskan. Semoga tidak menjengkelkan seperti Kak Kai,” gurau Tisya panjang lebar.
“Rencananya aku akan memberikan kejutan pada suami ku. Jadi, ku harap Bibi dan Tisya dapat menyimpan rahasia ini terlebih dahulu,” mohon Elena. Senyumnya mengembang sampai gigi-giginya terlihat.
Amanda menatap dengan wajah bahagia. “Bibi akan membantumu bersalin dengan senang hati jika bayimu akan lahir. Pokoknya, biar Bibi yang menjadi bidan untuk cucu pertama keluarga Jatmika.”
Tisya dan Elena tertawa palsu.
“Aku jadi gugup memikirkan tentang bersalin,” jawab Elena.
Selanjutnya Amanda memberi beberapa masukan pada Elena sebagai seorang bidan. Sesi makan siang itu diisi oleh topik kehamilan Elena.
Elena dapat merasakan ketulusan Amanda dari caranya bicara dan memberi perhatian. Akan tetapi, ia ragu bahwa Amanda tak mengetahui alasan di balik pernikahan Elena dan Kaisar.
“Kakak Ipar!”
Elena mengalihkan tatapannya pada Tisya.
“Hm… apa Kakak ipar akan memberitahu Kak Kai tentang hal ini?”
Tak ada suara dari Elena. Tisya meliriknya dari spion bagian dalam mobil. Wajah Elena tampak murung.
“Tidak,” jawab Elena yakin.
Jawaban tersebut lantas tak membuat Tisya terkejut. Justru akan sangat mengherankan jika Elena memberitahu pada keluarganya, keluarga Jatmika. Tisya sanksi kedua orang tuanya akan dengan mudah membuka tangan lebar-lebar untuk menyambut Elena masuk ke dalam keluarga Jatmika.
“Kak hm… ku rasa Kak Kaisar tidak akan keberatan dengan adanya bayi kalian.”
Elena tersenyum kecil. Ia tahu bahwa Kaisar mungkin akan sangat senang.
“Aku harap bayi kita akan segera hadir di sini.”
Elena masih ingat malam itu Kaisar menciumi perutnya amat lembut. Ekspresi wajahnya penuh pengharapan dan teduh. Seandainya Kaisar tahu bahwa harapannya sudah menjadi kenyataan. Pasti janin di dalam perut Elena merasa senang setelah mendengar apa yang ayahnya bicarakan.
“Aku tidak ingin bayi ini menahan pernikahan ku dan Kaisar. Aku tidak akan memberitahu pada siapapun, Tisya. Bisakah kamu membantuku untuk merahasiakannya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.