22. Perfect Pain

13K 677 8
                                    

Oupsss Update 😋
Sengaja guys, takut besok kelupaan. Karena aku bakal dinas ke luar kota 🗿
Btw, untuk extra part di Karya karsa mungkin update hari minggu ya guys.

Sebelum baca vote dulu sayang 😘

22 Perfect Pain

.

Elena keluar dari kamar mandi, masih belum mengenakan gaun yang Tisya berikan. Ia ingin menanyakan perihal gaun yang perempuan itu berikan padanya.

“Tisya, kamu serius memberikan gaun ini untuk digunakan ke pesta?” 

Di tangan Elena terdapat gaun tersebut, ia menunjukan benda itu pada Tisya yang mulai berdandan.

“Benar, Kakak Ipar. Atau Kakak mau bertukar dengan yang warna merah? Tapi, sepertinya kamu tidak akan suka Kak.”

Tisya menunjukan gaun merah yang ia miliki tengah tergeletak di sebuah sofa pendek yang ada di kamarnya. 

“Boleh aku melihatnya?”

“Silakan!”

Elena yang penasaran menjumput gaun merah itu dan melihat. Mulutnya menganga karena ternyata gaun yang Tisya miliki jauh lebih berani dan terbuka.

“Apa tidak ada gaun lain?”

“Tidak ada, Kak. Apa Kakak Ipar tidak suka? Aku sudah mencarinya berhari-hari Kak.” 

Dari bayangan di cermin, Elena dapat melihat wajah murung Tisya. Perempuan itu tampak sedih karena secara tidak langsung Elena seakan menolak pemberiannya.

“Bukan begitu. Hanya saja gaun yang kamu berikan terlalu terbuka buatku.”

“Ya ampun, Kakak Ipar. Aku yakin kamu akan lebih terkejut ketika berada di pesta nanti. Gaun mu bukanlah yang paling terbuka, aku sudah mencari yang cocok untuk mu, Kak. Jadi, pakai saja yang itu. Aku mohon!” 

Tisya berbalik dan beranjak mendekati Elena. Ia memegang bahu wanita yang merupakan istri dari Kakaknya itu. 

Dan meski demikian, Tisya malah merasa seperti seorang kakak ketika bersama Elena. Mungkin karena usianya dua tahun lebih tua. 

Usia Elena dan Kaisar memang sedikit jomblang, berbeda sembilan tahun. Ketika Elena baru lahir, mungkin Kaisar sudah kelas tiga di sekolah dasar.

Wajah Elena tampak masih meragu. 

“Kamu lihat gaun ku? Kebanyakan yang hadir di pesta akan mengenakan gaun seperti itu, Kakak Ipar,” jelas Tisya berusaha membujuk.

“Kita juga tidak punya banyak waktu lagi. Kakak ku akan datang menjemput dalam satu jam dan aku belum menyelesaikan riasan ku. Kakak Ipar pakai saja gaun itu ya! Hanya malam ini.” 

Bujuk rayu Tisya akhirnya berhasil. Wanita itu tersenyum lebar ketika Elena telah menggunakan gaun berwarna emerald yang menambah kecantikan Elena malam itu.

“Cocok sekali, Kakak Ipar. Aku yakin kamu akan bertemu pria tampan malam ini.”

Pujian Tisya sama sekali tak membuat Elena senang. Justru ia merasa tak nyaman karena bagian punggung tersekspos secara gamblang. Apalagi gaun tersebut tak memiliki lengan serta belahan pada paha di bagian kanan amat tinggi. Terlalu banyak kulit telanjang yang tersorot. 

“Ayo Kakak Ipar, aku tata rambut mu.”

Hampir lima puluh menit Elena duduk bermain ponsel menunggu Tisya selesai berdandan. Kini perempuan itu telah siap dengan penampilan yang sangat menggoda, seperti keinginannya barusan. Gaun merah dan lipstik merah, penampilan yang berani dan seksi. Entah pria seperti apa yang tengah Tisya taksir.

Perfect PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang