50 Perfect Pain
.
Kaisar tiba di rumah dan langsung meninggalkan mobilnya yang belum terparkir sempurna di halaman depan rumah. Ia langsung masuk dan mencari keberadaan sang istri.
Pintu kamar dibuka. Elena berada di atas kasur dengan pakaian yang berbeda. Wanita itu sudah mandi.
Kaisar mendekatinya dengan langkah santai, tidak terburu-buru seperti sebelumnya. Elena tampak tak berminat mengalihkan pandangan dari ponselnya. Wanita itu seperti sedang marah, dan Kaisar memaklumi.
“Elena!” panggilnya pelan. Ia tiba di pinggir ranjang dan berjongkok. Elena menoleh sekilas padanya.
“Apa kondisimu sudah membaik? Kenapa tidak menghubungiku jika kamu sakit?”
“Aku takut mengganggumu. Sekarang kondisiku sudah membaik,” balas Elena sekenanya.
Ia pun sebenarnya baru pulang satu jam yang lalu. Sempat tertidur setengah jam di rumah sakit, ia memilih pulang ketika bangun. Elena yang menyaksikan Bi Murni menerima telepon dari Kaisar meminta Bi Murni untuk berbohong.
Kaisar beranjak menuju kamar mandi. Terdengar suara keran menyala. Kemudian, pria itu kembali keluar dengan tangan basah dikeringkan menggunakan tisu.
Ia lantas mendekati Elena dan meraba keningnya, sedikit hangat. Kaisar mengusap pelan dan Elena tak menolak sama sekali.
“Apa kamu sudah makan?”
Elena tak menjawab. Wanita itu malah mendengus kecil dan duduk. Kedua bola matanya menatap tajam ke arah Kaisar.
“Ada apa, Elena?”
“Aku ingin ke toilet.” Wanita itu memasuki toilet dengan langkah terburu-buru.
Kaisar tahu ada yang salah dengan sikap istrinya. Kemarin malam mereka masih baik-baik saja. Apa mungkin karena sakit sikap Elena sedikit lebih sensitif dan mudah marah.
Sikap istrinya itu bertahan hingga keesokan harinya. Kaisar dibuat bingung dan bertanya-tanya. Ia sudah beberapa kali menanyakan alasan Elena bersikap demikian, akan tetapi istrinya lebih memilih diam.
Sekarang mereka berdua duduk di meja makan untuk sarapan lagi. Suasana di ruang itu terasa sejuk serta hening. Hanya suara sendok beradu piring sebagai pengiring.
“Kamu yakin berangkat bekerja?”
“Hm,” balas Elena tanpa menoleh. Malas sekali rasanya berbicara dengan sang suami.
Kaisar mendengus kecil. “Sebenarnya ada apa, Elena? Kenapa kamu bersikap cuek seperti sekarang? Apa aku melakukan kesalahan?”
Pertanyaan yang terus berulang dari mulut Kaisar membuat Elena bosan. Pria itu sangat naif, seakan ia tak mengetahui kesalahannya sendiri.
“Aku hanya sedang malas bicara. Bisakah kamu mengerti?” jawab Elena disertai tatapan kosong.
Pada akhirnya Kaisar mengalah. Daripada paginya menjadi lebih kacau lagi jika ia melanjutkan perdebatan yang tidak menemukan titik temu permasalahan.
Mereka berangkat masih dengan kendaraan yang sama. Namun, dengan atmosfer berbeda. Elena langsung keluar dari mobil tanpa menunggu Kaisar. Jelas kelakuannya menjadi pusat perhatian.
Langkah kaki yang cepat dan panjang membuat Kaisar dengan mudah menyusul Elena. Mereka berjalan beriringan tanpa bicara.
Kali ini Kaisar benar-benar bingung. Tidakkah Elena berniat membicarakan keluh kesah padanya seperti saat di resor minggu lalu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.