46 Perfect Pain
.
Suasana sore itu cukup tenang, meski terlihat beberapa orang tampak berenang di laut yang tak begitu dangkal. Elena bangun lebih dulu dibandingkan suaminya. Pria itu masih tertidur, bahkan saat Elena keluar dan berniat duduk santai di tangga yang turun ke dalam air langsung.
Elena menarik ke atas gaun berwarna biru muda dengan motif garis kotak-kotak berwarna putih yang ia kenakan hingga di atas lutut. Kedua kakinya masuk ke dalam air ketika ia duduk. Sinar matahari membuat kedua kaki putihnya yang basah tampak berkilau.
Wanita itu menutup kedua matanya dan menghirup udara sore. Suara percikan air karena gerakan kakinya terasa menenangkan, perlahan ia membuka mata. Dari ujung matanya ia dapat melihat siluet laki-laki duduk di sampingnya.
“Kenapa tidak membangunkan ku?” tanya Kaisar seraya menatap wajah Elena yang begitu tenang sore itu. Wanita itu menatap ke arah langit jingga di depan mereka.
“Kamu pasti kelelahan akhir-akhir ini. Jadi, aku biarkan saja kamu beristirahat sepuasnya.”
Entah pria itu tersinggung atau tidak, Elena tak melihat ke arah Kaisar ketika bicara. Akan tetapi, pria itu diam untuk sejenak.
“Ah baiklah. Bagaimana kalau kita menikmati hari terakhir kita di sini dengan bersenang-senang.”
“Aku sudah cukup terhibur duduk di sini,” balas Elena. Seolah mengatakan bahwa ia tak menerima apapun usulan Kaisar.
“Kita sudah berjanji untuk berenang sore ini.” Kaisar melepas dua kancing kemeja paling atas, lalu membukanya. Pria itu melempar benda tersebut ke arah kursi. Tangannya terulur kepada Elena.
“Ayo kita berenang!”
“Kai ak-”
Tanpa menunggu Elena bicara, Kaisar menarik tangan Elena hingga mereka masuk ke dalam air. Segera Elena berenang ke atas untuk menghirup oksigen, disusul Kaisar yang memeluk pinggangnya.
Elena memukul dada Kaisar hingga bagian itu sedikit memerah. “Aku bilang tidak mau berenang,” kesalnya.
“Kamu sudah berjanji siang tadi,” sanggah Kaisar. Tangannya mencoba memperbaiki rambut basah Elena yang menutup pipinya. Warna kulit mereka yang kontras dapat Kaisar lihat begitu ia mengusap pipi istrinya. Warna kulit wanita itu begitu putih dan halus, berbeda dengan kulitnya yang terbilang sawo matang.
“Siang tadi aku masih ingin berenang. Sekarang tidak lagi.”
“Benarkah? Tapi sekarang kamu sudah terlanjur basah. Mau bagaimana lagi.”
Elena kesal dengan penuturan tersebut. “Kamu yang menarikku ke dalam air. Dasar kurang ajar!”
Bukannya marah karena dimaki. Kaisar malah terkekeh dan mencubit pipi istrinya. Wanita itu meringis.
“Kalau seperti ini, aku jadi ingat saat kita di kolam berenang,” ujar Kaisar membuat pipi Elena memanas. Ia tahu apa yang pria itu maksud. Kejadian memalukan dimana seseorang pasti telah menyaksikan perbuatan mereka di kolam renang.
“Jangan bicarakan itu!”
Alis kanan Kaisar naik. “Memangnya ada yang salah? Aku hanya mengingat itu sebagai kenangan indah.”
Sebuah decakan kecil terdengar dari mulut Elena. “Indah apanya. Itu memalukan. Kamu tahu seseorang telah melihat kejadian itu.”
“Aku tahu. Bi Murni yang melihat kita berdua di kolam renang.”
Pipi Elena memerah. Mungkin ia tak akan berani menatap wajah wanita tua itu lagi setelah ini. Ia sangat malu.
“Dasar tidak tahu malu!” Elena mendorong Kaisar dengan kedua tangannya. Lantas berenang ke arah tangga dan naik.
Elena memeras ujung gaunnya serta rambutnya agar ketika masuk tak banyak air yang menetas di lantai. Wanita itu masuk ke dalam kamar, dan berjalan cepat mengambil pakaian. Setelah itu Elena masuk ke kamar mandi untuk berbilas.
Pintu terbuka membuat Elena terkejut bukan main ketika ia hendak menurunkan gaun yang dikenakan. Kaisar datang dengan penampilan yang sama. Elena yakin lantai kamar mereka sudah basah oleh air menetes dan jejak kaki.
“Kamu tidak berenang?” tanya Elena berusaha bersikap santai. Gaun itu pun terjatuh di lantai, menyisakan celana ketat serta bra tanpa tali berwarna krem.
“Aku tidak lagi berminat untuk berenang,” balas Kaisar. Kaki panjangnya melangkah mendekati Elena yang membelakanginya. Wanita itu menaruh gaun pada keranjang yang ada di sana.
Kaisar menarik pinggang istrinya, hingga punggung mulus itu berhasil berbenturan dengan tubuh bagian depannya.
“Kenapa kamu seperti menghindariku?” bisik Kaisar dengan suara berat. Bibirnya melabuhkan kecupan seringan bulu di leher Elena.
“Aku tidak begitu.” Elena merasa merinding. Ditambah lagi tangan Kaisar yang membelai perutnya hingga ke pinggangnya. Ia merasa geli.
“Benarkah? Tapi aku merasa begitu.” Suara decapan dari mulut bertemu kulit terdengar begitu erotis di telinga Elena. Tak jarang lidah hangat milik Kaisar menyapu kulitnya.
Jika Elena beritahu alasannya apakah Kaisar akan menjelaskan? Apakah Kaisar akan mengatakan siapa wanita itu hingga ia harus membohongi Elena? Apa pria itu akan berkata jujur padanya? Elena tak tahu, ia tak yakin. Bisa saja Kaisar akan nenjawab dengan kebohongan.
Elena merintih ketika tangan Kaisar membelainya. Tangan pria itu terasa hangat dan mengahantarkan sebuah sengatan gairah pada tubuhnya. Elena akui ia begitu mudah terbuai akan setiap belaian Kaisar.
.
Hingga permainan itu pun selesai pada saat hari sudah begitu gelap, Elena dan Kaisar memesan makanan untuk mengisi tenaga yang terkuras begitu banyak pada jam tujuh malam lebih. Beruntung Elena dapat menghentikan Kaisar. Jika tidak, ia bisa lemas karena dua hal.
Setelah makan dan membersihkan diri di kamar mandi Kaisar kembali menyentuhnya. Kali ini mereka bermain di atas kasur.
.
Kaisar tak langsung menjauh. Ia masih ingin berada di dalam Elena dan memeluk wanita itu.
“Kai!” panggil Elena pelan.
“Hm.”
Jemari lentik Elena mengusap rambut Kaisar. Detik itu ia tak mau menutupi apapun lagi. Ia penasaran dengan reaksi suaminya. Sementara Kaisar masih mengatur napas, meresapi pelepasan yang baru saja terjadi.
“Siapa wanita itu?”
Ini udh aku cut ya guys 🤏
Btw, aku update cerita ini sesuai jadwal ya guys. Yaitu setiap SELASA sama JUM'AT. Yang mau cepat dan udah tamat ke Karyakarsa aja 🤭
Jangan lupa vote guys 😘
See u hari selasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.