08. Perfect Pain

14.6K 669 6
                                    

08 Perfect Pain

.

Latisya, anak perempuan satu-satunya dari keluarga Jatmika sekaligus anak termuda di keluarga itu menatap horor pada kedua orang tuanya yang menyaksikan tayangan sebuah video dari kamera tersembunyi. Ia bergidik ngeri mendengar suara rintihan seorang perempuan dan laki-laki, beruntung kamera itu hanya menampilkan layar hitam.

"Kak Kai sudah tahu ada kamera di sana. Lagipula buat apa Mama dan Papa menaruh kamera tersembunyi di kamar Kakak?" Tisya bertanya dengan dahi berkerut. 

Belum sempat Devita menjawab sebuah suara dari rekaman cukup membuat Rajata langsung menutup jendela layar laptop.

"Aku tidak akan membiarkan kamu keluar sampai kamu berkata iya."

Bulu kuduk Tisya berdiri, ia terkejut mendengar suara kakak laki-laki pertamanya yang disertai hembusan nafas berat. Pikirannya dipenuhi adegan-adegan dewasa, entah apa yang sedang diperbuat Kaisar pada Elena.

"Kembalilah ke kamarmu, Tisya!" Rajata memerintah tanpa menjawab keingintahuan anak bungsunya. 

"Tapi Papa dan Mama tidak menjawab pertanyaan ku. Aku yakin Kak Kai akan marah atas perbuatan kalian. Urusan kamar itu sangat privasi," ucap Tisya. Mengernyit kesal, ia yang awalnya ingin mengatakan sesuatu, malah mendapati kedua orang tuanya tengah menonton tangkapan kamera tersembunyi di kamar Kaisar. Awal mulanya dalam video itu tampak sang anak pertama tengah mencumbui istrinya. Beruntung adegan selanjutnya tak dapat sorotan, karena Kaisar yang membalikkan kamera. Hanya desahan dan dan rintihan terdengar.

"Jangan campuri urasan orang dewasa!"

"Aku sudah 26 tahun. Bahkan lebih tua dari istri Kak Kai."

Devita bangkit dari sofa yang ada di kamarnya. Ia tersenyum kecil pada sang putri, di rangkulnya bahu Tisya untuk dibawa keluar.

"Ayo kita bicara," ucapnya.

.

Terdengar suara air mengalir dari shower dari dalam kamar mandi. Elena yang awal mula masih terlelap, perlahan membuka kedua mata. Di balik selimut ia tak mengenakan selelai benang apapun, usai bersenggama dengan Kaisar ia tertidur karena tenaga yang terkuras cukup banyak.

Elena menoleh ke arah suara pintu terbuka. Di sana Kaisar keluar dengan mengenakan handuk putih di pinggangnya.

"Kita pulang. Bersiaplah!" ujar Kaisar seraya membuka lemari lalu mengambil kemeja berwarna abu tua.

Baju serta dalaman yang berserak di lantai satu persatu Elena punguti, termasuk tas yang sejak semalam tergolek di lantai. Elena mengambil ponselnya, waktu menunjukkan jam setengah lima subuh. Masih sangat pagi rupanya. Tubuhnya kala itu berbalut selimut hingga memasuki kamar mandi, ia hanya mencuci muka. Elena mengenakan pakaian semalam, karena tak ada pakaian ganti. Mana tahu ia malah diminta bermalam di rumah mertuanya.

Elena keluar dengan gaun merah muda pastel lagi. Rambutnya masih kering dan kulit kepala terasa sedikit lengket oleh sisa keringat semalam. Sampai di rumah Kaisar nanti, Elena akan segera membersihkan diri. Berbeda dengan dirinya Kaisar sudah berpenampilan bersih dan rapi.

"Ayo!"

Mereka berangkat tanpa berpamitan dengan sang empu rumah. Mungkin karena anggota keluarga Jatmika belum bangun mengingat suasana di luar pun masih gelap. Keheningan terjadi lagi di antara Elena dan Kaisar, meski semalam keduanya bersahutan dalam irama percintaan yang panas, selain itu hampa dan dingin.

Tiba di rumah Elena membersihkan diri serta bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Sedangkan Kaisar memasuki kamar untuk mengambil tas kerja, kemudian meninggalkan kamar dan pergi entah kemana. 

Masih setengah enam pagi ketika Elena selesai dengan semuanya, kini ia merasa lapar. Elena tak tahu apakah Kaisar telah berangkat bekerja di jam sepagi ini. Perempuan itu memutuskan turun ke dapur dan membuat nasi goreng untuk sarapan pagi.

Di dapur Elena mendapati Kaisar tengah membuat kopi hitam dengan alat pembuat kopi yang merupakan salah satu produk buatan Living With. Ia melirik pada punggung Kaisar, ragu apakah harus membuatkan sarapan juga untuk pria yang berstatus sebagai suaminya.

"Aku akan membuat nasi goreng. Kamu mau?" tanya Elena ragu.

Kaisar berbalik dan menyandarkan bokongnya pada meja kabinet dapur. Kopi buatannya sedikit demi sedikit meluncur ke dalam cangkir putih. Kedua tangannya masuk ke kantong celana kiri dan kanan.

"Boleh," jawabnya datar.

"Baiklah."

Sontak Elena bergerak mengambil nasi dari penanak sekaligus pemanas nasi. Menuangkannya pada sebuah mangkuk. Ia bergegas membuka kulkas mengambil telur dan sosis sebagai isian nasi goreng sederhana yang akan dibuat.

Tak berapa lama masakannya selesai diolah, kepulan asap dengan wangi menggugah selera membuat perutnya makin kelaparan. Elena meletakan nasi goreng ke dalam piring, ditambah telur mata sapi di atasnya pada masing-masing piring. Ia berbalik, di meja makan Kaisar tengah menyeruput kopi hitam dengan mata fokus pada layar ponsel. Satu piring di letakkan di depan Kaisar, kemudian Elena mencari tempat duduk yang jauh berseberangan dengan Kaisar. 

"Maaf, kalau makanannya tidak sesuai dengan selera mu." Elena berbicara saat Kaisar melihat nasi goreng buatannya dengan pandangan menilai. Akan tetapi, ia tak menerima balasan. Pria itu makan dalam diam.

Elena pun ikut makan. Nasi goreng buatannya memang tak pernah gagal. Ia pun teringat bagaimana Clara selalu memuji nasi goreng hasil karya tangannya. Bahkan seringkali Clara minta dibuatkan nasi goreng pada Elena.

"Kita berangkat!"

Elena mendongak usai menandaskan air putih dari gelas, nasi gorengnya pun telah habis sebelum minum air. Kaisar telah berdiri dari kursi.

"Kita berangkat bersama?" tanya Elena setelah menyapu bibirnya dengan tisu.

"Hm. Aku tunggu di mobil."

Perempuan itu cukup terkejut dengan ajakan Kaisar. Bukan ia berharap, akan tetapi lebih baik jika mereka berangkat sendiri-sendiri meski satu tujuan. Sampai di kantor pasti Elena akan menerima sindiran-sindiran halus. Ia menghela nafas, lalu kembali ke kamar mengambil tas. Setelah bekerja, ia akan mengambil mobilnya supaya bisa berangkat sendiri pada hari-hari berikutnya.

Mentari bersinar terang saat Elena keluar rumah. Di halaman depan rumah terdapat mobil sedan putih dengan mesin menyala, Elena tahu itu merupakan mobil milik Kaisar. Ia melangkah cepat tanpa mengunci karena terdapat beberapa pekerja rumah juga di dalam. Perempuan itu membuka pintu penumpang di samping supir. Tak elok bila ia duduk di jok belakang. Takut Kaisar akan tersinggung.

Udara sejuk dari tiupan pendingin mobil langsung terasa ketika ia masuk. Baru saja pintu ditutup, Kaisar langsung melaju tanpa bicara. Atmosfer diantara mereka sama seperti seperti pendingin di dalam mobil. Membeku, tanpa sepatah kata pun diucapkan. Kaisar berkonsentrasi pada jalanan yang dilaluinya, sementara Elena, dengan hati yang berat, memandang keluar jendela, merenungi hampa yang mengisi ruang di antara mereka. Suasana dingin itu menjadi semakin menyiksanya, mengingatkannya pada kesenjangan yang semakin melebar di antara mereka.

 Suasana dingin itu menjadi semakin menyiksanya, mengingatkannya pada kesenjangan yang semakin melebar di antara mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa dialog emg sedikit berbeda dri versi karya karsa. Aku akan buat lebh family friendly di sini 🤣
Jangan lupa vote!!

Perfect PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang