57 Perfect Pain
.
“Aku akan makan siang dengan Tisya hari ini.” Elena berkata saat mereka sedang dalam perjalanan.
Kaisar melirik dengan ujung mata, wajahnya dibuat sekecewa mungkin. “Lagi-lagi kita tidak bisa makan siang bersama,” keluhnya.
“Aku janji setelah ini aku akan menolak ajakan makan siang orang lain, selain kamu,” rayu Elena. Ia melihat ke arah Kaisar dan menggenggam lengan atas kiri suaminya.
Kaisar melepas tangan kirinya dari stir. Ia mengusap rambut Elena yang hari begitu rapi karena diikat tinggi. “Baiklah. Tapi, aku ingin meminta sesuatu sebagai gantinya.”
Ekspresi Elena berubah penuh tanya, “Apa yang kamu inginkan?”
Kaisar tersenyum misterius, sementara Elena dibuat mengernyit heran. “Hei, apa yang kamu inginkan?”
“Akan ku sampaikan saat kita tiba di kantor.”
Elena makin bingung. Entah apa yang ada di pikiran Kaisar saat ini. Wanita itu memilih untuk tak bertanya lagi. Lagipula nanti ia pun akan tahu.
“Sekarang tidak meminta satpam untuk membawa mobil ke basement lagi?” ucap Elena heran. Biasanya mereka akan turun tepat di halaman depan gedung. Kemudian, satpam yang berjaga akan membawa mobil Kaisar untuk diparkirkan di lantai paling bawah, yaitu basement.
“Cium aku!” perintah Kaisar langsung ketika mobil mereka berhenti di dalam ruang luas yang cukup sepi dari manusia, namun dipenuhi oleh kendaraan.
“Hah?”
“Itu keinginan ku, Sweetheart. Tolong cium aku di sini!” Kaisar menunjuk bibirnya dengan jari telunjuk.
Kedua bola mata Elena memutar malas, lalu ia terkekeh geli. “Hanya ciuman kan?” godanya.
“Jika boleh lebih, aku tak masalah masuk telat.”
“Aku juga tak masalah. Tapi, make up ku akan rusak jika aku nanti berkeringat.”
Dengusan terdengar dari Kaisar. Elena yang seperti ini benar-benar menguji kesabarannya.
Riasan istrinya memang tampak cantik setiap hari, jelas wanita itu tidak ingin bersusah payah mengulang dandannya. Karena Kaisar tahu akan sangat lama. Mungkin akan menghabiskan waktu sekitar dua puluhan menit baru Elena akan selesai berdandan.
“Hanya ciuman, Sweetheart.”
Kaisar mencondongkan tubuhnya ke arah Elena, wanita itu refleks bersandar. Berpikir bahwa Kaisar akan segera melabuhkan bibirnya.
“Aaa!!”
Elena terkejut bukan main. Sandaran kursinya dibuat menjadi rendah, dan kini Elena setengah berbaring di kursi penumpang.
“Kenapa tiba-tiba? Kamu bisa membuatku pingsan karena terkejut,” seloroh Elena kesal. Kini wajah Kaisar ada tepat di hadapannya.
“Aku meminta ciuman yang panas. Salahmu membuat ku bergairah seperti ini,” bisik Kaisar.
Tanpa aba-aba, Kaisar mencecap rasa bibir dan mulut istrinya. Ia menuntut lebih dalam dalam lilitan lidahnya.
Elena tersentak, ia hendak menahan tangan Kaisar yang tak bisa diam, namun pria itu memohon dengan wajah frustasi.
Sial! Kaisar benar-benar sedang bergairah. Aku harus segera menghentikannya sekarang.
“Hanya membelai, Sweetheart. Aku tidak akan bercinta di sini sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomansaBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.