48 Perfect Pain
.
Tampak seperti yang telah Elena duga. Kini ia duduk di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan Devita. Wanita yang merupakan ibu dari Kaisar tersebut mengirimi Elena pesan pada pagi hari. Ia meminta bertemu ketika makan siang. Dan sama seperti kemarin, siang ini Kaisar masih belum keluar dari ruang rapatnya.
Kaisar sempat meminta Elena datang ke ruangannya untuk menunggu makan siang bersama. Akan tetapi Elena menolak karena telah terlanjur membuat janji dengan Devita di sebuah restoran.
Dan disinilah ia sekarang. Duduk kaku menunggu sang ibu mertua bicara. Jelas sekali dari ekspresi wajahnya, Devita tak bisa menutupi kekesalannya pada Elena.
Di atas meja mereka terdapat dua gelas minuman dingin. Elena sengaja tak memesan makanan karena menunggu kedatangan Devita yang terlambat hampir dua puluh menit. Akan tetapi, rupanya wanita itu tak berminat sama sekali untuk membuka buku menu atau sekedar basa basi. Memesan minuman saja sangat asal.
“Saya rasa kamu paham kenapa saya mengajak bertemu.” Devita akhirnya membuka suara. Wanita itu secara umum tak memiliki alasan khusus meminta sebuah pertemuan pada Elena. Jelas Elena tahu jawabannya.
Sementara Elena yang menjadi lawan bicaranya berusaha untuk bersikap tenang. Meski berbanding terbalik dengan dadanya yang bertalu-talu.
“Mengenai foto itu?” tanya Elena langsung. Tidak ada alasan yang lebih jelas dibandingkan fotonya dan Kaisar.
“Saya tahu kamu cukup mengerti alasannya Elena.” Jemari lentik yang mulai berkeriput itu meraih gelas minuman dingin miliknya, kemudian minum melalui alat sesapan.
Elena menelisik dalam diam. Kali ini apa lagi yang ingin Devita sampainya padanya.
“Elena, saya tahu kamu wanita yang cukup menarik perhatian Kaisar.” Jemari lentik Devita kembali meletakan gelas. “Namun, kamu tidak cukup pantas untuk disandingkan dengan anakku,” lanjutnya penuh penekanan.
Elena masih memilih diam mendengarkan. Ia yakin masih banyak kata yang ingin Devita lontarkan.
“Maka dari itu, jangan mudah terbuai oleh anakku. Lelaki bisa saja memperlakukan wanita dengan baik tanpa perasaan. Apalagi mengingat bahwa kalian sering tidur bersama. Saya yakin Kaisar hanya salah menafsirkan perasaannya pada mu.”
Elena pun ikut menyesap minuman miliknya. Dahaganya langsung terasa kering ketika mendengar rentetan kata yang Devita lontarkan.
“Setelah perceraian kalian, Kaisar akan langsung saya jodohkan. Tentu dengan wanita yang pantas untuk putra pertama saya.” Kedua sudut bibir Devita menukik naik. Melihat respon Elena yang tampak tenang, justru membuatnya khawatir. Senyum itu hanya kamuflase agar Elena merasa tertindas.
“Jadi, tolong jangan melewati batas yang telah saya buat antara kamu dan Kaisar!” lanjutnya.
Elena tersenyum balik. Bukan dirinya yang telah melampaui batasan tersebut, akan tetapi anak dari Devita sendiri.
Ia pun langsung kembali meletakan gelas dengan tenang. “Saya selalu menjaga batasan itu, jika Bibi khawatir. Namun, untuk Kaisar sendiri saya tidak tahu apakah dia masih ingin berada di tempat yang sama atau malah melewatinya,” ungkap Elena.
Mimik wajah Devita tampak tak terima. Ekspresi tenang dan anggun yang sempat Elena lihat, kini hanya tersisa sebuah amarah yang berusaha ditahan. Bisa dikatakan Devita tak ingin membuat keributan di tempat umum.
“Saya tahu seperti apa anak saya Elena. Tidak mungkin ia melewati batas yang telah saya buat. Kalau begitu selamat siang.” Devita meninggalkan meja tanpa menunggu tanggapan dari Elena. Sedangkan Elena hanya bisa menatap punggung itu menjauh, lantas berbalik pada minumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.