61 Perfect Pain
.
Tanda tangan terakhir telah Kaisar bubuhkan di atas kertas. Tak semua perjanjian ia setujui. Beberapa lainnya akan ia rapatkan lagi pada beberapa hari kemudian.
Ia meregangkan sedikit tubuhnya. Bergerak di atas kursi untuk beberapa menit. Tubuhnya terasa kaku karena sering kali bekerja di atas kursi. Kaisar akan mengajak Elena untuk berolahraga di gym pribadi di rumah mereka pada akhir pekan ini.
Pria itu lantas mengirim pesan pada istrinya untuk makan siang bersama, setengah jam sebelum waktu istirahat, seperti kebiasaan mereka. Akan tetapi, wanita itu belum membalas hingga waktu itu tiba. Kaisar mencoba cara lain, yaitu dengan menghubunginya. Nihil, nomor Elena pun tak bisa ia hubungi.
Heran sekaligus khawatir, Kaisar memilih untuk turun ke lantai dua. Melangkah cepat ke ruang kerja istrinya.
"Di mana Elena?" tanyanya pada beberapa pegawai yang belum keluar.
Terdapat tiga orang di sana. Mereka saling menatap satu sama lain. Hingga seorang pria menjawab, "Elena sudah berhenti bekerja mulai hari ini, Pak."
Kening Kaisar berkerut bingung. Elena bahkan tidak memberitahunya sama sekali perihal keberhentiannya. Kaisar tak masalah bila sang istri tak lagi bekerja, karena ia bisa memberikan segalanya untuk Elena. Namun, kenapa Elena tak bicara padanya?
Tanpa sepatah katapun, Kaisar keluar dengan jantung berdegup cepat. Ia amat cemas.
Tangannya bergetar, mendial nomor Elena dan tak sudah tidak aktif. Perasaan takut melingkupi lelaki itu. Tanpa pikir panjang Kaisar mengambil mobilnya, menyetir dengan terburu-buru. Ia menghubungi telepon rumah.
"Apa Elena ada di rumah, Bi?" Pandangan Kaisar tertuju lurus ke depan. Tidak peduli dengan bunyi klakson dari kendaraan lain karena ia melaju cepat.
"Nona Elena katanya menginap di rumah Nyonya Ayu, Tuan. Katanya Tuan sedang dalam perjalanan luar kota," jelas Bi Murni di seberang sana.
Pegangan pada setir menguat. Kaisar langsung berbelok arah saat terdapat belokan jalan. Ia segera melajukan kendaraan beroda empat miliknya ke rumah keluarga Budiawan. Berharap Elena benar-benar ada di sana.
Pria itu masuk ke halaman rumah usai dipersilakan oleh satpam. Tidak ada mobil putih milik istrinya. Pria itu jadi tak yakin. Elena membohongi Bi Murni tentang kepergiannya. Namun, Kaisar masih mencoba berpikir positif.
Ia langsung berhenti dan turun tepat di teras rumah yang begitu luas. Bangunan itu tampak sepi di luar. Tangannya memencet bel sampai tiga kali.
Mata Kaisar membesar melihat seorang wanita yang juga menatapnya terkejut. Wanita itu bukanlah Elena, melainkan Clara yang tengah mengandung, perutnya sudah membesar.
"Kaisar?" ucap Clara dengan bibir bergetar. Ia tak menyangka orang yang tiba-tiba datang di siang hari seperti ini adalah Kaisar. Tidakkah pria itu bekerja?
"Apa Elena ada di sini?" tanya Kaisar. Ia memilih untuk menyimpan keterkejutannya. Sekarang ia cukup paham bahwa alasan kepergian Clara kemungkinan besar karena bayi di perut wanita itu. Entah anak siapa, Kaisar sudah tak peduli. Yang menjadi prioritasnya sekarang adalah keberadaan Elena.
"Elena? Elena ti... tidak ada di sini."
"Apa kamu serius? Elena berkata dia akan bermalam di sini. Apa kamu menyembunyikannya?" tuntut Kaisar.
"Tidak Kai. Kamu lihat sendiri kan bahwa tidak ada mobil Elena di sini." Clara kebingungan. Mengapa Kaisar mencari Elena ke rumah orang tuanya. Bukankah sekarang Elena sedang bekerja di Living With.
Kaisar berdecak kesal. Kini ia makin dikuasi ketakutan. Takut akan ditinggalkan sang istri. Kaisar masih ingat, hari ini merupakan enam bulan pernikahannya dan Elena berlangsung.
Pria itu memilih pergi dari sana tanpa berpamitan. Tak peduli dengan keberadaan Clara yang tengah hamil besar, entah anak siapa di dalam sana. Sudah bukan menjadi urusannya.
Kaisar kembali memasuki mobil. Menyalakan mesin dan meninggalkan rumah besar keluarga Budiawan. Sekali lagi menghubungi Elena, dan mendapati hasil yang serupa. Istrinya tidak mengangkat panggilan darinya. Ia pun telah mengirim banyak pesan dan tak ada satupun yang dibaca oleh Elena.
Apa mungkin Elena memilih pergi darinya? Elena memilih untuk berakhir begitu saja? Bukankah selama ini Elena bersikap begitu baik dan perhatian padanya. Memberi cinta yang membuat Kaisar mabuk kepayang. Apa itu semua semu? Apa Elena sejak awal memang tak mau dengannya? Tapi mengapa?
Kaisar sudah memberi cintanya pada Elena. Melabuhkan hatinya dan cinta terdalam serta tulus pada wanita itu. Apa Elena tak bisa merasakannya?
Setir yang ia genggam dipukul keras. Rahangnya mengeras, gigi-giginya bergemeletuk menahan amarah. Elena, mengapa wanita itu pergi begitu saja? Seharusnya sejak awal Elena tak perlu memberi harapan palsu padanya.
Kendaraan pria itu membawanya menuju rumah. Kaisar kembali pulang, mungkin, mungkin saja di kamar mereka terdapat sesuatu yang Elena tinggalkan.
Bi Murni melihat Kaisar yang melangkah dengan tergesa-gesa menuju tangga. Hari ini kedua majikan bersikap sangat aneh. Mulai dari Elena yang tiba-tiba menginap di luar dan Kaisar yang datang pada siang hari ke rumah. Sangat jarang terjadi, terutama pada Kaisar. Pria itu sangat jarang kembali ke rumah pada siang hari.
Pintu kamar dibuka dengan cepat. Kaisar melangkah ke sana kemari, membuka lemari pakaian yang selama ini Elena kenakan.
Berkurang. Tak semua menghilang tapi Kaisar cukup mengetahui bahwa terdapat pakaian istrinya yang menghilang. Terutama pakaian milik wanita itu pribadi. Bukan milik Clara maupun pemberiannya.
Ia mendengus kesal. Elena hanya membawa pergi apa yang sejak awal ia bawa.
Pria itu melangkah keluar dari area walk in closet. Matanya langsung tertuju pada ranjang yang masih rapi, di sana terdapat sebuah map dan kartu yang Kaisar kenali.
Ia mendekat. Benda itu adalah kartu berwarna hitam yang pernah ia berikan pada Elena. Wanita itu juga tak membawanya pergi.
Denyutan jantung Kaisar menggila. Map berwarna merah di atas kasur seakan memberi pertanda buruk baginya. Dengan berat hati ia menyingkirkan kartu kecil tersebut, lantas membuka secara perlahan.
Surat perceraian.
Elena meninggalkan surat perceraian di kamar mereka tanpa sedikitpun kata perpisahan. Elena benar-benar ingin berpisah darinya.
Kaisar merasa dibohongi. Selama ini ia pikir Elena mau memperjuangkan pernikahan mereka, bertahan hingga kedua orang tua Kaisar mau menerima.
Kertas serta map yang menjadi sampulnya diremas kuat hingga menjadi kusut. Geraman penuh amarah bercampur frustasi keluar dari mulut Kaisar. Dengan membabi buta ia merobek benda itu hingga menjadi banyak bagian. Hingga tergolek di atas lantai begitu saja.
Ia tak sudi menandatangani surat sialan itu. Tidak akan ada perceraian dalam pernikahan Kaisar dan Elena. Ia akan mencari wanita itu sampai kapan pun. Menjeratnya agar tetap berada di sampingnya, menjadi istrinya. Kaisar tak rela ditinggalkan seperti ini.
Perlahan ia, perlahan terjatuh dan duduk bersandar pada ranjang mereka. Air matanya meleleh jatuh tanpa bisa dicegah. Kaisar sudah tak bisa menutupi rasa sakit yang kini ia rasakan.
Dulu, dulu ia juga terpaksa dipisah oleh keegoisan kedua orang tuannya. Kini, Kaisar tidak akan melakukan hal yang sama. Ia tak akan kehilangan cintanya lagi. Bagaimana pun caranya, Elena akan ia temukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.