33. Perfect Pain

14K 634 5
                                    

Jangan lupa vote dulu guys sebelum baca.

33 Perfect Pain

.

Usai penolakan yang Elena terima malam itu. Ia selalu meminta hal yang sama dalam kurun waktu lebih dari dua minggu. Namun, rupanya Kaisar memiliki pendirian yang teguh. Dengan terpaksa Elena tetap tidur dalam ruangan yang sama dengan pria yang sialnya berstatus sebagai suami Elena.

Dan selama itu pula, keduanya seolah bersepakat untuk saling diam. Seakan siapa yang bicara lebih dulu, ialah yang kalah. Bahkan disaat mereka sama-sama berada di dalam kamar.

Elena sering mendumel dalam hati. Jika seterusnya begitu, bukankah pisah kamar adalah keputusan yang bagus? Kenapa Kaisar selalu menolak?

Hari ini merupakan hari minggu dan Elena bangun lebih pagi. Ia telah berencana untuk lari pagi di sekitaran perkomplekan perumahan. Sudah cukup lama ia tidak menjalankan aktivitas tersebut selama tinggal di rumah Kaisar. Biasanya setiap minggu pagi Elena melakukan aktivitas olahraga tersebut agar tubuhnya lebih fit.

Akan tetapi, apa yang ditemukannya kala itu adalah Kaisar yang sudah tidak ada di sampingnya. Ternyata pria itu bangun lebih pagi, entah dalam urusan apa. Elena tak tahu, karena ini merupakan kali pertama Kaisar bangun sangat pagi di akhir pekan.

Memilih untuk tidak ambil pusing, Elena keluar dari kamar dengan menggunakan celana ketat yang panjangnya tiga senti di bawah lutut berwarna hitam, serta kaos putih yang panjangnya lima belas senti dari lutut. Tak lupa mengenakan topi dan membawa ponsel serta headphone agar kegiatannya terasa lebih menyenangkan.

Kala menuruni tangga di area ruang tamu, tak sengaja Elena bertemu dengan Bi murni yang sedang membersihkan debu-debu menggunakan mesin penyedot debu. Wanita tua tersebut mematikan alat yang digunakan, lantas menoleh padanya.

“Mau kemana, Nona?”

“Mau lari pagi di sekitaran komplek Bi,” balas Elena dengan senyum ramah.

“Di rumah ini ada ruang gym, Nona. Kalau Nona mau berolahraga di ruangan, akan saya antar,” tawar Bi Murni.

Terdengar sangat menarik bagi Elena. Ia jadi penasaran ruang gym seperti apa yang ada di rumah mewah ini. Setahunya di rumah keluarga Budiawan, Clara tidak begitu suka berolahraga. Jadi, kemungkinan Kaisar lah yang membutuhkan ruang semacam itu. Mengingat rumah ini dibuat atas rencana mereka berdua sebelum menikah. Yah, walaupun akhirnya tidak jadi bersama.

“Boleh, Bi. Dimana ruangannya?”

Bi Murni tersenyum kecil, “Mari ikuti saya Nona!”

Wanita tua itu memimpin jalan. Elena pun melangkahkan kakinya di belakang Bi Murni. Mereka berjalan melewati lorong panjang bagian kanan. Hingga tiba di sebuah pintu terakhir di lorong tersebut.

“Ini ruangannya. Nona bisa masuk, ruangan ini tidak dikunci,” jelas Bi Murni.

Elena mengangguk sekali, “Terima kasih, Bi. Kalau begitu saya masuk dulu.”

“Baik Nona. Jika butuh sesuatu di dalam sana ada telepon yang terhubung ke dapur.”

“Iya, Bi.”

Bu Murni beranjak pergi. Sementara Elena memutar gagang pintu, kemudian masuk ke dalam ruang gym dengan langkah hati-hati. Ruangan itu memukau; di sekelilingnya terdapat berbagai alat berolahraga modern yang tersusun dengan rapi. Dari treadmill hingga peralatan angkat beban, semuanya terlihat mengundang untuk digunakan.

Namun, yang membuat Elena lebih terkesan adalah suasana yang terasa nyaman dan menyenangkan di ruangan itu. Di salah satu sudut, ada sebuah sofa yang terlihat begitu menggoda untuk duduk bersantai. Di samping sofa itu, terdapat kulkas kecil yang berisi air minum dan handuk, memberikan sentuhan kemewahan pada ruangan tersebut. Nuansa ruangannya memang tak cerah, hanya didominasi oleh warna-warna gelap. Tampaknya dugaan Elena mengenai permintaan ruangan ini dibuat memang benar.

Perfect PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang