39 Perfect Pain
.
“Kamu tidak apa-apa?” Kaisar bertanya pada Elena saat mereka berada di dalam mobil. Sementara Elena merasa tak enak hati karena harus meninggalkan acara dalam situasi tak mengenakan.
“Dugaan ku benar kan. Aku hanya akan mengacaukan acara,” ucap Elena menunduk.
Kaisar mengusap pipi Elena dengan ibu jarinya. “Bukan kamu yang mengacaukan acara. Tapi pria itu yang melakukannya,” balas Kaisar menenangkan.
Elena menghela napas kecil.
“Sebaiknya kita pulang sekarang. Kamu tidak perlu memikirkan kejadian tadi.”
Sudut mata Elena menangkap suatu hal, ia menggenggam tangan Kaisar yang sempat turun. “Tanganmu memerah,” ucapnya seraya mengusap bagian punggung tangan suaminya. Pasti bagian itu yang telah meninju kuat wajah pria tadi.
“Kamu membuat hidung pria itu berdarah,” lanjutnya.
Elena sempat tertegun saat mendengar tawa dari mulut Kaisar. Ditatapnya wajah pria itu, ekspresi yang biasanya dingin, kali ini terasa lebih hangat. Tawa serta senyum Kaisar bagai sebuah benda antik yang jarang dapat dilihat oleh semua orang. Dan satu hal yang Elena sadari, terdapat lesung pipi yang timbul hanya saat pria itu tersenyum.
“Siapa suruh menggoda istriku? Berani sekali dia mengganggu istri dari seorang Kaisar Jatmika.” Kaisar mengatakan hal tersebut dengan bangga. Lantas melepas usapan halus Elena, kemudian bergantian untuk membelai rambut wanita tersebut.
“Jika ada yang berani berbuat seperti itu lagi padamu, tolong jangan ragu mengatakannya padaku. Mengerti?”
Elena mengangguk, tak ingin membuat obrolan lagi. Namun entah mengapa kata-kata penuh rasa kepemilikan itu cukup membuat perasaan aneh yang berusaha ia tolak hadir di dadanya.
Kaisar membawa Elena pulang dengan hati-hati, suasana di dalam mobil terasa lebih tenang setelah percakapan mereka. Sesampainya di rumah, Kaisar dengan cekatan memasukkan mobil ke dalam garasi, namun mereka tidak langsung keluar. Kaisar mematikan mesin dan duduk sejenak, memandangi Elena dengan tatapan lembut yang penuh kasih.
Ketika Elena berusaha membuka pintu mobil untuk keluar, ia mendapati bahwa pintunya terkunci. Ia menoleh ke arah Kaisar dengan alis terangkat, rasa bingung dan gugup mulai muncul dalam hatinya. “Kenapa kamu tidak membuka kunci mobil?” tanyanya dengan suara lembut, mencoba menyembunyikan kegugupannya.
Kaisar menahan senyum, lalu mendekatkan diri ke arah tempat Elena duduk. “Karena aku ingin menghabiskan sedikit lebih banyak waktu bersamamu, tanpa gangguan,” bisik Kaisar dengan suara lembut namun tegas.
Elena merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. Ia menelan ludah, gugup melihat Kaisar yang sekarang menurunkan sandaran kursi mobil dengan hati-hati. "Apa yang sedang kamu lakukan?" tanyanya dengan nada cemas, merasa campuran antara kebingungan dan antisipasi.
Kaisar menangkup wajah Elena dengan kedua tangannya, pandangan mereka bertemu dalam keheningan yang penuh makna. “Tenang saja, sayang,” katanya lembut, mencoba menenangkan Elena yang terlihat semakin gugup.
Ia mendekatkan wajahnya, bibir mereka bersentuhan dalam ciuman yang dalam. Elena merasakan kelembutan sekaligus ketegasan dalam setiap sentuhan Kaisar, membuat hatinya berdebar semakin kencang. Ketidakpastian yang dirasakannya seakan memudar untuk sesaat.
Setelah beberapa saat, Kaisar melepaskan ciumannya perlahan, matanya menatap Elena. Ia kemudian membelai rambut Elena dengan lembut, seolah ingin menenangkan setiap kegelisahan yang masih tersisa dalam hati istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.