03

1.6K 86 5
                                    

Malam ini di tutup dengan kekesalan Gama terhadap rekan - rekannya. Semakin larut suasana kediaman rumah Dhanurendra semakin sunyi. Tidak semeriah beberapa jam yang lalu ketika para ajudan dan sekretaris Dhanurendra sedang berkumpul di ruang tengah.

Sudah hampir dini hari dan Rhea masih enggan untuk memejamkan matanya. Gadis cantik itu masih terlihat sibuk di depan laptopnya. Rhea memang sangat suka menulis. Dan saat ini ia telah mendapat tawaran untuk menjadi editor di sebuah perusahan penerbit terkenal.

Rhea merasa kerongkongannya kering, dan ia lupa membawa air minum ke kamarnya sebab insiden perintah Letkol Gama yang membuatnya harus meninggalkan obrolan asyik bersama dengan asisten Papa nya yang lain.
Rhea pun bergegas menuju dapur untuk mengambil minuman dingin.

"Kalau malam jangan minum air dingin, tidak bagus untuk kesehatan tubuh."

Suara bariton Gama sukses membuat Rhea terkejut dan kepalanya sempat terhantuk pintu lemari pendingin dibagian atas yang masih terbuka. Ia meringis sembari mengusap puncak kepalanya yang lumayan nyeri. Tak ayal hal tersebut lantas membuat Gama cukup panik.

"Astaga, maaf telah mengejutkanmu."
Dengan sigap Gama membantu Rhea berdiri dan mengantarnya duduk di sofa yang terletak tidak jauh dari lemari pendingin.

"Tidak masalah kok Pak, ini hanya ngilu sedikit. Tadi terlalu terkejut, kukira semua sudah pada tidur."
Rhea berkata sembari menerima satu gelas air hangat dari tangan Gama.

"Kenapa malam - malam masih berkeliaran disini?"

"Aku haus Pak, tadi lupa tidak bawa minum."

Rhea mendengus, kondisinya saat ini benar - benar tidak tepat. Dimana posisi Gama tengah berdiri bersandar di tepi meja tepat di hadapan Rhea. Seolah - olah ini adalah ruang interogasi saja.

"Mengapa tidak di persiapkan sebelumnya?"
Gama kembali bertanya, tatapannya tajam menghunus sosok perempuan yang duduk tegap di hadapannya. Sementara itu Rhea hanya duduk tenang sembari meneguk air hangat itu secara perlahan.

"Bapak mungkin lupa jika tadi Bapak memaksaku untuk masuk kamar dan aku tidak sempat membawa minum."

Gama melipat kedua tangannya diatas dada, dirinya terdiam. Benar apa yang di katakan Rhea jika tadi dirinyalah yang memaksa Rhea untuk segera masuk kedalam kamar tanpa memperhatikan apa yang ia butuhkan.

"Maafkan saya, Rhea. Segeralah masuk ke kamar dan beristirahat! Jika besok pagi kepala mu masih sakit, saya akan memanggil dokter pribadi Bapak untuk memeriksa mu."

"Tidak masalah, tidak perlu berlebihan seperti itu. Ini cuma kehantuk kulkas bukan gegar otak, aku permisi dulu."
Rhea pergi meninggalkan Gama yang masih mematung diposisinya. Gama merasa bersalah, sikap nya telah membuat anak atasannya hampir celaka. Untung saja saat ini hanya ada mereka berdua, jik ada anak - anak yang lain pasti dirinya akan habis di tegur oleh Dhanurendra, karena dirinya telah ceroboh.

...

Usai kejadian semalam Rhea benar - benar tidak bisa tidur, setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ia pun berniat untuk memasak sarapan kesukaan Ayah nya. Perbedaan waktu disini dan di Itali membuat Rhea harus kembali beradaptasi.

"Selamat pagi Bik."
Rhea menyapa asisten rumah tangga yang tak lain adalah Bik Sopi pengasuhnya dulu.

"Gendhuk ayu."
Bik Sopi nampak terkejut dengan kehadiran Rhea di sampingnya. Sebab kepulangan ini Rhea tidak memberi tahu siapapun, termasuk Dhanurendra, tahu - tahu dirinya sudah tiba di bandara saja. Dan kejutan ini membuat Dhanurendra sangat senang.

"Kapan sampai nya Nduk? Bibi tidak di beri tahu jik Gendhuk ayu akan kembali."

Rhea tersenyum lantas memeluk Bik Sopi, rasa rindu nya cukup terobati. Bik Sopi adalah wanita paruh baya yang sangat tulus mau merawat serta menyayanginya seperti anak sendiri. Rhea cukup bangga karena di kelilingi orang - orang yang begitu sayang padanya.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang