43

879 68 18
                                    

"Aku akan kembali ke Itali besok."
Zane berkata saat sesi makan malam bersama Rhea, Dhanurendra, dan juga seluruh staff nya.

"Besok kampanye terakhir Papa, Zane. Mengapa tidak sampai selesai pemilu saja? Kau ini suka sekali mendadak."
Rhea mengomel nampak begitu kesal, sebab ia sudah berencana akan ikut pawai dalam kampanye besok.

"Johan akan menikah bulan depan, Nala. Mulai minggu depan dia sudah minta ijin untuk cuti."
Ungkap Zane sembari melahap makanan yang tersaji di hadapannya.

"Johan cuti masih minggu depan, dan kau sudah ingin kembali kesana? Kau tidak nyaman tinggal disini? Kau tidak ingin melihat kemenangan Papa nanti? Apa makanan Bik Sopi kurang enak? Suruh saja Paman Peter untuk menghandle sementara, bukankah kau juga bisa memantau perusahaan dari sini?"

Dhanurendra dan para staff nya hanya bisa saling pandang sembari menggeleng mendengar interaksi internasional yang terjadi di meja makan saat ini. Sedangkan Gama dan Rizky hanya saling senggol sebab Rhea dan Zane selalu terlihat tidak pernah akur.

"Apa Johan yang menyuruhmu pulang? Atau Paman Peter? Sekarang mana ponselmu, biar aku yang bicara dengan Johan."
Sambung Rhea lagi, sedangkan Zane hanya bisa menghela nafas sembari menyerahkan ponselnya yang sejak tadi di dalam sakunya.

Rhea segera meraih ponsel Zane, lantas segera melakukan panggilan dengan Johan dengan mengaktifkan loudspeaker sehingga semua orang disana bisa mendengar percakapan yang akan terjadi.

"Maafkan sikap kekasihku, Zane."
Bisik Gama yang kebetulan ia duduk bersebelahan dengan Zane dan juga Rizky.

"Selagi aku bisa menurutinya, kau tak perlu khawatir. Tugas mu hanya menjaga cinta dan kepercayaan dia padamu, dan jika aku mendengar sekali lagi dia menangis karena ulahmu, maka nyawamu yang akan menjadi taruhannya."
Balas Zane dengan berbisik pula.

"Itu tidak akan terjadi, Zane. Percaya padaku."
Bisik Gama lagi, bertepatan dengan itu terdengar sebuah sapaan dari balik ponsel Zane yang di bawa oleh Rhea saat ini.

Johan : "Selama siang Tuan Marvori!"

Rhea : "Ini aku, Jo."
Rhea menjawab sapaan Johan dengan nada ketus seperti biasa.

Johan : "Nona Marvori, maafkan saya. Apa yang perlu saya bantu Nona? Apakah ada masalah disana?"

Rhea : "Aku ingin membuat perhitungan denganmu Jo!"

Johan di seberang sana sedang bergidik mendengar suara Rhea yang nampak marah padanya. Entah apa sebabnya Johan belum bisa menebaknya.

Johan : "Kira - kira kesalahan apa yang telah saya perbuat, Nona?"

Rhea : "Kenapa menyuruh Zane cepat pulang? Pernikahanmu masih satu bulan lagi Johan, apa kamu tidak bisa menghandle perusahaan sementara sembari mengurus acara pernikahanmu?"
Rhea mengomel dengan bahasa Itali nya. Sedangkan Zane hanya menghela nafas nya pasrah, melihat asisten kepercayaannya di omeli oleh adik kesayangannya.

Johan : "Maafkan saya jika sudah bersikap seenak nya, Nona. Akan saya atur semua pekerjaan disini. Sekarang terserah Tuan Zane mau kembali kapan saja, yang jelas saya berharap Tuan dan Nona bisa hadir dalam acara pernikahan saya."
Johan akhirnya mengalah, kali ini lawannya bukanlah Zane akan tetapi Rhea. Pria itu tak akan berani hanya sekedar membantah atau memprotes apapun keputusan gadis itu. Berbeda jika yang ia hadapi adalah Zane, masih ada sedikit negosiasi dan Zane bisa memaklumi dirinya.

"Rhea sudahlah, tutup teleponnya."
Tegur Dhanurendra secara tegas, pria itu tahu maksud putrinya hanya ingin Zane ikut berpartisipasi dalam kampanye ini. Namun Dhanurendra juga tahu jika Zane memiliki kesibukan dan urusan sendiri. Jadi Dhanurendra menengahi supaya Rhea mengerti dan memahami keputusan Zane untuk pulang.
"Zane banyak pekerjaan di Italia. Selain itu urusan nya juga bukan hanya masalah kecil. Jadi biar saja Zane pulang. Kamu bisa ke Itali bersama Gama nanti saat Johan menikah.".
Sambung Dhanurendra.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang