22

1K 73 20
                                    

Gama memejamkan mata nya sejenak, sementara tangan Rhea mulai terulur untuk membelai wajah tampan nan bersih yang saat ini tengah berbaring di pangkuannya.
Sungguh berbanding terbalik dengan Zane, dimana tak ada satu helai bulu pun yang tumbuh di wajah Gamaliel.

"Mas, bukannya tamu Papa masih banyak? Nanti Papa mencari mu."
Tanya Rhea sembari mengelus rahang kokoh milik Gama.

"Semua sudah di kondisikan Rhea, disana terlalu banyak wartawan dan perempuan itu membuat saya tidak nyaman."
Rhea kembali terdiam, perempuan yang di maksud Gama adalah sosok publik figur yang memancing huru hara mengenai unggahannya di media sosial beberapa waktu yang lalu.

"Lalu, sebagai pelarian Mas bersembunyi disini?"

"Saya tidak bersembunyi Rhea, saya hanya ingin bersamamu sebentar, sejak pagi saya terlalu sibuk dan saya cukup merindukanmu."
Ungkap Gamaliel. Mata pria itu masih terpejam sembari menikmati belaian lembut di wajahnya

"Rupanya seorang prajurit bisa manja juga ya?"

Mendengar ucapan Rhea, membuat Gama langsung bangkit dari posisi rebahannya.
"Saya hanya manusia biasa dan seorang pria yang normal yang membutuhkan kasih sayang darimu Rhea."

"Seyakin itu Bapak akan mendapatkan kasih sayang dariku?"

"Kamu hanya terlalu gengsi saja, Rhea. Saya tahu bagaimana perasaanmu terhadap saya. Buktinya saja kamu menikmati apa yang kita lakukan di pinggir kolam semalam kan?"

Mendengar ucapan Gama sontak membuat Rhea begitu malu. Bagaimana tidak? Rhea tidak menyalahkan ucapan Gama tapi tidak membenarkan juga. Ingin sekali Rhea menghilang saat itu juga tapi apa daya?

"Mas, bisa sekali meledek ku seperti itu."
Rhea membalas ucapan Gama dengan menggelitiki pinggang pria itu, Gama yang tak sempat pindah hanya bisa tertawa pasrah menerima serangan dari Rhea yang tiba - tiba.

"Sudah Rhea, Mas geli."
Ucap Gama memohon, lantas kedua tangannya menangkap tubuh Rhea sehingga gadis itu terjatuh dan menindih Gama yang terbaring di sofa.

"Mas yakin kamu sudah tahu semua tentang Mas, tentang masalalu Mas dan kehidupan Mas. Jadi, Mas berharap kamu masih bersedia untuk mengenal Mas lebih jauh lagi."
Ujar Gama sembari merapikan anak rambut Rhea yang berantakan menutupi sebagian wajahnya.

"Turunin Rhea, Mas. Rhea pasti sangat berat ini."
Rengek Rhea sebab Gama masih saja mengunci badan Rhea sehingga gadis itu tidak bisa beranjak dari atas tubuh kekar Gama.

"Rhea jangan mengalihkan pembicaraan."

"Astaga, Rhea tidak mengalihkan pembicaraan. Hanya saja posisi ini sangat tidak tepat."

"Ya Tuhan, apa yang kalian lakukan?"

Rhea dan Gama terkejut lantas menoleh nyaris bersamaan ketika dari ambang pintu terlihat Heidy tengah bersedekap memergoki keduanya.

"Ini tidak seperti yang Kak Heidy pikirkan."
Rhea segera bangkit dari sofa tersebut lantas berlari kecil menghampiri Heidy yang menuntut penjelasan dari keduanya.
Akhirnya Rhea berhasil menggandeng Heidy masuk kekamarnya. Dan mengajaknya duduk di sofa yang sana.

"Jadi apa yang Kakak tidak tahu?"
Tanya Heidy dengan tatapan begitu serius.

"Tidak ada yang kami sembunyikan, Mas."
Sahut Gama begitu tenang dan kalem.

"Lalu apa yang saya lihat di antara kalian berdua itu apa?"

"Mas Heidy lihat kami sedang berpelukan dan itu benar. Saya juga tidak akan menyangkalnya."

Rhea melirik Gama dengan suasana hati yang geram, bagaimana tidak? Seharusnya Gamaliel sedikit menutupi apa yang mereka lakukan tadi, meskipun sebenarnya mereka tidak melakukan hal mesum tapi tentu saja, siapapun yang melihatnya bisa salah arti.

"Saya menyukai adik dari Mas Heidy, dan apapun yang saya lakukan, saya siap untuk mempertanggung jawabkan."
Timpal Gama begitu mantap.

"Memang apa yang harus di pertanggung jawabkan? Kita tidak melakukan apa - apa Kak, astaga."
Sahut Rhea dengan nada kesalnya.

"Orang kalian mesum di kamar ini kok."
Jawab Heidy tidak mau kalah.

"Kakak, itu semua tidak benar. Dan kamu Mas, lebih baik keluar sekarang. Aku pusing."
Rhea menarik tangan Gama lantas menyuruhnya keluar dari kamarnya.
Meskipun sempat menolak akhirnya Gama berhasil dikeluarkan Rhea dari kamarnya. Dengan bergegas gadis itu segera mengunci pintu kamarnya dimana Heidy masih stand by duduk di dalam sana.

"Kan, akhirnya kamu dulu yang akan memberi cucu untuk Papa."
Heidy tergelak, pasalnya sikap Heidy barusan hanyalah gurauan semata. Sementara itu Rhea masih nampak kesal karena sadar telah di kerjain oleh sang Kakak.
"Jadi, sejak kapan kalian menjalin hubungan?"
Imbuh Heidy.

"Kami tidak ada hubungan apa - apa, Kak. Hanya sebatas dekat, memang Letkol Gama sudah menyatakan perasaannya padaku, tapi aku belum bisa menjawab."
Ungkap Rhea.

"Mengapa? Bukankah Gama sangat tampan, mapan dan karirnya juga sangat bagus? Lalu apa lagi yang mau kamu cari?"
Tanya Heidy dengan heran, jika di pikir kurang apa Gamaliel. Disaat semua gadis ingin memilikinya, Rhea justru masih ragu dan masih enggan untuk memberinya kepastian.

"Bukan masalah itu, aku harus kembali ke Itali Kak. Dan aku pun tidak tahu kapan aku bisa kembali. Aku tidak ingin Gama terlalu memikirkan aku dan itu pasti akan sangat berpengaruh ke pekerjaannya. Jadi, aku belum bisa menjawab perasaan Gama sampai aku kembali lagi kesini."
Ungkap Rhea, dengan rasa sedih yang menggelayuti hatinya.

"Papa baru saja bilang kalau kamu akan kembali ke Itali. Kakak pikir, kepulangan mu saat ini adalah kamu akan kembali menetap untuk membantu usaha Ibu."
Ujar Heidy, mau bagaimana pun juga Diana telah memiliki perusahaan penerbit untuk buku dan novel - novel. Dimana Rhea yang bakat nya ada disana bisa terjun langsung untuk mengelola.

"Rhea pulang hanya untuk berkunjung. Rhea bekerja di perusahaan besar di Itali sana. Dan ini Rhea mendapatkan jadwal cuti satu bulan. Tapi belum genap satu bulan saja perusahaan sudah sangat berisik memintaku untuk kembali."
Rhea tertawa untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Tidak mungkin gadis itu berkata hal yang sebenarnya mengenai keterlibatannya dengan seorang Mafia kelas berat.

"Cepat selesaikan kontrakmu, lalu kembali dan membantu Ibu untuk mengurus perusahaannya. Dan satu hal, sepulang nya kamu nanti Kakak harap kamu bisa memberikan jawaban itu untuk Letkol Gamaliel. Kakak akan selalu mendukungmu."
Heidy tersenyum sembari mengacak gemas puncak kepala Sang Adik sebelum akhirnya beranjak meninggalkan kamar Rhea. Heidy tidak mungkin marah kepada Adiknya, sebab Heidy tahu bagaimana sifat Rhea, jika tidak ya pasti tidak, jika iya maka ia tak akan bisa membantahnya.

"Akhirnya."
Rhea menghempaskan tubuh rampingnya ke atas ranjang. Hari ini di kamar saja tapi membuat Rhea seperti kehabisan energi. Gadis itu terlihat begitu lelah, sehingga kantuk tak lagi bisa di tahannya. Rhea akhirnya terlelap pulas di atas peraduannya.

Namun sekitar tiga puluh menit kemudian Rhea merasakan sebuah pelukan hangat serta parfum yang begitu familiar di indera penciumannya. Gadis itu mulai membuka mata indahnya perlahan. Mencoba menyelaraskan netra nya. Berfikir sejernih mungkin sebab sosok yang ia lihat ialah Gamaliel yang tersenyum menatap dirinya.

"Jangan bikin ulah lagi, Mas."
Gumam Rhea, mata nya kembali terpejam sebab rasa kantuk masih saja bergelayut.

"Tidurlah, Saya tidak akan mengganggumu Rhea. Saya hanya ingin menghabiskan waktu yang tersisa hanya beberapa jam ini. Sebab tentangmu, meski tempat kita tak lagi sama, tak apa. Saya harap, kita masih bisa memandang langit yang sama. Juga pada rasaku, pada rinduku kelak, dan pada kekosonganku. Ia masih akan tetap meneriaki nama yang sama. Yaitu namamu Rhea."
Bisik Gamaliel sembari mendaratkan kecupan hangat di kening gadis yang terlelap hanyut dalam mimpinya.







_connect immediately_

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang