60

882 83 105
                                    

Rhea dan Zane tiba di rumah dengan sambutan wajah masam Gama yang saat ini tengah berdiri dengan tangan bersedekap di depan pintu utama. Rupanya semalaman Gama tidak tidur untuk mencari tahu semua yang terjadi. Ia benar - benar tak habis pikir jika kekasihnya terlibat atas tertangkapnya Anak Jenderal yang saat ini tengah ramai di beritakan.

"Hai Mas."
Rhea menyapa Gama dengan perasaan riang gembira. Ia tidak tahu jika seperginya dirinya dari rumah, semua orang tengah bergelut dengan pikiran mereka
masing - masing mengenai hal buruk yang menimpa Anak Jenderal saat ini.

"Kau tidak pulang lagi semalam? Apa kau pikir kau bisa bebas sesuka mu, Rhe?"
Tegur Gama, wajahnya sangat tidak bersahabat. Sontak senyum cerah dari wajah Rhea mendadak hilang. Zane tidak mau mengambil resiko ataupun ikut campur masalah kedua orang ini. Ia segera bergegas masuk kedalam rumah menuju kamarnya.

"Kamu marah padaku? Oh astaga, aku semalaman tidak tidur. Dan jika kamu ingin marah sebaiknya ditunda dulu, aku sangat lelah."
Rhea berkata dengan nada datarnya, ia tak ingin berdebat dengan Gama saat ini. Namun ketika ia ingin mencoba masuk kedalam, Gama menghadangnya.
"Biarkan aku masuk kedalam."
Sambung Rhea, sorot matanya tajam dengan nafas naik turun yang terlihat jelas. Gadis itu mencoba meredam emosinya.

Gama hanya diam tanpa menjawab perkataan Rhea. Tangan kekar pria itu mencekal lengan Rhea dengan kasar lantas membawa gadis itu menuju paviliun dengan langkah yang tergesa - gesa terkesan tidak sabar.
Rhea mengikuti langkah Gama dengan batin menggerutu, namun lisannya tetap diam tanpa sepatah kata yang keluar. Setibanya mereka di paviliun, Gama segera menghempaskan tubuh ramping Rhea di atas sofa. Gadis itu meringis ketika bahunya tidak sengaja terbentur ujung sofa yang terbuat dari kayu.

"Kali ini kau benar - benar kelewat batas, Rhea."
Gama berkata dengan nada gusar, pria nampak sedang mondar - mandir sembari memegangi keningnya.

"Hanya karena aku tidak pulang, kau semarah ini Mas? Aku pergi dengan Zane, kakak kandungku."
Seru Rhea, ia tak bisa lagi bersabar untuk menghadapi amarah Gama padanya.

"Saya tidak pernah menyangka jika wanita yang sangat Mas cintai berbuat hal buruk seperti ini untuk menjebak seseorang."
Ungkap Gama, ia nampak frustasi atas informasi yang ia dapat mengenai kasus Alesha dari seseorang suruhannya.

"Apa? Menjebak katamu!"
Rhea mulai bangkit dari tempat duduknya sebab emosinya tersulut akibat ucapan Gama yang seolah menuduhnya.

"Apa untungnya berkomplot dengan para berandal itu? Cukup di Italia saja kamu bersikap liar seperti itu, Rhea. Jangan disini! Apa kau lupa siapa Papamu, hah? Tindakanmu bisa menjatuhkan elektabilitas Bapak dalam jabatannya."
Bentak Gama, pria itu benar - benar tak bisa mengendalikan emosinya kali ini.

"Jika tidak ada mereka, mungkin kau yang akan berada di kamar hotel itu bersama Alesha.
Seberandal - berandal nya mereka, mereka sangat setia dan tidak akan pernah melupakan kebaikan seseorang."
Rhea berkata penuh penekanan, sorot mata tajamnya nampak kilatan amarah yang membara. Rhea
benar - benar tak habis pikir dengan Gama yang langsung menghakiminya seperti ini.
"Ku pikir kau akan iba atas tragedi yang terjadi, namun nyatanya aku salah. Kau terlalu percaya dengan informanmu yang sangat tidak profesional itu."
Rhea pergi meninggalkan Gama yang termangu mendengar ucapannya.
Gama menghempaskan tubuhnya di atas sofa sembari memijat pelipisnya yang berdenyut ngilu. Pria itu masih tak habis pikir jika kekasihnya terlibat dalam kasus yang menimpa anak dari atasannya di kemiliteran. Akibat kejadian ini, Gama lagi - lagi di buat bimbang atas hubungannya dengan Rhea kedepannya.

Sementara itu sebelum Rhea pergi menuju kamarnya, terlebih dahulu ia pergi ke dapur menuju sebuah lemari pendingin. Ia mengisi baskom dengan es batu sampai penuh, setelah itu ia segera kembali ke kamarnya. Meskipun sempat di tegur oleh Bik Sopi, Rhea hanya diam tanpa berkeinginan untuk menjawab.
Setiba di kamarnya, Rhea segera mengisi bak mandi nya dan menaruh seluruh es batu yang ia bawa kedalam bak mandi tersebut. Hawa panas akibat emosi membuat Rhea ingin sekali berendam dengan air es.
Usai melepaskan seluruh pakaiannya, Rhea segera masuk kedalam bak mandi yang sangat dingin dengan banyak es batu yang mengambang.
Ia tak habis pikir jika Gama kekasihnya dengan tega menuduh dirinya seperti itu, tanpa meminta penjelasan terlebih dahulu.
Rhea memejamkan matanya sembari menikmati hawa dingin yang seolah - olah mencoba untuk menusuk kulit putihnya.
Rasa sakit di permukaan kulitnya tidak sebanding dengan rasa sakit ketika menerima tuduhan sekejam itu dari kekasihnya sendiri.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang