54

754 85 51
                                    

Pemilu hari ini di gelar serentak di seluruh wilayah Indonesia. Dhanurendra telah bersiap sejak pagi untuk datang ke tempat pemungutan suara untuk menggunakan hak suaranya, di temani oleh Rizky dan Gama. Hujan rintik - rintik mulai turun, dan Dhanurendra terlihat tengah menyantap sarapannya di temani oleh asisten pribadi serta ajudannya.
Dhanurendra kembali mengedarkan pandangannya sebab tak mendapati anak gadisnya dimanapun. Sontak membuat Dhanurendra bertanya.

"Gama, Rhea dimana?"
Dhanurendra bertanya pada Gama yang notabene kekasih dari putrinya.

"Maaf, saya tidak tahu Pak."
Jawab Gama tegas. Ia menjawab hal sebenarnya tentang Rhea yang tidak di ketahui dimana keberadaannya sejak semalam.

"Apa sesuatu terjadi pada kalian?"
Selidik Dhanurendra, sebab pria itu merasa jika seperginya Gama sewaktu mereka ngobrol pagi tadi sikap Gama kepada Rhea seperti berubah.

"Kami baik - baik saja, Pak. Hanya kemarin saya ada pekerjaan di luar jadi tidak sempat untuk mengabari Rhea."
Ucap Gama dengan keyakinan penuh di wajahnya.

Dhanurendra terdiam, meskipun dirinya sangat yakin jika sesuatu terjadi di antara Rhea dan Gama. Tapi pria paruh baya itu tak mau ikut campur perihal urusan kedua anak muda tersebut.
Sedangkan Rizky hanya terdiam, dia sama sekali tak ingin menyahuti pembicaraan antara Gama dan Dhanurendra. Meskipun ia sangat tahu benar apa yang terjadi di antara rekan dan anak atasannya tersebut.
Suasana kembali hening, yang terdengar hanyalah denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring di hadapan mereka masing - masing. Tidak ada lagi yang mengeluarkan suara, ketiganya tengah kalut dengan pikiran masing - masing.

Hingga kesunyian tersebut pada akhirnya di buyarkan oleh denting sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai. Ketiga pria itu menoleh dan mendapati Rhea tengah berjalan memasuki rumah beriringan dengan Zane. Penampilan Rhea masih sama seperti saat ia pergi semalam, masih mengenakan gaun panjang dan sepatu hak tinggi. Rhea sempat berhenti dan menoleh ke arah ruang makan ketika mendapati sang Ayah tengah sarapan bersama dua staff nya. Gadis itu tersenyum, kemudian menyapa sang Ayah lantas segera pergi menuju kamarnya. Semua emosi Rhea telah ia keluarkan semalam sewaktu di kelab bersama Zane dan juga Thomas.
Sudah tak ada lagi kemarahan dan kekecewaan yang nampak di wajah gadis itu. Hanya saja ia terlihat sedikit pucat meski senyum terkembang di wajahnya.

"Kalian dari mana?"
Interupsi Dhanurendra sebelum Rhea dan Zane berhasil pergi meninggalkan tempatnya berdiri.
"Duduk dulu kemari."

Rhea dan Zane pun menoleh saling beradu pandang, hingga akhirnya keduanya pun sepakat untuk memenuhi perintah Dhanurendra. Rhea duduk disisi Rizky yaitu tepat berhadapan dengan Gama, sedangkan Zane duduk disisi Gama yaitu berhadapan langsung dengan Rizky.
Rhea duduk dengan tegap nya membalas sorot tajam yang di layang kan Gama padanya.

"Kemana kalian semalaman?"
Cecar Dhanurendra, suasa ruang makan yang semula cukup hangat kini berubah menjadi mencekam. Sebab terlihat jelas sekali jika Dhanurendra saat ini sedang marah.

"Maafkan kami, Paman. Semalam aku mengajak Nala untuk pembukaan Grand Opening bisnis baru ku disini."
Jawab Zane dengan mantab. Pria itu tidak memberi kesempatan Rhea untuk menjawab, sebab ia tidak ingin jika Rhea mendapat masalah dengan Ayahnya.

"Bisnis baru? Paman tidak tahu soal itu, bisnis apa itu?"
Selidik Dhanurendra lagi.

"Dua bulan yang lalu ada bos besar yang menjual kelab malam nya, kebetulan ada seseorang yang memberitahuku dan aku tertarik. Jadi aku putuskan untuk membelinya."
Ungkap Zane dengan sebenar - benarnya. Ia tak mau lagi menutupi tentang bisnis yang baru saja akan ia jalankan. Meskipun awalnya ia ingin merahasiakan hal ini dari Dhanurendra, tapi apa boleh buat. Daripada Rhea yang harus menerima imbasnya. Jadi, Zane mengalah.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang