30

925 58 15
                                    

Manusia memiliki banyak rencana, namun tetap saja Tuhan yang membukakan jalan untuk menuju kesana.

Hampir saja aku melepaskan mu, berfikir bahwa kamu tidak sebesar itu mempertahankan ku. Melihat bahwa sepertinya, kamu ingin segera menyerah dan lepas dari semuanya. Maka saat itu, ku putuskan untuk bersiap berlalu. Pergi, sendiri, sebelum hatiku lebih sakit lagi.

Aku hampir saja merelakan mu dengannya.
Wanita yang sempat memelukmu erat, wanita yang sempat menemani hari - harimu saat ku tak ada. Wanita yang barang kali kau jadikan tempat untuk berkeluh kesah.
Rela walau hanya setengah hati, lebih baik daripada bertahan atas luka yang menganga.

Aku hampir saja berniat menerima orang baru,
Berharap waktu akan membuat hatiku terbiasa menerima cintanya.
Pria yang mampu begitu baik menjaga perasaan dan hatiku.
Tapi ternyata aku gagal, cintaku telah berhenti di kamu. Meskipun luka yang kau torehkan begitu dalam, tapi aku akan tetap mencoba untuk bertahan meski sendiri dalam penyembuhan.

Suasana Palazzo Santa Chiara malam ini nampak begitu ramai, terlihat hilir mudik para tamu undangan yang memasuki tempat konferensi dan konvensi tersebut. Gedung artistik itu menjulang tinggi dengan banyak lampu - lampu yang bergantung begitu indah menghiasi pelataran gedung tersebut.
Sebab jarak antara Sicilia ke Palazzo Santa Chiara cukup jauh, jika di tempuh jalur darat akan memakan waktu hingga empat jam. Maka dari itu Zane memutuskan untuk menggunakan helikopter saja, supaya mempersingkat waktu.

"Kau sudah siap?"
Tanya Zane ketika dirinya tiba di kamar Rhea, pria itu mendapati sang gadis tengah sibuk memakai sepatu dengan model tali yang melilit betis nya.

"Kau tahu, kau ini sangat menyulitkan ku Zane. Bisa - bisa nya membelikan ku sepatu dengan model seperti ini. Apa kau pikir mudah memakai nya?"
Omel Rhea yang sedang sibuk membungkukkan badannya untuk menata tali - tali tersebut supaya terlihat rapi.

"Setiap hari kau selalu memarahi ku, Nala. Apa kau tidak takut cepat tua?"
Zane mendengus lantas berlutut di hadapan Rhea untuk mengambil alih tali sepatu tersebut, lantas melilitkannya di betis ramping Rhea.

"Kenapa aku harus takut jadi tua? Sementara Kakak ku Zane adalah seorang pria yang kaya raya, mungkin dia tidak akan sadar jika aku mengambil beberapa Euro dari brankasnya untuk melakukan perawatan."
Jawab Rhea dengan santai nya, sementara Zane hanya menggeleng sembari memakaikan sepatu di kaki sebelahnya lagi.

"Sudah kan, pekerjaan semudah ini saja kau tidak bisa."
Cibir Zane usai memasangkan kedua sepatu di kaki Rhea lantas menyentil pelan ujung pelipis gadis itu.

"Sebenarnya aku bisa, hanya saja aku tidak bisa melihatmu hanya diam menatapku dari ujung pintu."
Alibi Rhea sembari memasukkan beberapa barang keperluannya ke dalam tas kecil untuk di bawa nya pergi.

"Sudah kan? Ayo berangkat sekarang. Johan sudah menunggu kita di rooftop."
Ajak Zane sembari membawakan tas bahu yang akan Rhea bawa.

"Rooftop?"
Rhea mengeryit tak mengerti, sebab malam ini Zane akan mengajaknya pergi tapi tiba - tiba saja berubah ke rooftop. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tak gatak untuk menyamarkan perasaan bingungnya.

"Kita akan naik helikopter Nala, kau pikir jarak dari Sisilia ke Palazzo Santa Chiara itu dekat? Jangan bercanda."
Ungkap Zane ketika keduanya tengah berjalan menyusuri lorong mansion menuju teras atap.

"Ya mana ku tahu, selama ini yang ku tahu hanya seputar Sisilia dan Palermo saja. Dan itu semua gara - gara anda Tuan Zane Marvori."
Ucap Rhea penuh penekanan di bagian nama lengkap Zane.

"Sudah ngomel nya? Kalau belum selesaikan dulu. Aku tidak mau kau masih mengomeli ku setiba kita di acara nanti."
Ujar Zane yang tiba - tiba memberhentikan langkahnya.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang