61

758 74 50
                                    

Zane dan Rhea telah selesai berkemas, dua jam lagi pesawat mereka akan berangkat menuju Italia. Tekad Rhea sudah bulat untuk kembali ke Italia, ia tak lagi memperdulikan kisah cintanya yang berantakan.
Zane sejak tadi memperhatikan wajah datar adiknya yang terlihat sibuk memasukkan beberapa dokumen kedalam tas bahunya. Pria itu tahu mengenai hal yang terjadi di Vila berkat informasi dari Thomas. Anak buahnya itu cukup mengkhawatirkan kondisi Nona nya.

"Boleh Papa masuk?"
Dhanurendra berdiri di ambang pintu kamar Rhea, ia menyaksikan putrinya yang sebentar lagi akan kembali pergi meninggalkannya.

"Masuk saja Pa."
Rhea melemparkan senyum terbaiknya untuk sang Ayah, gadis itu sangat pandai mengkamuflase mimik wajahnya. Meskipun saat ini ia cukup berantakan, tapi ia tak ingin menunjukkan di depan Papa nya.

"Papa pasti akan sangat merindukanmu."
Dhanurendra mengajak Rhea duduk di sofa dimana Zane sudah terlebih dulu duduk disana. Pria paruh baya itu membelai rambut putrinya perlahan, matanya berbinar menatap putrinya yang telah ia besarkan selama hampir dua puluh sembilan tahun ini. Setelah berbagai kejadian yang terjadi dalam hidupnya, Dhanurendra seolah tak percaya masih bisa menjaga anak perempuan itu sampai sejauh ini.

"Pa, Rhea tahu jika Papa sangat sayang padaku. Rhea minta maaf karena Rhea sering membuat masalah. Dan sepertinya kali ini kesalahan yang Rhea perbuat sangatlah fatal."
Gadis itu berkata dengan menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap sang Ayah yang saat ini duduk di sampingnya. Rhea merasa bersalah, salah bukan dalam hal melenyapkan Alesha, akan tetapi salah karena dirinya membuat Sang Ayah harus kembali berpisah dengannya.

"Sejak kecil kamu hidup dengan Papa, kalau tidak salah saat itu usiamu baru tiga tahun. Papa membawa mu pergi dari rumah Ibu mu, saat itu Papa tidak yakin jika Papa bisa membesarkan kamu, meski sebenarnya Ibu mu tidak pernah keberatan untuk merawat mu. Tapi Papa optimis, Papa yakin Papa bisa. Walaupun waktu mu lebih banyak bersama dengan Bik Sopi daripada dengan Papa. Bahkan ketika Papa di timpa sebuah masalah besar kala itu, kamu Papa tinggal selama hampir tiga tahun di Italia untuk mengasingkan diri dan mengurus semua asset Ayah mu yang hampir saja di rampas oleh Klan Cosa Nostra, Papa mendidik mu terlalu keras, sehingga kamu besar dengan sikap yang mandiri dan kuat."
Dhanurendra tersenyum ketika mengingat masa kecil Rhea yang sangat berbeda dengan Heidy. Kedua anak itu juga memiliki kepribadian yang tidak sama.

"Saat Papa membawa mu pergi, usia Kakakmu Heidy baru sebelas tahun. Dia menangis dan tidak mau di pisahkan darimu. Didikan Ibu mu membuat Kakak mu menjadi sosok yang lembut penuh kasih. Sementara kamu di tangan Papa menjadi sosok yang tegas dan berani. Papa telah berhasil mendidikmu menjadi apa yang Papa mau, meskipun kamu adalah anak perempuan."
Lanjut Dhanurendra lagi, tanpa dirasa anak kecil yang ia bawa pulang bersama Diana saat ini telah menjelma sebagai sosok gadis yang sangat cantik. Tidak terlihat bahwa Rhea adalah keturunan Rafe Marvori, gadis itu justru sangat mirip dengan Diana meskipun ada sedikit sentuhan bule nya.

"Saya berterimakasih karena telah membesarkan dan melindungi adik saya sampai saat ini, Paman. Jika orang tua saya tidak mengenal Paman, mungkin aku benar - benar menjadi manusia paling malang di dunia ini karena tidak memiliki satu pun keluarga."
Sahut Zane, terlalu sering berkunjung ke Indonesia membuat pria itu sedikit - sedikit sudah mulai bisa berbahasa Indonesia, meskipun logat Italianya masih begitu kental.

Dhanurendra tersenyum lantas menepuk pelan bahu kiri Zane, mungkin ini saatnya ia membeberkan semua masalalu tengang bagaimana dirinya bisa bertemu dengan keluarga Marvori dan tentang bagaimana ketiga makam orang tua Zane bisa berada disini.

"Zane, dulu Paman pernah di bantu oleh Kakek dan Ayahmu. Mereka sangat baik, kala itu Paman sedang terpuruk dan mereka dengan senang hati membantu Paman, menerima Paman dengan baik bahkan memfasilitasi Paman. Paman bisa bekerja di Sicilia akibat bantuan mereka. Namun tiba - tiba saja masalah datang, Klan Camarri membelot, yang dulu nya sangat setia dan patuh pada Klan Marvori, mereka berubah menjadi sekutu dan berpihak pada Klan Cosa Nostra. Peperangan antar Klan di mulai, Paman tidak tahu menahu tentang masalah apa yang mereka hadapi namun Paman cukup paham tentang peperangan. Jadi waktu itu Paman ikut serta bersama Kakek dan Ayahmu. Rupanya masalah utama yang membuat Kakek mu marah adalah ketika pabrik heroin milik Kakekmu sudah di alih nama oleh Klan Camarri ke Klan Cosa Nostra. Penghianatan Klan Camarri membawa dendam Kakek dan Ayahmu hingga ke liang lahat. Kala itu Bunda mu tengah mengandung Rhea, Kakek dan Ayahmu yang terluka parah akhirnya Paman bawa ke Indonesia karena saat itu Sicilia sedang tidak kondusif. Maaf Paman telah melupakanmu, sebab saat peperangan itu terjadi, kau di bawa pergi oleh istri Peter. Paman tidak sempat mencari mu, karena kondisi Kakek dan Ayahmu sangat memprihatinkan, luka tembak mereka dimana - mana. Dan setiba di Indonesia, mereka meninggal dunia. Paman sangat menyesal, karena tidak bisa menyelamatkan mereka. Bahkan sewaktu Bunda mu melahirkan Rhea, ia mengalami pendarahan hebat dan harus menghembuskan nafas terakhirnya sebelum sempat melihat putrinya yang sangat cantik ini."
Dhanurendra memejamkan matanya, nafasnya terasa begitu berat saat kenangan beberapa puluh tahun yang lalu seolah kembali mencabik - cabik hatinya.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang