06

1.2K 79 2
                                    

"Jadi kapan mau menikah, Rhe?"

"Ini Kak Heidy tiba - tiba datang lalu menanyakan kapan aku menikah? Tidak adil sekali rasanya."
Rhea merengut, gadis itu tengah asyik duduk di teras bersama Diana sembari memakaikan kutek di kuku cantik Dian, ia sedikit kesal lantaran kedatangan Heidy yang tiba - tiba justru menanyakan hal yang tidak masuk akal.

"Papa sama Ibu sudah ingin cucu katanya, Rhe."
Timpal Heidy sembari menahan tawa melihat ekspresi adiknya.

"Jadi, kenapa harus aku? Kan Kak Heidy bisa duluan."

Diana yang mendengarkan percakapan kedua anaknya hanya mampu tersenyum sembari menyimak.

"Anak laki - laki itu tidak di haruskan menikah duluan, Rhea."

"Dan anak perempuan itu harus menempuh pendidikan setinggi mungkin sebelum nanti mendidik anak - anaknya Kak Heidy."

"Kau ini masih saja belum berubah ya, masih suka ngeyel."
Heidy mencubit hidung mancung Rhea dengan gemas. Adik perempuannya itu masih saja suka mendebatnya.

"Heidy, berhenti mengerjai adikmu! Lihat cat kuku nya jadi belepotan di jari - jari Ibu."
Diana menegur ketika beberapa jarinya tidak sengaja terkena cat kuku yang dipegang Rhea.

"Aaaaaa Kak Heidy, lihat cat kukunya jadi belepotan di jari Ibu."
Rhea mengomel gara - gara ulah Heidy kuku kuku Ibu nya jadi tidak rapi.

"Hehe maaf maaf, sini Kakak bantu bersihkan."
Heidy mengambil alih tempat Rhea, lalu membantu membersihkan jari - jari Diana menggunakan cairan khusus dan juga kapas.

..
"Loh, kalian kok disini. Sudah malam bukannya masuk ke dalam."
Pemandangan awal yang Rhea lihat adalah Sang Ayah datang bertiga, dan itu membuat Rhea mengeryit sebab tidak ada Gama sang ajudan yang selalu membuntuti Sang Ayah.

"Papa nyusul Rhea kesini?"
Rhea menyapa Dhanurendra sembari memberikan pelukan hangat. Sementara itu Diana dan Heidy yang menyaksikan kehangatan keduanya hanya tersenyum.

"Kamu ini, bukannya Letkol Gama bilang suruh menunggu ijin dari Papa? Tapi kamu tidak mau mendengarnya dan langsung pergi kesini."

"Aku sudah rindu dengan Rhea, Mas. Jadi jangan memarahinya. Ayo kita masuk, sepertinya kue bikinan Bik Arum sudah matang."
Diana menyela sembari menggiring Dhanurendra masuk kedalam rumah, diikuti oleh Rhea dan Heidy yang berjalan disisi mereka.
"Letkol Gama tidak ikut Mas?"
Sambung Diana bertanya pada Dhanurendra sambil melirik Rhea seolah tahu apa yang ada di dalam hati gadis itu, dan langsung mendapatkan lirikan maut dari Rhea, sementara itu Diana hanya tersenyum menahan tawa.

"Jadwal hari ini sudah selesai jadi Gama meminta ijin pulang terlebih dahulu untuk menjenguk orang tua nya."
Papar Dhanurendra.
"Oh iya Heidy kapan kembali dari Bali?"

"Saat mendengar kabar bahwa Rhea akan kembali, Heidy memutuskan langsung pulang Pa. Kemarin di Bali hanya untuk refresh saja."
Ucap Heidy, putra kandung satu - satu nya Dhanurendra.

"Begitu ya ternyata."
Dhanurendra mencubit gemas pipi Rhea.
"Kamu bilang ke Papa saat pesawatmu sudah landing di bandara. Sedangkan Ibu dan Kakakmu sudah kamu kabari sebelumnya jika kamu akan kembali."

Semua orang tertawa, memang benar kepulangan Rhea sebenarnya sudah di ketahui oleh Diana dan Heidy, namun tidak dengan Dhanurendra. Pria paruh baya itu hanya bisa menggeleng karena ulah anak perempuan kesayangannya itu.

"Maaf permisi Pak, apakah boleh saya meminjam Rhea sebentar?"
Tiba - tiba Davin datang dan ingin mengajak Rhea berbicara. Sontak membuat keempat orang yang sedang berbincang hangat di ruang keluarga langsung menatap Davin penuh tanya.

"Ada apa Bang?"
Tanya Rhea begitu penasaran.

"Bang Davin dan Bang Rizky ingin membicarakan sesuatu, bisa ikut sebentar Rhe?"

"Oh baiklah."

"Davin, jangan aneh - aneh dengan Rhea. Ingat istri di rumah."
Sahut Dhanurendra ketika Rhea beranjak dari tempat duduknya.

"Rhea kan adikku Pak, masa iya mau macam - macam dengan adik sendiri."
Davin tertawa lantas menggandeng Rhea ketaman belakang.
Rupanya disana sudah ada Rizky dan juga Gama yang membuat Rhea menghentikan langkahnya secara tiba - tiba.

"Ada apa ini Bang?"
Tanya Rhea dengan tatapan tajam penuh tuntutan penjelasan. Ia cukup terkejut ketika mendapati Gama tengah duduk ditepi kolam bersama Rizky.

"Sudah ayo, ada yang ingin berbicara denganmu."
Davin menuntun Rhea supaya ikut berjalan dengannya menghampiri Rizky dan Gama.

Rhea menurut ajakan Davin, sementara itu Rizky bergeser supaya Rhea duduk di kursi yang sempat ia duduki dan duduk berhadapan dengan Gama.
Di balik stelan celana jeans berwarna biru laut serta kaos polo berwarna hitam membuat Rhea sedikit pangling, sebab setiap kali bertemu Gama selalu mengenakan seragam militer atau tidak menggunakan kemeja lengan panjang dan celana bahan.

"Sekarang kalian bisa berbicara, kami tinggal dulu."
Dengan cepat Rizky menarik tangan Davin untuk meninggalkan Rhea dan Gama supaya bisa berbicara berdua.

Seperginya Rizky dan Davin suasana begitu dingin dan sunyi. Gama masih terdiam dan tidak berani menatap Rhea yang saat ini duduk di hadapannya.

"Jadi, apa yang ingin Pak Letkol bicarakan?"
Rhea mengalah untuk membuka pembicaraan di antara mereka berdua. Gadis itu benar - benar tidak tahan dengan sikap dingin Gama terhadapnya.

"Jadi begini Rhea, saya ingin minta maaf padamu atas kejadian tadi pagi."
Gama berkata dengan wajah penuh penyesalan.

"Kejadian yang mana? Sepertinya aku tidak ingat."
Ucap Rhea berpura - pura.

"Soal kejadian di meja makan, saya..

"Sudahlah Pak, itu masalah tidak penting. Hanya soal makanan. Jika Bapak tidak berkenan dengan masakanku, lain kali aku hanya akan memasak untuk Papa saja."
Rhea menyela dan hendak beranjak dari tempat duduknya, namun dengan sigap Gama mencoba untuk mencegahnya.

"Bukan begitu, Rhea. Tunggu saya jelaskan."
Gama kembali meminta Rhea duduk di posisinya.
"Jadi begini, saya tidak bermaksud untuk melukai perasaanmu mengenai masakanmu, jujur soto ayam buatanmu sangat enak."
Gama kembali terdiam, namun tak bisa di pungkiri ada sesuatu yang lain menyelimuti perasaan Rhea. Gadis itu berusaha menahan diri untuk tidak terlihat salah tingkah di mata Gama.
"Tapi, saya mohon untuk selanjutnya cukup Bapak saja yang menikmati masakan kamu."

Rhea tersenyum sinis, benar dugaannya Gama sangat sensitif sekali dengan perempuan. Bukti nya saja dengan frontal Gama menolak masakannya. Rhea sama sekali tidak menyangka ada perasaan perih di sudut hatinya ketika mendengar pernyataan Gama.
Rhea tak ingin berlama lama duduk disana, ia pun langsung pergi tanpa pamit dan sepatah kata keluar dari mulutnya.

..
"Pa, bisa kita pulang sekarang?"

Rhea yang baru kembali bergabung dengan keluarganya mendadak mengajak Ayahnya pulang, sontak membuat semua orang yang berada di ruangan tersebut bertanya - tanya.

"Kamu di apakan Davin?"
Dhanurendra bertanya dengan nada sedikit meninggi, pria itu hampir naik pitam ketika Rhea datang dan tiba - tiba langsung mengajaknya pulang.

"Rhea baik - baik saja kok Pa, Rhea lupa bahwa ada sesuatu yang harus Rhea kerjakan. Dan ternyata Laptop Rhea tertinggal di mobil yang di bawa Bang Marcell tadi."
Rhea tersenyum semanis mungkin untuk menutupi rasa sedih nya. Mau bagaiamana pun Rhea hanyalah perempuan biasa. Dimana ia memiliki sisi sensitif jika apa yang ia lakukan mendapatkan penolakan secara frontal.

"Kau yakin baik - baik saja, Sayang?"
Tukas Heidy mendekati adiknya.
Rhea hanya tersenyum sembari mengangguk mantab.

"Rhea pulang dulu ya Bu."
Rhea berpamitan seraya memeluk Diana cukup erat. Ingin rasanya ia menangis, namun itu semua hanya membuat suasana semakin gaduh saja.

"Nanti sampai rumah Ibu telepon ya."
Diana berbisik sembari mengelus punggung Rhea menenangkan. Wanita itu tahu jika saat ini kondisi Rhea sedang tidak baik - baik saja.



_connect immediately_

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang