51

1.3K 83 84
                                    

Gama telah tiba di dalam kamarnya dan meletakkan Rhea begitu hati - hati di atas ranjangnya. Rhea terkesiap melihat kamar dengan luas yang cukup besar dengan nuansa abu - abu tua dan putih, terkesan minimalis namun sangat elegan dan sangat terlihat seperti kamar laki - laki maskulin pada umumnya.
Rhea mencoba mengedip - ngedipkan matanya sebab masih terasa bingung dengan semua situasi ini.

"Selamat datang di rumah kita, Sayang."
Ungkap Gama, ia berdiri di hadapan Rhea sedangkan Rhea masih terbaring sembari mencerna semua ucapan Gama.

"Rumah?"
Tanya Rhea dengan raut wajah kebingungan.

"Rumah ini milik, Mas. Dan nanti bisa jadi milikmu kalau kamu mau."
Ujar Gama lantas menindih tubuh Rhea yang terbaring di atas ranjangnya.

"Aku pikir kamu masih serumah sama Tante, Mas."
Ucap Rhea seolah tak percaya, jika di pikir - pikir untuk apa rumah, jika seluruh waktunya dia habiskan untuk menemani atasannya. Rhea menatap Gama yang terlihat begitu menggemaskan jika dilihat dari bawah seperti ini.

"Dulu kan Mas sempat punya istri, dan dulu Mas membangun rumah ini rencananya untuk tempat tinggal dengannya. Namun ternyata, sebelum rumah ini jadi Mas berpisah dari dia."
Cerita Gama membuat Rhea sedikit tersentuh, tangannya terulur membelai wajah tampan itu lantas mengalungkan kedua tangannya di leher Gama yang masih stay di atasnya dengan bertumpukan kedua lengan kekarnya.

"Maaf jika pertanyaanku membuatmu teringat akan luka itu, Mas."
Rhea menyesal ketika menanyakan perihal rumah ini kepada Gama.

"Itu masalalu, Sayang. Tidak ada orang yang bisa melupakan masalalu, tapi masalalu ya masalalu. Masa sekarang dan masa depan nanti Mas ingin selalu
sama - sama kamu."
Tutur Gama sembari mengecup kening Rhea berulang kali.
"Biarkan seperti ini dulu, sebab bersamamu Mas seperti hidup kembali. Mas tidak pernah menyangka jika Mas akan di pertemukan denganmu. Dan kita bisa menjalin kisah yang lucu seperti ini. Jika Mas boleh tahu, apa yang membuat kamu yakin untuk menerima cinta Mas?"
Gama bertanya sembari menggulingkan tubuh Rhea sehingga saat ini gadis itu berubah posisi menjadi di atas Gama.

"Karena kamu galak."
Rhea menjawab pertanyaan Gama dengan asal sehingga membuat gadis itu tertawa.

"Bisa seperti itu, hm?"
Gama begitu gemas sehingga mencubit hidung mancung Rhea dari bawah.

"Dari dulu aku tidak pernah berpikiran untuk menjalin hubungan dengan abdi negara ataupun orang - orang dari kalangan seperti itu. Aku hanya ingin jika suatu hari nanti memiliki pasangan dia adalah seorang pria yang seperti Papa."
Rhea menatap dua manik mata hitam milik Gama, ia sangat menyukai kedua mata itu. Mata yang selalu menatapnya begitu tajam seolah - olah seperti elang yang tengah mengincar mangsanya.

"Di kemudian hari Mas akan menjadi Jenderal dan setelah itu terwujud kita akan bersama selamanya."
Gama membalas tatapan Rhea dengan keyakinan penuh. Pria itu bertekad jika suatu hari nanti ia akan bisa menjadi Jenderal sama seperti Dhanurendra.

"Apakah itu sebuah janji?"
Rhea bertanya sembari membuka satu kancing bagaian atas pada kaos polo yang Gama gunakan.

"Jika kamu menganggap itu adalah janji, maka Mas bersumpah akan memenuhinya."

Mmmppphhhhh...
Gama kembali mencium bibir yang selalu menjadi candu baginya, dengan perlahan dan begitu lembut. Sedangkan Rhea sama sekali tidak keberatan dengan perlakuan Gama padanya. Rhea mulai menikmati permainan Gama, Rhea benar - benar di buat mabuk olehnya. Bibir Gama selalu beraroma mint, dan itu membuat Rhea semakin gila. Wangi maskulin yang selalu menguar dari tubuh Gama adalah candu bagi Rhea dan ia selalu menghirupnya dalam - dalam.
Sejak kapan?
Rhea sendiri tidak tahu, setiap kali dekat dengan Gama membuat detak jantung Rhea berdetak seperti tidak normal. Dan Gama mampu membangkitkan sisi liar Rhea selama ini. Rhea mulai mengimbangi ciuman Gama yang sekarang sudah beralih posisi di atasnya. Rhea mengalungkan kedua tangannya pada leher Gama, sembari sesekali meremas rambut Gama yang selalu berpotongan pendek dan rapi itu dengan gemas.
Kedua nya telah lepas kendali, dan entah sejak kapan Gama telah melucuti semua pakaian yang Rhea kenakan.
Kedua nya saling terengah dengan desahan tertahan. Kali kedua ini Rhea masih saja merasakan nyeri serta tidak nyaman di bagian bawah sana.
Gama mengerti dengan kondisi Rhea sehingga ia pun segera menenangkan kekasihnya dengan kembali melumat bibir Rhea penuh tuntutan. Rhea mulai tenang serta menikmati kegiatan yang Gama lakukan padanya. Beberapa tanda kepemilikan Gama tinggalkan di beberapa bagian tubuh Rhea. Gadis itu melenguh serta mendesah tertahan ketika kegiatan yang Gama lakukan semakin lama semakin cepat. Hingga tak lama keduanya saling mengejang ketika di gulung ombak kenikmatan yang mereka rengkuh bersama.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang