24

945 68 16
                                    

Usai berpamitan dengan Dhanurendra, Rhea dan Gama pun kini berangkat menuju bandara. Berkali - kali Rhea menatap sosok yang duduk disampingnya tengah fokus dengan setir bundar di satu tangannya. Setiap penampilan Gama selalu membuat Rhea terpesona, meskipun kali ini Gama hanya mengenakan kaos berwarna hitam di padu padankan dengan celana chinos berwarna khaki. Sangat tampan seperti biasa.

"Berhenti menatap Mas seperti itu, Rhe!"
Lirik Gama, sebab dari sudut mata Gama terlihat begitu jelas bahwa saat ini Rhea tengah menatap dirinya dengan kedua tangan ia jadikan tumpuan di dagunya.

"Apa aku tidak boleh mengagumi ketampanan mu Mas?"
Ucap Rhea seraya tersenyum menampilkan lesung pipit dikedua pipinya.

"Ya Tuhan, cobaan apa ini."
Tiba - tiba saja Gama menepikan mobilnya lantas berhenti di sebuah jalanan yang lumayan sepi.

"Kok berhenti Mas, nanti aku bisa ketinggalan pesawat."
Omel Rhea.

"Pesawat Mu take off jam sebelas dan ini baru jam tujuh Rhea."

"Lalu kenapa kita berhenti disini Mas, yang benar saja? Kalau ada Satpol PP lewat bagaimana? Yang ada nanti kita dikira pasangan mesum."
Oceh Rhea sembari menarik - narik kaos Gama.

"Kalaupun di tangkap maka saya akan sangat bersyukur. Karena kamu tidak akan jadi pergi."
Ucap Gama dengan senyuman jahil.

"Bukan begitu konsepnya, Mas. Ya ampun."

"Rhea, dengarkan Mas. Saya pernah hancur karena terlalu percaya. Pernah juga patah karena memilih orang yang salah. Saya pernah terkubur dalam - dalam di dalam hati seseorang yang ku selami dengan niat untuk bisa saya mengerti. Saya pernah memutuskan berjuang untuk hati yang memperjuangkan orang lain. Saya pernah tercerai berai ketika kasihku tak sampai. Saya pernah tertusuk pecahan hatiku sendiri ketika sedang berusaha menyusun, dan pada saat itu kamu datang. Saya pernah terjatuh karena terlalu ceroboh dan percaya. Saya pernah di tinggalkan karena menunggu, saya juga pernah di hakimi karena melindungi.
Tapi nyatanya sekarang, saya tidak lagi takut untuk jatuh cinta. Saya hanya takut ketika orang itu saya cintai dengan begitu penuh, ternyata ia mencintaiku hanya separuh."

Rhea terdiam lantas menundukkan kepalanya. Kata - kata Gama begitu dalam. Entah luka seperti apa yang pernah Gama rasakan namun Rhea mampu merasakan betapa pedihnya Gama saat itu. Ingin sekali Rhea berteriak mengatakan pada semesta bahwa ia juga mencintai Gama, namun masalahnya dengan Zane belum juga selesai. Dan Rhea tak mau memberi harapan pada Gama, meskipun dirinya sendiri juga merasakan sakit yang sama.

"Sabar tunggu sampai tiga bulan, akan segera ku selesaikan apa yang menjadi masalah ku selama ini di Itali. Dan ketika saat itu tiba, aku akan melihatmu tersenyum menyambut cintamu pulang."
Ungkap Rhea, tak terasa matanya mulai basah. Gadis itu tak mampu lagi menahan rasa sedih nya.

Gama tak kuasa melihat kesedihan Rhea lantas merengkuh tubuh gadis itu kedalam pelukannya.
"Saya akan menunggu mu disini, menanti hari dimana kita bisa bersama - sama lagi. Saya tahu, saya tak cukup pantas untukmu. Tapi hati ini sudah menemukan titik hentinya. Ia tidak ingin pergi lagi, ia ingin menetap bersamamu untuk waktu yang lebih lama dari selamanya. Saya tidak akan pernah lagi takut untuk menunggu. Saya sendiri bingung, kenapa saya seperti ini. Hanya saja yang saya tahu, saya menyayangi mu sungguh."
Bisikan Gama membuat tangis Rhea semakin menjadi.

Berat untuk Rhea pergi meninggalkan Gama, namun Rhea tak bisa berbuat apa - apa sebab nyawa sahabatnya sedang terancam.
Rhea tak mau menjadi manusia egois yang rela mengorbankan nyawa sahabatnya hanya demi kesenangannya sendiri.

"Sudah jangan menangis lagi. Kita berjuang sama - sama ya. Mas berjuang menjaga cinta Mas untuk mu disini. Dan kamu berjuang untuk segera menyelesaikan urusanmu, sehingga kamu bisa segera menetap disini dan kita bisa bersama - sama untuk seterusnya. Meski kamu belum menjawab pernyataan Mas, tapi Mas yakin kali ini perasaan Mas tidak lagi bertepuk sebelah tangan."
Sambung Gamaliel, pria itu melepaskan pelukan Rhea lantas mengusap kedua pipi gadis itu yang basah sebab air mata dengan kedua tangan nya.
"Mas akan terus bersabar, bahkan sampai kesabaran itu sendiri merasa lelah dengan kesabaran saya."

Entah keberanian dari mana tiba - tiba s
aja, Rhea mendaratkan bibirnya di bibir Gama. Gadis itu sudah begitu banyak kehabisan kata - kata. Gama cukup terkejut dengan ulah Rhea. Namun di detik yang Gama pun segera membalas ciuman tersebut yang semakin lama semakin menuntut seolah tidak ingin segera berakhir.
Bibir Rhea adalah candu, begitu manis dan sangat memabukkan. Dan Gama sangat menyukai itu.

Gama yang tiba - tiba sadar, segera melepas ciuman tersebut sebab Rhea hampir kehabisan nafas sebab Gama merasa bahwa gadis itu mencengkeram ujung baju nya dengan begitu kuat
"Saya tidak mau kelepasan, Rhea."
Ucap Gama dengan suara yang terdengar berat dan parau itu, pria itu segera mengusap bibir Rhea yang basah sebab ulahnya. Gama tak mau lepas kendali karena itu.

"Ayo kita ke bandara."
Ajak Rhea, meskipun area di sekitar nampak remang - remang. Namun rona kemerahan di wajah Rhea terlihat begitu jelas.

Akhirnya Gama pun kembali melajukan mobilnya menuju bandara. Selama di perjalanan Rhea tak mau melepaskan genggaman tangan Gama. Entahlah, namun Rhea rasa ia selalu mendapatkan energi yang sangat besar ketika tangan kekar itu menggenggamnya dengan erat.

Sekitar hampir tiga puluh menit akhirnya Rhea dan Gama sudah tiba di bandara. Ketika kedua nya turu dari mobil betapa terkejutnya mereka mendapati para staff Dhanurendra yang lain sudah berada disana mendahului mereka.

"Kan pasti benar dugaanku. Mereka pasti mampir dulu tidak tahu kemana."
Sindir Marcell ketika Rhea dan Gama datang menghampiri mereka.

"Iya memang kami mampir dulu, ini tadi kami beli kopi sama pastry. Kalian mau?"
Ujar Gama sembari menenteng sebuah papper bag berisi kopi dan pastry seperti yang ia katakan.

"Beli kopi nya antri ya Bang?"
Sahut Aji dengan sikap tengil ciri khas nya.

"Apa sih kalian ini, mereka sudah sama - sama dewasa ini."
Sahut Firman dengan bijaknya.

Rhea hanya tertawa menyimak para Abang - Abangnya yang selalu meramaikan suasana. Kini hati Rhea mulai sedikit membaik, tak lagi terlihat jelas bahwa dirinya tengah bersedih saat ini.
"Bang Rizky tidak ikut?"
Rhea bertanya, sebab ketika mengedarkan pandangan ia tak mendapati sosok Rizky di antara Abang - Abang nya yang lain.

"Coba tanyakan pada pria tampan disamping mu itu, Rhe. Barangkali Beliau tahu dimana Bang Rizky sekarang."
Ucap Aji sembari melirik Gama yang melayangkan tatapan tajam padanya.

"Apa maksudnya Mas?"
Rhea bertanya dan menuntut jawaban untuk rasa penasarannya.

"Tidak ada, memang apa yang harus di jelaskan?"
Ujar Gama.

"Yakin nih, tidak ada? Bukannya tadi Bang Gama minta Bang Rizky untuk pergi sama pacar baru nya, supaya Bang Gama bisa mengantarkan Rhea ke bandara ya?"
Sahut Marcell.

"Terus kita juga di suruh bersembunyi di paviliun supaya kita tidak di suruh Bapak untuk mengantar kamu pergi, Rhe."
Sambung Aji.

"Bisa tidak sih kalian ini mendukung Abang sedikit saja. Suka nya merusak suasana saja."
Omel Gamaliel dengan wajah yang terlihat merah menahan malu. Bagaimana bisa para rekannya secara blak - blakan membuka kartu di depan gadis yang ia sukai. Sangat keterlaluan bukan?

"Sudah - sudah, jangan bertengkar. Ternyata demi bisa berdua denganku Mas Gama melakukan upaya yang cukup besar. Terimakasih ya."
Rhea merangkul lengan kekar Gama sebagai apresiasi atas apa yang telah Gama lakukan demi dirinya.

"Toilet sebelah mana ya? Tiba - tiba saja aku mual."
Celetuk Marcell sebab melihat tingkah kedua anak manusia yang di mabuk cinta ini.

"Makanya Bang Marcell jangan terlalu banyak berkhayal, mau Jin Nana tahu kalau Bang Marcell hidup dunia ini, dia juga belum tentu mau jadi pacarmu."
Cibir Rhea di iringi gelak tawa oleh Gama, Aji dan Firman.

"Sorry Cell, kali ini aku tidak bisa menyelamatkanmu."
Ucap Firman.

"Di skak matt anak Jenderal."
Sahut Aji dengan tawa terpingkal - pingkal.

Sementara Gama yang juga tertawa hanya mampu mengacak gemas puncak kepala Rhea yang masih stand by berdiri sembari merangkul lengan kekar nya.








_connect immediately_

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang