55

811 76 23
                                    

Sepulang dari menemani Dhanurendra dari tempat pemungutan suara, Gama memutuskan untuk beristirahat sejenak di tepian kolam ikan koi miliknya. Ia masih ingat betul, beberapa bulan masa pengabdiannya bersama Dhanurendra, ia di ijinkan untuk membangun kolam ikan tersebut. Dhanurendra begitu baik padanya, sudah selayaknya Ayah kepada putranya. Gama menaburkan segenggam pakan ikan itu ke dalam kolam, ikan itu berwarna - warni begitu cerah sehingga membuat perasaan Gama sedikit membaik. Jika sedang lelah bertugas, tujuan utama Gama ketika pulang ke rumah Dhanurendra adalah kolam ikan ini, rasanya seperti menjadi penawar.
Ucapan Rhea lagi - lagi terlintas dalam benak Gama. Ia menyakiti gadis itu begitu dalam, saking sakitnya hingga tak ada raut kesedihan yang nampak di wajah cantik gadis itu. Gama tahu jika Rhea kecewa luar biasa terhadapnya, namun entah kenapa ia masih saja membela Gama di hadapan Ayahnya.
Padahal jika Rhea mau, bisa saja Dhanurendra menghukum Gama karena telah melukai perasaannya. Namun ternyata Rhea tidak seperti itu.
Gama masih terdiam sembari menghela nafasnya. Matanya menatap jauh ke depan kembali menimbang - nimbang apa yang harus ia lakukan kedepannya.

"Aku sudah tahu semua masalah antara dirimu dan juga Nala, adikku."

Gama terhenyak ketika suara Zane terdengar dari arah belakangnya. Pria berjambang dan berkumis itu berjalan mendekati Gama sembari membawa dua buah minuman kaleng yang satu nya ia berikan untuk Gama. Zane baru saja kembali dari mengantar Rhea ke tempat pemungutan suara lalu ke rumah Ibu nya. Kini Zane telah kembali ke kediaman Dhanurendra lantas berniat untuk berbicara dengan Gama.

"Jika kau tahu, sebelum aku tahu bahwa Nala sebenarnya adalah adik kandung ku. Sejak pertama kali aku bertemu dengannya dia telah membuatku jatuh cinta. Bertahun - tahun aku menahan dia di Mansion ku, memenuhi segala fasilitas nya dan apapun yang dia mau, dengan harapan dia akan luluh dan mau menerima cintaku. Namun faktanya, ia tetap pada pendiriannya. Ia sama sekali tak goyah dengan segala kemewahan yang ku punya. Karena aku tidaklah seperti Dhanurendra, Papanya."
Zane mengungkapkan fakta antara dirinya dan juga Rhea, dengan dalih supaya Gama mempertimbangkan kembali keinginannya melanjutkan pendidikan untuk lebih dahulu menikahi Rhea. Zane meneguk minumannya perlahan, sementara Gama masih terdiam.

"Baru - baru ini aku mengetahui bahwa ternyata Rhea adalah adik kandungku. Aku tidak tahu seperti apa persahabatan antara Kakek, Ayah beserta Ibuku dengan Paman Dhanurendra. Namun mereka telah berhasil mengkamuflase semua sehingga adikku tetap selamat dan hidup hingga saat ini."
Nampak Zane tengah menghela nafasnya berat, ia mengingat sewaktu kembali ke Italia, Paman Peter membeberkan fakta jika sebenarnya Rhea adalah adik kandungnya. Tanpa sepengetahuan Zane, diam - diam Paman Peter dan Johan melakukan tes DNA dari rambut yang tertinggal disisir gadis itu dan juga rambut Zane. Selama ini Peter sudah memiliki firasat jika pertemuan antara Zane, Rhea, dan Dhanurendra bukanlah sebuah kebetulan semata. Peter tahu betul bagaimana kondisi saat itu yang mengharuskan Rafe Marvori harus merelakan istrinya yang sedang hamil besar di bawa oleh Dhanurendra dan Diana sebab keadaan begitu genting dan mengancam nyawa. Kala itu, Dhanurendra dan Diana masih bersama. Dan semua cerita tentang keluarga Rhea selama ini hanyalah karangan semata. Sebab Dhanurendra telah berjanji untuk tidak membeberkan tentang identitas Rhea yang sesungguhnya.

"Saya minta maaf karena telah menyakiti adikmu, Zane. Ini semua hanya tentang waktu, dari latar belakangmu yang seorang mafia itu tentu saja kamu bisa tahu semua tentang saya di masalalu. Tentang ketakutan serta rasa tidak percaya diri. Saya hanya tidak ingin jika rasa ini semakin dalam, maka Rhea akan semakin terluka. Maka saya harus menghentikan ini secepatnya."

Akhirnya setelah sekian waktu Gama mau mengungkapkan apa yang ia rasa, matanya nampak berkabut, wajahnya murung. Tidak ada lagi senyum manis yang nampak di wajah tampannya, yang ada hanya sebuah raut wajah penuh tekanan dan ketegangan.

"Apa kamu pikir, tanpamu nanti Rhea akan baik - baik saja? Setelah semua yang sudah Rhea berikan padamu. Apakah kamu tidak ingin melawan rasa takut itu demi Rhea? Aku berdiri disini sebagai seorang Kakak yang berjuang untuk kebahagiaan adiknya. Meskipun berulang kali Rhea berkata bahwa dia baik - baik saja, tapi itu semua hanyalah kedok supaya semua orang tenang dan tidak mengkhawatirkannya. Pikirkan kembali keputusanmu, sebab tanpa Rhea kau akan jauh lebih sakit."
Zane menepuk bahu Gama, lantas pergi meninggalkan pria itu seorang diri.
Gama terdiam sembari membuka minuman kaleng yang sempat Zane berikan untuknya. Jika di pikir - pikir, ucapan Zane memang ada benarnya. Namun, lagi - lagi Gama tidak bisa melawan rasa takut akan kegagalan itu. Pedih kembali menyeruak dari dasar hatinya, jikalau Zane akan kembali dan memukulinya, maka Gama akan terima dengan pasrah. Sebab Gama sendiri sadar bahwa dirinya adalah pria paling brengsek di dunia ini.

Not As Beautiful As Love Should BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang