5|| baru

701 95 21
                                    

Jennie membeku.

Sosok yang dia cintai sekaligus dirindukan tiba-tiba muncul. Bukan lagi muncul dalam mimpi dengan berdarah-darah. Sosok itu muncul setelah beberapa saat dia membuka mata. Sosok tampan, badan tegap, dia... tanpa luka apalagi darah.

Kelu. 

Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering ketika lelakinya itu bersuara. Suaranya masih dalam dan merdu. Tentu, Jennie tidak akan pernah lupa suara yang setiap hari menyatakan cinta kepadanya. Suara yang sering mengantarnya tidur, suara candu secandu-candunya milik Jennie.

"Jennie... Apa masih sakit?"

Tangan kekar itu terulur ke depan memegang tangan Jennie yang terus mengusap perutnya.

Alih-alih menjawab, Jennie hanya terpaku pada wajah di depannya. Tangan satu laginya dia arahkan perlahan, membelai pipi halus lelaki di depannya.

"Sa-sayang? Apa ini benar dirimu?" Jennie berusaha bersuara dari balik sungkup. Suaranya nyaris berbisik tapi masih jelas tertangkap.

"I-iya, apa kamu ingat namaku?" Jisoo bertanya dengan hati-hati. Saat ini hatinya berdegup sangat kencang, khawatir prosedur rekayasa memori yang telah dilakukan gagal. Sedari tadi Jennie belum memanggil namanya. 

Jennie diam beberapa saat, tangannya masih betah mengusap pipi lembut sosok lelaki di depannya. Matanya menatap lurus, seakan menerawang kebenaran yang ingin dia percaya.

"Ingat, kamu Ji..."

Napas Jisoo tercekat menunggu suara Jennie yang terhenti, apa perempuan itu sudah menyadari kebohongan yang sedang terjadi sekarang? 

Bodoh. 

Kata itu terlintas begitu saja dalam pikiran Jisoo. Mana bisa Jennie akan begitu saja terkecoh dengan drama yang sengaja dibangun? 

Jisoo sudah memasrahkan diri jika prosedur itu akan gagal, dia bersedia dihukum apapun oleh perempuan cantik di depannya itu.

"Ji-jisoo, kamu Kim Jisoo..."

Suara lirih itu membuat bola mata Jisoo membulat sempurna, napasnya masih tertahan.

"Eoh. Kamu Kim Jisoo. Apa kamu kira aku hilang ingatan, Kim?"

Nyaris tubuh Jisoo akan limbung jika dia tidak mengeratkan pegangannya pada sisi ranjang. Kakinya lemas seketika. Rekayasa memori itu berhasil, setidaknya untuk saat ini. 

Mulai saat ini Jisoo akan mulai berperan, dia pun meminta pada semesta untuk membantunya.

"Benar. Aku Kim Jisoo suamimu." Jisoo ikut mengusap lembut perut Jennie. "Apa masih terasa kram?" Tanyanya.

Jennie menggeleng dengan mata berkaca-kaca. Dia benar-benar masih belum percaya. Apa ini benar-benar kenyataan atau mimpi yang dikirim Tuhan sebagai salam terakhir untuk perpisahan? Lagi, Jennie mengusap pipi Jisoo, kali ini usapannya ke segala arah. Dahi, pelipis, mata, hidung, bibir, semua diabsen satu per satu oleh tangan mungilnya.

"Geli Jennie."

Jisoo menangkup tangan kecil itu. Lalu dia meneliti wajah Jennie. 

Sesekali alis perempuan yang sudah menjadi istrinya itu saling bertaut. Dalam hati, ucapan syukur tak hentinya dituturkan. Jisoo benar-benar senang mendapati Jennie sudah siuman, walaupun awalnya histeris tetapi perlahan Jennie sudah lebih tenang sekarang. 

Dirasa pernapasan perempuan di depannya itu sudah mulai lebih teratur, Jisoo pun melepas sungkupnya. 

"Kamu harus tenang Jennie, supaya kondisimu cepat pulih." 

Heal Me | JensooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang