41|| 🏳

616 119 30
                                    

Setengah jam kemudian, taksi yang Jisoo tumpangi berhenti di depan lobby rumah sakit.

Tanpa memedulikan dirinya yang tak beralas kaki, Jisoo berlarian sekuat tenaga mencari keberadaan istrinya, Jennie. Dari tayangan televisi tadi, ia melihat istrinya merintih kesakitan dengan cairan merah yang mengalir di kakinya. Segala pikiran buruk berputar dipikirannya. Ribuan doa sudah Jisoo panjatkan meminta Tuhan agar sekali ini saja mendengarkan permohonannya. 

Selamatkan Jennie dan juga bayinya, Tuhan.

"KIM JISOO!"

Suara yang memanggil dari belakang secara tiba-tiba menyentak Jisoo, ia segera membalikkan tubuhnya.

"Suster Jung." Jisoo berlari menghampiri. Tangannya mengguncang erat kedua bahu kepala perawat di rumah sakit Kim's.

"Suster, Jennie ada di mana?" Tanya Jisoo gusar.

Menarik napas, tanpa berbicara, perawat Jung menarik tubuh Jisoo agar mengikuti langkahnya. Ia membawa Jisoo ke sebuah ruangan yang tidak asing baginya. Namun membuat langkah Jisoo terhenti. Membeku seketika

"Ti-tidak. Aku mencari istri dan anakku, Sus. Kenapa kamu membawaku ke sini?" Tanya Jisoo sambil menggeleng keras. 

"Bayimu ada di ruangan ini."

Seketika tubuh Jisoo meluruh. Kedua kakinya tak kuat lagi menopang berat tubuhnya. Matanya semakin mengabur bersamaan dengan deras air matanya.

"Setidaknya kamu harus melihatnya untuk pertama kali dan terakhir kalinya, Jisoo. Kumohon. Bayi itu sama sekali belum dipeluk oleh orangtuanya. Bukankah kamu adalah daddy-nya?"

Terhenyak dengan perkataan perawat Jung. Jisoo kembali menangis. Meratapi kemalangan sosok suci yang belum tahu apa-apa namun sudah menanggung semua akibat kekejaman orangtuanya sendiri.

"Jisoo. Jangan biarkan bayimu semakin kedinginan." Perawat Jung menarik paksa tubuh Jisoo. Sebenarnya ia tak kuasa melakukan ini, namun melihat tubuh kebiruan sang bayi tanpa pelukan seseorang pun membuatnya lebih tak kuasa lagi. Perawat Jung menguatkan Jisoo untuk segera masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Beibi ku... Beibi..." Panggil Jisoo dengan suara tercekat.

Perlahan tangannya menggapai kain yang menutupi tubuh mungil yang sudah terbujur kaku. Sekuat tenaga Jisoo membuka kain itu dan tangisnya kembali pecah.

"Beibi..." Panggilnya sekali lagi.

"Dingin sekali tubuhmu, Nak." Sambil tersedu-sedu, Jisoo merengkuh tubuh mungil itu. Mengecupi seluruh sisi tubuhnya berharap kehangatan menjalar di badannya dan bisa mengaktifkan detak jantungnya lagi.

"Maafkan Daddy tidak bisa menjagamu..." Keluhnya pilu. "Apa kamu sangat kesakitan saat Daddy tidak ada di sampingmu eoh? Maafkan Daddy yang tidak mampu berbuat apapun, Beibi."

Disela tangisnya, Jisoo terkekeh pelan. 

"Kamu tahu? Kamu tidak mirip denganku, Nak. Dokter waktu itu mengira kamu akan mirip denganku hanya karena kamu memiliki tulang hidung yang tegas. Ternyata tidak, sayang. Kamu mirip mommy mu. Pipimu sangat gembul seperti mommy, Beibi." Lagi, tangisan meledak lebih kencang menguarkan kepiluan dan kesakitan Jisoo.

Ia tak mampu lagi menatap lama sang anak. Badannya yang semakin membiru semakin menyekat napas Jisoo. Rasanya ia ingin menyusul bayi suci itu untuk menemaninya. Ia tak tahu apa-apa, namun sudah mengorbankan nyawanya sendiri.

Tuhan! Sakit sekali!

"Jagoanku, pengorbananmu tidak akan sia-sia. Daddy akan berusaha menjaga mommy mu. Aku berjanji akan menjaganya demi dirimu. Tidurlah, sayang. Tidurlah dengan nyaman di sana. Terimakasih sudah selalu menyambutku dengan tendangan-tendangan hangatmu saat kamu masih di perut mommy, Beibi. Daddy sangat menyayangimu."

Heal Me | JensooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang