19|| kenyataan

569 95 10
                                    

Jisoo gentar. Dia berjalan mendekati kakaknya lagi, lamat-lamat tatapannya mengeras.

Tangannya perlahan terangkat tanpa disadari, hendak melepas selang ventilator. Jisoo harus memastikan apakah kakaknya itu sudah bisa bernapas sendiri atau belum.

Tetapi gerakannya tiba-tiba terkunci, matanya melebar sempurna. Napasnya semakin tercekat.

"Kim Jisoo, kau mau membunuhku?"

Nyaris terjengkak, tangan Jisoo dengan cepat meraih pilar yang ada di dekatnya. Matanya mengerjap beberapa kali. Kakaknya, yang sedang terbaring di depannya, baru saja menyeringai kepadanya.

"B-bangg Ji-Jjihoon?" panggilnya tidak percaya.

"Iya. Aku Kim Jihoon suami Kim Jennie yang sebenarnya."

Rongga dadanya terasa menyempit. Sekuat tenaga ia raup oksigen di sekitar. Selagi Jisoo mengatur napasnya, sebuah tangan tiba-tiba melingkari lehernya, berusaha mencekik. 

Di depannya, Jihoon sudah berdiri menatap penuh amarah. 

"Berengsek! Berani-beraninya kau merampas kehidupanku!" Ucapnya tajam, cekikannya pun menguat. 

"Kim Jisoo... kau tidak pernah berhak bahagia. Di dunia ini tidak ada tempat untukmu. Seharusnya kau terus saja bersembunyi, dan tidak pernah menampakkan wajahmu di hadapanku. Kau! Kau juga tidak pantas bersanding dengan Jennie! Kim Jennie hanyalah milik Kim Jihoon!" 

Jihoon murka. Dia menyentak keras tubuh Jisoo yang hampir kehabisan napas sampai terjatuh. Lehernya mencetak merah akibat cekikan kuat sang kakak.

Jisoo gelisah. Dia segera menarik oksigen dalam-dalam, tubuhnya nyaris kehabisan oksigen. 

"B-bang..." panggil Jisoo dengan terbata, matanya sendu. 

"Aku juga ingin bahagia."

Jihoon mendecih. Dia sangat benci ketika dirinya dipanggil kakak olehnya. Jihoon kembali menarik kerah baju Jisoo sampai membuatnya berdiri. 

"Kesialan terbesarku, memiliki wajah yang mirip denganmu. Aku tidak pernah sudi menjadi kakakmu." Katanya. 

"Kau tidak boleh bahagia, Kim Jisoo. Bukankah ibu juga tidak pernah membiarkanmu bahagia? Kau tahu itu bukan?"

Mata Jisoo berubah sendu. Seperti tersadar. 

Benar. 

Tidak ada yang benar-benar membiarkan dirinya bahagia. Apa yang sekarang dia rasakan, hanyalah sementara. 

Dengan lemas, Jisoo mencoba menegakkan kepalanya. Menatap mata yang mirip dengan matanya itu.

"Kalau begitu, bunuhlah aku."

Setelahnya, cepat, debaman dari belakang dengan keras menghantam kepala Jisoo. Mata yang sudah buram akibat genangan air yang ditahan sejak tadi, semakin menggelap bersama darah yang mengalir dari kepalanya.

Pecahan gelas yang baru saja menghantam Jisoo berjatuhan bersamaan dengan tubuhnya yang perlahan limbung.

Jisoo ambruk dengan napas tersenggal-senggal.

Seringaian Kim Jihoon yang masih berdiri tegak di hadapannya menggiring Jisoo ke dalam kegelapan yang paripurna.

Gelap.

.

.

.

.

.

Sangat gelap

.

.

Heal Me | JensooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang