14|| setelah

619 104 9
                                    

Jisoo berjalan menyusuri setapak di halaman rumah, yang entah akan membawanya ke mana. Kemudian dia mendongak, mendapati langit jernih yang dipenuhi bintang. Napasnya membentuk uap putih di udara.

Temaran lampu taman menuntun dia sampai pada sebuah sisi rumah yang terlihat agak kumuh dalam kegelapan. Di depannya ada sebuah bangku yang kemudian dia duduki.

Malam hangat yang baru saja dia lewati tadi menjadi langkah awalnya menembus kehidupan orang lain yang ingin dia rebut.

Mendesah, Jisoo menyenderkan punggungnya lalu memejam. Membiarkan angin menyapu wajah bersihnya.

"Tuan muda Jisoo."

Terperanjat, Jisoo hampir-hampir mengeluarkan bola matanya. Dia menyipit melihat siluet di depannya yang perlahan mendapatkan fokus. Ibu Seo menatap ke arahnya dengan lembut.

"Ibu?"

"Ya... Kamu memang lebih baik daripada kakakmu Jihoon, Kim Jisoo." Ucap Ibu Seo yang terdengar lembut. 

Tersentak, mata Jisoo membulat sempurna. "A-apa? Apa maksudmu, Bu? Kenapa Ibu berkata seperti itu?" Tanya Jisoo dengan terbata.

Ibu Seo mendekat. Dia duduk di samping Jisoo tanpa ragu, matanya menerawang luas ke angkasa.

"Setelah tahu kepribadian lembut dan ketulusanmu, saya jadi selalu berandai. Andaikan Jennie lebih dulu bertemu denganmu daripada Jihoon. Pasti kebahagiaan akan datang lebih cepat untuk Jennie bukan?"

Mata Jisoo lebih melebar.

Kelu, seketika mulutnya membeku tidak bisa berespon.

"Maaf. Saya mengetahui semuanya."

Ibu Seo mengaku. Dia lalu mengatakan bahwa apapun yang terjadi kepada Jennie pasti dia ketahui, baginya Jennie sudah seperti anaknya sendiri. Dua puluh lima tahun lamanya ia sudah mengasuh putri semata wayangnya Kim Hyunbin.

"Sejak kapan?"

"Sejak awal. Tuan Kim tidak pernah menutupi apapun tentang putrinya kepada saya. Tuan Kim bisa mempercayai saya."

Jisoo memejam. Bukannya dia tidak suka kebenarannya terbongkar. Hanya saja, tiba-tiba rasa bersalah menjalar ke lubuk hatinya. Kelabatan apa yang baru saja mereka lakukan tadi---Jisoo yang termakan nafsu, bahwa kenyataannya Jennie dalam keadaan tidak tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Bukankah itu membuat Jisoo terlihat seperti lelaki berengsek?

"Kenapa kamu disini, Jisoo? Bukankah seharusnya menemani Jennie tidur?" Tanya Ibu Seo menyelidik. Walaupun pandangannya ke arah langit, Jisoo bisa merasakan ketajaman mata wanita paruh baya itu seperti jika dia sedang menatapnya.

"Aku senang ada yang memanggilku dan Jennie hanya dengan nama. Terasa lebih hangat." Jisoo menoleh membuat Ibu Seo ikut menoleh. 

Lalu Jisoo tersenyum. "Aku sangat berterimakasih, Ibu Seo."

Ibu Seo menepuk tiga kali punggung Jisoo. "Pasti berat." Ucapnya kemudian.

Ucapan Ibu Seo membuat mata Jisoo seketika buram, ada genangan air yang tiba-tiba timbul. Mati-matian Jisoo menahannya agar tidak merembes.

Kemudian tangan lembut itu menggenggam tangan kanan Jisoo.

"Saya berharap kamu bisa membuat Jennie benar-benar bahagia, Jisoo. Saya selalu sangat mengharapkan itu."

"Bukankah sejak dulu Jennie sudah bahagia dengan Bang Jihoon?"

Ibu Seo mendesah. Matanya mengerjap sebelum menjawab.

"Saya hanya melihat obsesi yang diberikan Jihoon kepada Jennie. Sehingga dengan buta, Jennie bersedia melakukan apapun yang dia minta, walaupun itu menentang dirinya sendiri."

Heal Me | JensooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang