36|| kesakitan

438 93 21
                                    

Jisoo bergegas pulang setelah panggilan kedua puluh lima Ibu Seo yang akhirnya ia angkat.

Jisoo sangat menyesal telah memodekan diam ponselnya. Pasalnya sebelum memutuskan untuk pulang, ia menyempatkan diri mampir ke kantor proyek. Niat hati hanya ingin mengecek sebentar, tetapi para staf menodongnya dengan seabrek dokumen yang harus segera Jisoo periksa. Ditambah lagi dengan kehadiran Chaeyoung yang tiba-tiba datang ke proyek dan terus mengajaknya berbincang membuat Jisoo tertahan di dalam kantor tanpa menyadari waktu yang semakin larut.

Penyesalannya semakin menyakitkan. Sekarang, Jisoo menatap Jennie yang terus merintih sambil bergelung di atas tempat tidur. Rasa bersalahnya pun semakin menebal, ia tidak kuat melihat perempuannya kesusahan seperti sekarang. Ia menyusut sudut matanya yang basah.

Menyadari kehadiran lelaki yang memenuhi pikirannya seharian ini, Jennie meraih tangan Jisoo, memeganginya, menggenggam erat.

"Ki-kimm Ji-jiiisooo..." Rengek Jennie menatapnya dengan raut ingin menangis.

"Eoh, iya ini aku. Kenapa, Jendeukie? Ada yang kamu inginkan?" Sahut Jisoo tanggap. Ia duduk di sebelah Jennie yang berbaring. Tangan kirinya membelai lembut rambut Jennie yang basah karena keringat bercucuran.

"Kamu habis kemana, By? To-tolong jangan pergi lagi. Temani aku disini." Pinta Jennie memohon.

Jisoo tersenyum sembari mengangguk pelan.

"Iya, Jendeuk. Aku tidak pergi. Aku akan tetap disini bersamamu." Jawab Jisoo tulus. "Istirahat ya sekarang."

"Tidurlah di sebelah aku."

"Iya."

Jisoo dengan cepat naik ke atas kasur, berbaring di sebelah Jennie, mendekatkan tubuhnya ke tubuh sang istri.

Jisoo menaikkan bantal, menaruh kepala Jennie pada lengannya. Kemudian Jisoo memiringkan tubuhnya agar bisa menatap istrinya lebih jelas.

"Apa sakit?" Tanyanya sambil ikut mengelus perut Jennie.

"Tidak tahu, lemas sekali rasanya. Perutku sangat tidak nyaman." Jawab Jennie merintih.

"Yang sabar, Jennie. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk membantumu." Jujur Jisoo.

"Tetap disampingku, Kim." Balas Jennie.

Setelahnya Jennie memejamkan kedua mata, mencoba untuk terlelap. Siapa tahu jika bangun nanti perutnya tidak lagi mual. Jisoo pun membantu Jennie agar cepat tertidur. Ia mengusap dahi Jennie lembut hingga napas perempuan cantik di sampingnya terdengar teratur.

***

Keesokan harinya, Jennie terduduk lemas di ruang makan. Harapannya sirna. Tubuhnya terasa semakin lemas, bahkan kepalanya juga semakin memberat. Rasa mual masih menguasainya. Jennie menatap makanan di hadapannya tanpa napsu sedikitpun.

"Jennie? Kamu baik-baik saja?" Tanya Jisoo khawatir. Padahal tadi saat bangun tidur, istrinya sudah terlihat lebih segar. Tetapi sekarang tiba-tiba meredup lagi.

"Kepalaku sakit sekali, berdenyut nyeri." Jelas Jennie sambil menaruh kepalanya di atas meja.

"Jendeukie, makan dulu. Isi perutmu, sejak kemarin kamu hanya makan sedikit. Setelah ini kita ke rumah sakit."

Jisoo menatap istrinya yang memejamkan kedua mata. Matanya sendiri memanas melihat kondisi sang istri yang terlihat begitu lemah.

"Jennie, kumohon makan dulu eoh. Tiga sendok saja. Biar perutmu terisi, kasihan beibi juga perlu nutrisi darimu." Jisoo sedikit memaksa.

Jennie mengangkat kepalanya, mencoba menerima suapan dari sang suami. Ia menuruti ucapan suaminya dan juga masih memikirkan nasib bayi yang dikandungnya. Sebenarnya ia juga merasa lapar, namun benar-benar tidak ada selera.

Heal Me | JensooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang