16|| pengorbanan

612 114 19
                                    

Jennie duduk di bangku taman bunga berbentuk kubah itu.

"Astaga... saya ingat sekali, saat dulu kamu marah-marah kepada Tuan Kim karena bangkunya terasa keras saat diduduki. Sekarang sudah lebih nyaman." Ujar Ibu Seo yang disetujui Jennie.

Dulu bangku dari rotan yang disiapkan Hyunbin sering membuat Jennie kram saat duduk, tetapi ayahnya bersikeras mempertahankan bangku rotan di sana agar ada sentuhan artistiknya.

Bangku itu masih ada. Jisoo merombaknya, menambahkan busa sehingga membuat nyaman saat diduduki. Jennie mengharu biru. Sosok lelaki yang dia cintai sekarang, selalu memperbaharui rasa yang dulu pernah singgah menjadi lebih lekat lagi. Rasa yang begitu purba bagi Jennie hingga dia menguburnya dalam-dalam, kini sosok lelaki itu yang sekarang, menggalinya lagi dan mempersembahkan untuknya.

Ada apa dengan sosok itu? Mengapa dia terus membuat Jennie merasa asing? Sehebat itukah kejadian kemarin mengubah sosok yang dulu menjadi sosok yang sekarang, yang tiga ratus enam puluh derajat sangat berbeda? Sekuat tenaga Jennie memikirkannya, tetapi kemudian akal sehatnya tidak mampu menjawab semua pertanyaannya sendiri.

"Tetapi... kenapa Jennie? Kenapa kamu hanya terdiam? Apa kamu tidak menyukai taman ini?"

Ibu Seo mengamati Jennie dengan seksama. Walau tubuhnya ada di sini, Ibu Seo tahu, jika pikiran Jennie sedang berkelana ke mana-mana.

"Kamu baik-baik saja bukan?" Tanya Ibu Seo lagi.

Gamang, Jennie menoleh tanpa ekspresi.

"Apa semua ini  suamiku Jisoo yang melakukannya?" Pandangannya menyapu semua sisi ruangan yang didekor begitu manis, lalu menunduk.

"Untuk apa?"

Ibu Seo waspada, dia menunggu kelanjutan Jennie.

"Untuk apa, Bu? Jika semua ini membahayakan keselamatan dirinya?"

Jennie menangkup sendiri wajahnya, menahan agar tidak sampai menangis. Seharusnya dia bahagia dengan kejutan ini, tetapi tidak dengan membuat Jisoo sakit. Alergi yang diderita lelakinya itu tidak main-main. Jennie tahu jika Jisoo sangat sensitif dengan serbuk bunga, dan dia tahu jika alergi itu kambuh dan jika tidak segera ditangani bisa berakibat fatal, menghilangkan nyawa. Membayangkannya saja sudah bisa membuat Jennie hancur.

Ibu Seo menggeser duduknya, lebih merapat lagi dengan Jennie. Tangannya terulur mengusap punggung tangan Jennie.

"Sayang... Kim Jisoo melakukan semua ini karena rasa cintanya padamu, Jennie. Antusiasme Jisoo saat membuat taman ini membuat saya sadar akan cinta yang besar untukmu."

Jennie mendongak, mendesah, lalu berujar.

"Menyakiti diri sendiri untuk orang yang disayangi itu untuk apa, Ibu? Aku tidak ingin Jisoo berlaku seperti itu."

"Bukankah itu juga pernah kamu lakukan Jennie? Jika kamu lupa, kamu sering melakukannya saat dulu."

"Iya. Tapi aku tidak akan membiarkan Jisoo melakukannya juga. Cukup aku saja. Aku akan selalu memberikan apapun untuknya, karena aku sangat mencintainya."

"Baiklah. Tetapi kamu perlu tahu, terkadang pengorbanan sesekali diperlukan oleh siapapun Jennie, bukan hanya dirimu. Apapun yang Jisoo lakukan ke depan, semata-mata itu demi dirimu."

Jennie menggeleng,

"Tidak boleh! Aku tidak akan pernah mengizinkan suamiku melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya lagi. Cukup kali ini saja. Ibu, tolong ikut mencegah Jisoo jika dia bertindak aneh-aneh lagi ya?"

Ibu Seo hanya tersenyum. Gumaman dalam hatinya tidak bisa berjanji. Sebab, Ibu Seo tahu akan ada banyak pengorbanan yang terjadi di masa mendatang.

***

Heal Me | JensooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang