Hari ini, tepat dua minggu setelah Farhan keluar dari rumah sakit. Seperti kata dokter kala itu, Farhan memang harus kembali lagi untuk kontrol kondisi gips nya.
Farhan menghampiri Aldebaran sedang duduk santai di ruang tengah sambil memangku laptopnya.
"Mau kemana lo?" tanya Aldebaran melihat Farhan yang sudah rapi.
"Rumah sakit.""Ngapain?"
"Mau kontrol gips.""Sama siapa?"
"Dianter pak Edi, gue udah bilang kemaren.""Gue aja yang anter."
"Dih tumben, gak ngantor emang?"
"Sabtuuuu"
"Oh sabtu ya, lupa gue heheheh.."Sebenarnya, Aldebaran adalah seseorang yang paling malas berhubungan dengan rumah sakit sebab ia memiliki trauma yang cukup besar terhadapnya.
Dulu, mamanya meninggal setelah sebulan dirawat di rumah sakit. Kala itu, hanya Aldebaran yang merawat mamanya, ditemani seorang ART yang sampai sekarang masih setia bekerja dirumahnya. Papanya harus bekerja, sedangkan adiknya baru berumur satu tahun.
Meski saat itu Aldebaran masih berumur 8 tahun, namun memori kelam itu masih terekam jelas di kepalanya.
Setiap pulang sekolah, Aldebaran rela untuk langsung pergi ke rumah sakit, demi menjaga sang mama.
Disaat anak seusianya sibuk bermain dan belajar. Aldebaran justru menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit. Walau begitu, ia tidak pernah sekalipun mengeluh akan apa yang terjadi. Pikirannya sudah cukup dewasa untuk anak berusia 8 tahun.
Trauma itulah yang membuat Aldebaran selalu berusaha menghindari rumah sakit. Seperti ketika Farhan dirawat dulu, ia memilih untuk menitipkan adiknya itu pada anak buahnya dan hanya menjenguknya sesekali.
Namun berbeda kali ini, Aldebaran bahkan sampai mau menginap di rumah sakit. Apalagi alasannya kalau bukan karena Andin? Wanita yang baru ia temui beberapa kali itu seolah telah memulihkan traumanya secara tidak langsung.
"Oh iya gue lupa, mau sekalian ketemu Andin ya?" celetuk Farhan.
"Gak usah sok tau!""Udah ngaku ajalah Al, gak capek emang boong terus?"
"..."
"Udah cepet jadi gak?" ucap Al sambil beranjak meninggalkan adiknya.
"Jadi lahhh, sabarrr."***
Sesampainya di rumah sakit, Aldebaran pun ikut menemani Farhan untuk bertemu dokter spesialis orthopedi.
Sekitar setengah jam mereka berada dalam ruangan itu. Kondisi gips Farhan cukup baik, meski belum bisa dilepas untuk saat ini.
Mereka meninggalkan ruangan itu kemudian berjalan ke arah parkiran.
"Dih kok mukanya ditekuk gitu sih? Bete yaa, gak ketemu ayang?"
"Bisa diem gak? Ngomong mulu!"
"Aww takut ahh, macan tutul lagi ngambek."Aldebaran memang belum sempat cek jadwal Andin hari itu. Sehingga pikirnya, saat ini memang bukan shift Andin bekerja.
"Yah, belum rezeki kali.." batin Aldebaran.
Mereka masuk ke dalam sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam. Aldebaran duduk di bangku pengemudi, sedangkan Farhan berada disebelahnya.
Baru saja menyalakan mesin mobilnya, Aldebaran malah melihat Andin yang rupanya baru datang.
Meski hanya melihat dari kejauhan, Aldebaran sangat yakin bahwa itu adalah Andin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Hadirnya kamu buat aku sadar, kalau luka itu bisa pulih ketika menemukan 'rumah' yang tepat." - Andini Zafira Pratama *** Aldebaran Rahardja, seorang pria bertubuh tinggi yang namanya tidak asing, terlebih bagi kalangan pengusaha kelas atas. Berbed...