Sebuah buku diary berwarna cokelat muda yang menjadi satu-satunya tempat Andin bercerita kala itu. Buku yang menyimpan ratusan memori kelam sekaligus bahagia didalamnya. Menjadi saksi bisu dari perjalanan hidup Andin yang penuh liku.
~~~
Bab 1 : Aku, beserta semua luka yang ada di dalamnya.
Halaman 01
Dulu, aku masih ingat betul sore itu. Kami naik motor bertiga untuk sekedar keliling komplek. Papa, mama, dan Andin usia 4 tahun."Papaaaa, kok awannya gerak?"
Banyak sekali pertanyaan dari Andin kecil yang kritis itu. Tapi tak sekalipun papa marah. Justru beliau menjelaskannya dengan sabar, sampai anaknya tertidur.
Aku tertidur, bersandar di tubuh mama yang memelukku dengan erat.
Sederhana, tapi sayang aku tak bisa merasakannya lagi.
Halaman 02
Aku jadi ingat akan ajaibnya Andin kecil dulu. Tidur di ruang tamu, bangun sudah berada di kamar dengan selimut yang menutup setengah badanku:)Halaman 03
Sejak kecil mungkin aku tidak pernah kekurangan. Papa mama selalu mencukupi segala kebutuhanku. Tapi semakin dewasa, aku sadar bahwa itu saja tidak cukup membuat bahagia.Halaman 04
Bagiku, dunia ini hanyalah tentang bahagia yang diselimuti duka. Karena apa yang ku dapat, bukanlah bahagiaku sendiri, melainkan untuk orang yang aku sayangi.Halaman 05
Perginya Alika sepuluh tahun lalu, membuatku hanya memiliki dua pilar kehidupan yang kebahagiaannya harus selalu ku perjuangkan. Meski dalam prosesnya, diriku sendiri harus dikorbankan.Halaman 06
Ketika yang lain sedih karena rindu "rumah" nya, aku disini sedih karena punya "rumah" tapi tidak dengan isinya. Rumahku hancur dan aku sudah babak belur.Halaman 07
Ombaknya terlalu besar, sedangkan perahuku kecil. Aku lelah, aku terlalu lelah. Aku ingin pulang, tapi aku lupa kalau sepertinya aku tidak memiliki rumah. Mereka ada, tapi 'tidak ada'.Halaman 08
Aku adalah seorang yang penuh dengan ambisi, sekalipun bukan terhadap apa aku cintai. Aku hanya ingin dimengerti, meski pada akhirnya yang aku dapati adalah diri yang ku korbankan (lagi).Halaman 09
Bahkan sampai detik ini aku tidak pernah menyangka, bahwa luka pertamaku justru berasal dari mereka yang paling ku sayangi. Mereka yang namanya yang selalu aku sebut dalam setiap sujud dan mereka yang selalu berusaha aku bahagiakan dengan segala keterbatasanku.Halaman 10
Mengusahakan banyak hal ditengah pikiran yang ramai setiap hari itu sungguh melelahkan. Terkadang, ingin rasanya ikut pergi bersama Alika. Tapi aku sadar, bahwa hanya aku yang menjadi harapan dan aku tidak mau mengecewakan mereka.Halaman 11
Aku tumbuh dalam keluarga 'yang katanya cemara'. Padahal mereka tidak tahu saja, kalau setiap malam ada air mata yang berjatuhan.Halaman 12
Dihancurkan oleh secercah harapan dan mimpi, ditenggelamkan oleh alur cerita sendiri, dan bertahan demi harapan lain dari orang tua. Manusia itu adalah aku.Halaman 13
Aku hanya ingin punya rumah yang utuh dan teduh, yang mampu membuatku sembuh dari segala bentuk gaduh. Aku ingin rumah yang dapat mendengar segala keluh kesah, bukan yang menyambutku dengan amarah serta menyepelekan rasa lelah.Halaman 14
Saat terjatuh, hanya aku sendiri yang dapat membangunkannya. Kembali berjalan dengan kaki yang penuh dengan luka dan menutupinya dengan senyuman.Halaman 15
Bahkan hingga saat ini, luka lama itu belum juga mereda. Wajahku mungkin terlihat tenang, tapi dibalik itu ada hati dan pikiran yang sedang berperang.Halaman 16
Satu persatu impianku harus ku tinggalkan. Mungkin benar, lebih baik melepaskan daripada memaksakan.Halaman 17
Magisnya tetesan hujan seolah mampu meleburkan semua perih yang tertanam sebelumnya. Ia mampu membuatku sedikit tenang meski sedikit sesak.Halaman 18
Semoga, segala lelah akan berakhir indah dan semua kerumitan segera ditutup dengan kebahagiaan.———
Bab 2 : Tentang seorang yang selalu searah, meski tak sedarah.
Halaman 19
Sahabatku, Rania. Seorang yang tak sedarah, tapi entah mengapa selalu searah. Yang selalu setia mendengar setiap pelikku dan menyambutnya dengan pelukan.Halaman 20
Kalau nanti kamu lupa jalan pulang, izinkan aku menjadi apa saja yang menemanimu saat tersesat.Halaman 21
Terimakasih karena selalu ada dan telah menciptakan tawa dikala jiwaku nyaris mati. Hadirmu adalah bukti kebaikan semesta, yang ingin menyelamatkanku dari segala hal yang seringkali membunuhku.———
Bab 3 : Dia, yang berhasil menguasai pikiranku.
Halaman 22
Kedatangannya sangat sederhana, menyebut namaku dengan lembut lalu memberikan seribu kenyamanan yang tidak pernah aku temukan pada sosok lain. Suaranya menenangkan, dipeluknya aku jatuh dan luluh. Aku hanya ingin mencintainya dengan tenang, tanpa kebisingan serta keraguan.Halaman 23
Dulu, aku adalah seseorang yang gemar berkeliaran sampai larut. Mencari sesuatu yang sebenarnya juga tak peduli untuk dicari. Namun kini semua telah berubah, sebab kehadirannya yang selalu mampu membuatku nyaman berada di 'rumah' ku sendiri.Halaman 24
Aku hampir mati, tapi dia hadir dan membuatku kembali hidup. Rupanya kesabaranku telah mengantarkanku ke segala yang paling tepat, ke pelukan yang paling hangat, ke genggaman yang paling erat.Halaman 25
Terkadang dua orang memang perlu hancur dan berantakan dulu, sebelum akhirnya dipertemukan dengan versi terbaiknya masing-masing.Halaman 26
Sekarang aku tahu, mengapa semesta mempertemukan kita. Sesederhana karena kita bisa saling mengobati luka itu, meski terasa perih.Halaman 27
Dia mungkin bukan orang pertama yang ku temui, tapi rupanya semesta sengaja mengirim dia untuk menjadi yang terakhir.Halaman 28
Hujannya lebat, anginnya kencang, petirnya juga menyambar. Namun, bersama dia yang paham jika sebuah badai tak mungkin berlangsung selamanya, membuat tugasku hanya memastikan bahwa genggamannya sempurna untuk diriku.———
Bab 4 : Aku, yang kini sudah hidup kembali.
Halaman 29
Teruntuk penulis diary ini, alias diriku sendiri, Andin. Terimakasih untuk segala rasa yang telah kau perjuangkan. Terimakasih untuk sabar yang begitu hebat dan senyuman yang selalu kau berikan. Sungguh, kamu adalah secercah cahaya harapan bagi dirimu sendiri.Halaman 30
Ndin, terimakasih sudah selalu berusaha untuk mencintai dirimu sendiri. Terimakasih sudah bertahan dalam kencangnya badai yang silih berganti. Teruslah bertumbuh, Andini Zafira.- To be Continue -
Kalian paling suka tulisan di halaman berapa? Komen dong, aku pengen tau hihii:)
Fyi, beberapa tulisan diatas bahkan sudah ada sebelum cerita ini dibuat. Ya bisa dibilang, inilah salah satu hal yang meyakinkanku untuk menulis lagi:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Hadirnya kamu buat aku sadar, kalau luka itu bisa pulih ketika menemukan 'rumah' yang tepat." - Andini Zafira Pratama *** Aldebaran Rahardja, seorang pria bertubuh tinggi yang namanya tidak asing, terlebih bagi kalangan pengusaha kelas atas. Berbed...