Kini Aldebaran berada di kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan mata yang menatap langit-langit kamar. Moodnya masih sangat baik, sebab pertemuannya dengan Andin tadi sore.
Raganya mungkin boleh berada disana, tapi pikiran dan jiwanya seakan tertinggal di rumah sakit bersama Andin, seseorang yang kehadirannya sangat tidak disangka.
Dengan mudahnya, ia mampu membuat pria kaku itu tersenyum lebar bahkan tanpa perlu banyak bicara. Rupanya semesta telah bekerja dengan luar biasa untuk mempertemukan mereka berdua.
"Andini Zafira..." ucap Aldebaran dengan suara beratnya.
"Apa gue coba chat aja ya?"
"Ck, gak usah deh takut ganggu, dia shift sore, pasti jam segini juga belum pulang.""..."
"Arghhh, chat aja lah.."
Aldebaran mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk memulai pembicaraan, meski hanya melalui chat. Pikirannya terlalu riuh dengan Andin dan segala tentangnya.
"Assalamualaikum Andin, ini saya Aldebaran."
Ia menunggu respon dari pesan itu dengan penuh harapan. Lima menit, sepuluh menit, setengah jam, satu jam, hingga Aldebaran ketiduran.
Pagi ini Aldebaran terbangun dengan handphone yang masih tergeletak di sampingnya. Pria bertubuh tinggi itu langsung membuka roomchatnya dengan Andin, tapi ternyata masih belum ada balasan apapun dari orang tersebut.
"Andin emang beda dari cewek lain." batinnya.
Bagaimana tidak? Disaat banyak perempuan berusaha untuk mendapatkan Aldebaran, seorang pengusaha sukses yang tampan, baik, berwibawa, dan kharismatik, dokter cantik itu justru seperti menghindar darinya.
Darisini Aldebaran sadar bahwa wanita satu itu memang tidak mudah untuk didapatkan.
Menyerah? Bukan Aldebaran namanya. Dirinya justru semakin penasaran dengan sosok wanita berambut pendek itu.
"Apa dia gak suka sama gue? Atau malah risih? Tapi kenapa ya.."
***
Siang ini Aldebaran kembali bernisiatif untuk mengirimkan makanan pada Andin. Rupanya Aldebaran tidak terlalu mempedulikan permintaan Andin tempo hari.
Dari kantornya, Aldebaran memesan makanan kesukaan Andin untuk dikirimkan ke tempat kerjanya di rumah sakit.
Selama ini, pria itu hanya berbekal pada list makanan favorit Andin yang diberikan oleh Rendy. Tapi ternyata ada satu makanan favorit Andin yang belum Aldebaran tau, yaitu ceker ayam pedas. Hal ini baru ia ketahui saat bertemu Rania kemarin.
Karena menunggu antrian dokter orthopedi cukup lama, Aldebaran berjalan keliling rumah sakit seperti biasa. Ya selain bosan, dirinya juga berharap bisa bertemu dengan Andin.
Namun bukannya Andin yang ia temui, justru malah Rania yang baru selesai melakukan kunjungan pasien.
Sebenarnya Aldebaran merasa malas untuk bertegur sapa dengannya, ditambah moodnya yang sedang kurang baik kala itu. Tapi apalah daya, Rania sudah terlanjur melihatnya lebih dulu.
"Heii, Aldebaran.." sapa Rania sambil melambaikan tangannya.
Aldebaran menoleh, mencoba tersenyum meski harus sedikit dipaksa. Mereka pun mengobrol di sebuah lorong rumah sakit.
"Eh kamu temennya Andin kan? Kok tau nama saya?"
"Iya, gue sempet nanya sama Andin kemaren.""Oiya kenalin, gue Rania.."
"Panggil Al aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Hadirnya kamu buat aku sadar, kalau luka itu bisa pulih ketika menemukan 'rumah' yang tepat." - Andini Zafira Pratama *** Aldebaran Rahardja, seorang pria bertubuh tinggi yang namanya tidak asing, terlebih bagi kalangan pengusaha kelas atas. Berbed...