Aldebaran dan Andin telah sampai di taman itu. Mereka berjalan menuju sebuah bangku berwarna putih yang biasa mereka tempati.
"Kamu duduk dulu ya, saya kesana bentar."
"Mau kemana mas?"
"Sebentar aja, saya gak lama kok."
Andin duduk di bangku itu dan membiarkan Aldebaran pergi sejenak. Benar saja, tak lama setelah itu, Aldebaran kembali dengan dua buah es krim di tangannya.
"Kesukaan kamu kan ini?" ucapnya sambil tersenyum.
"Masss, makasih yaa."
"Iya sama-sama, dihabisin ya, jangan sedih lagi."
Itulah salah satu love language yang dimiliki Aldebaran, act of service. Pria itu seperti sudah paham bagaimana cara membuat pasangannya tersenyum lagi.
Mereka menatap sekelilingnya sambil memakan es krim vanila itu. Hembusan angin yang membuat rambut Andin jadi sedikit berantakan itu, entah kenapa justru membuatnya terlihat semakin cantik.
Sesekali Aldebaran menyibakkan rambut Andin ke belakang telinganya dengan lembut, kemudian memandangi setiap inci kulit wajah Andin.
"Kamu cantik sekali ndin." batinnya.
Menyadari sedang ditatap oleh pria disebelahnya, Andin pun mulai menggodanya.
"Kenapa diliatin terus? Cantik ya?"
"Siapa yang ngeliatin?"
"Kamu.""Idih geer."
"Masa iya?"
"Iyaaa.""Dijawab dulu pertanyaan aku tadi."
"Apa?"
"Aku cantik gak?"
Sejujurnya Aldebaran terlalu gengsi untuk mengatakan itu, tapi sepertinya ia tidak punya pilihan lain kali ini. Daripada dicuekin Andin berhari-hari mending jujur aja, pikirnya.
"Cantik.."
"Ha, apa? Aku gak denger mas." ledek Andin.
"CANTIKKK."
"Beneran? Bohong gak?"
"Menurut kamu?" ucapnya sambil memasang muka serius.
"Hehehehe, enggak sih, aahhh masss." ucapnya gemas sembari mendusel lengan Aldebaran.
Andin menunjukkan sikap manjanya dengan terus bergelayut di pundak Aldebaran, sedangkan pria itu lebih menjaga perilakunya mengingat mereka sedang ada di tempat umum. Mungkin benar kata Farhan, kalau Aldebaran itu hanya 'jago kandang' saja.
Saat sedang menghabiskan es krimnya, Andin melihat ada seorang anak perempuan yang sedang berfoto diujung sana. Anak kecil itu memegang sebuah piala yang disambut dengan tatapan bangga dari kedua orang tuanya.
"Keren ya mas, masih kecil udah pegang piala, pasti orang tuanya bangga banget." ucap Andin.
Mendengar kalimat itu, Aldebaran yang sedang fokus pada es krimnya pun langsung menoleh. Ia tersenyum sambil melihat pemandangan yang sama dengan Andin.
"Kamu juga keren ndin, di usia yang masih muda udah jadi dokter, pasti orang tua kamu juga bangga kan."
Andin menoleh ke arah Aldebaran sejenak, kemudian kembali menatap pemandangan di depan sana.
"Banyak orang yang mikir kalo aku jadi dokter itu atas kemauan aku sendiri, mungin karena mereka liatnya aku cinta sama dunia kedokteran. Padahal sebenernya, aku hanya sedang memaksa diriku sendiri untuk mencintai dunia itu mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Hadirnya kamu buat aku sadar, kalau luka itu bisa pulih ketika menemukan 'rumah' yang tepat." - Andini Zafira Pratama *** Aldebaran Rahardja, seorang pria bertubuh tinggi yang namanya tidak asing, terlebih bagi kalangan pengusaha kelas atas. Berbed...