17. Penyesalan Terbesar Sarah

909 197 15
                                    

Hari ini Andin bangun sedikit lebih siang karena baru pulang jam 12 semalam. Andin cukup kelelahan bekerja sehingga tidurnya nampak sangat pulas.

Tanpa sadar, sedari tadi ada seseorang yang sedang memperhatikan dirinya tertidur. Ia duduk di samping Andin sambil sesekali membelai kepalanya.

Dia adalah, Sarah!

Belaian lembut wanita itu rupanya telah mengusik tidur Andin, sampai membuat dirinya terbangun.

"Mama?"

Andin yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya itu tentu bingung dengan kehadiran mamanya disana, sebab hal itu memang tidak pernah terjadi seumur hidupnya.

"Mama udah daritadi disini?"

Dengan kondisi yang masih cukup lemas, Andin perlahan bangkit dari posisi tidurnya, kemudian duduk sambil menyandarkan tubuhnya ke headboard ranjang.

"Ada apa ma? Mama perlu sesuatu?"

Sarah menatap Andin lekat. Sungguh putrinya itu adalah anak yang sangat manis. Tidak pernah sekalipun Andin membencinya, meskipun ia telah memberikan banyak luka.

Rasa penyesalan itu semakin menyelimuti dirinya. Kemana saja ia selama ini? Sampai tega membiarkan putrinya 'tumbuh' sendiri, bahkan masih membebaninya dengan berbagai tuntutan.

"Maa?"

Sarah langsung memeluk Andin erat. Tangisnya pecah saat putri kecilnya mengusap punggungnya pelan.

"Mama kenapa? Lagi ada masalah?"

"Maafin mama ya ndin.."
"Maaf? Soal apa?"

Sarah melepas pelukannya kemudian menceritakan apa yang terjadi tadi malam. Tentang rasa penyesalannya sebagai seorang ibu, juga soal Farhan yang datang dan menjelaskan semuanya.

"Mama gagal jadi ibu yang baik buat kamu."

"Maa? Kok ngomongnya gitu sih?"
"Mama banyak salah sama kamu ndin."

"Ma, buat aku, mama itu tetep ibu yang terbaik. Udah jangan nangis dong ma, nanti aku ikutan nangis nih.."

"Mama udah terlalu banyak nuntut kamu dari kecil, mama cuma nurutin ego mama sendiri tanpa mikirin perasaan dan kebahagiaan kamu."

Sarah menangis sampai terisak, membuat Andin tentu tidak tega melihatnya.

"Apa yang udah terjadi gak usah disesali ma, kita juga gak bisa putar waktu kan?"

"Andin juga bersyukur pernah ngelewatin itu masa-masa itu ma, karena darisitu aku belajar tentang 'ikhlas'. Pelan-pelan Andin coba untuk nerima semuanya, dan terbukti kan Andin bisa bertahan sampai sekarang?"

"Maafin mama ya sayang."

"Andin selalu maafin mama kok, bahkan sebelum mama minta maaf. Jangan pernah bilang gitu lagi ya ma, Andin sedih dengernya."

"Makasih ya sayang."

Mereka kembali berpelukan. Suasana hangat begitu terasa diantara keduanya.

"Oiya, semalem juga adiknya Al kesini, dia jelasin semuanya ke mama."

"Astaga aku baru inget semalem Farhan kesini. Aku lupa nanya lagi ke dia.." batin Andin.

"Maafin mama ya, selama ini gak mau denger penjelasan dari kamu."

"Mama udah tau semuanya?"

Sarah mengangguk dengan air mata yang juga ikut menetes. Andin yang melihat itu pun langsung mengusap air mata mamanya.

"Mama akan coba untuk menerima Al, tapi pelan-pelan ya ndin, mama butuh waktu."

"Iya ma, aku tau ini juga gak gampang buat mama. Tapi makasih ya ma.."

Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang