32. Bukti Semakin Kuat

713 139 6
                                    

Sesampainya di rumah, Aldebaran dan Farhan langsung duduk terkapar di ruang tamu. Mereka terlihat kelelahan akibat perkelahian yang baru saja terjadi. Napas mereka masih tersengal-sengal dan wajah mereka juga menunjukkan bekas-bekas pertempuran yang baru mereka lalui.

Andin yang mendengar kepulangan suaminya, segera bergegas menghampiri suaminya di ruang tamu.

"Masss, udah pul—" kata Andin sambil berjalan cepat menuju ruang tamu.

Belum selesai berbicara, Andin dibuat terkejut melihat kondisi suami dan adik iparnya yang sudah lemas tak berdaya.

Wajah suaminya penuh luka memar, sedangkan Farhan juga tak kalah parah dengan beberapa bekas pukulan di sekujur tubuhnya. Andin duduk di sebelah Aldebaran dengan ekspresi panik dan khawatir.

"Ini kenapa jadi pada bonyok-bonyok gini? Habis ngapain sih kamu, hah? Berantem sama siapa?" tanyanya dengan nada cemas, matanya menelusuri setiap luka di wajah keduanya.

"Nggak apa-apa, cuma luka kecil aja kok." kata Aldebaran sambil mencoba tersenyum, meski dirinya terlihat sedang menahan rasa sakit.

"Kecil darimana sih, orang bonyok semua gitu.."

Tanpa membuang waktu lagi, Andin langsung mengambil kotak P3K di lemari dekat televisi. Nalurinya sebagai dokter langsung keluar. Ia mulai membersihkan luka-luka Aldebaran dengan telaten. Setiap gerakannya penuh perhatian, meskipun hatinya gelisah melihat suaminya dalam keadaan seperti itu.

Dengan lembut, Andin membasahi kapas dengan antiseptik dan mulai membersihkan luka di pipi Aldebaran.

"Awhh... awh..." rintih Aldebaran saat antiseptik mengenai lukanya, wajahnya meringis menahan sakit.

"Ehh, awh, sakit ya?" tanya Andin dengan nada lembut, meski terlihat cemas.

"Ya menurut kamu?"
"Makanya jangan berantem terus. Suami aku itu pengusaha, bukan tukang berantem!"

Andin terus menggerutu dengan matanya yang tidak pernah lepas dari luka-luka di wajah Aldebaran. Bagi Aldebaran, melihat istrinya mengomel dengan wajah penuh perhatian seperti itu sangatlah menggemaskan, meskipun situasinya sedang tidak menyenangkan.

"Malah ketawa dia..." ucap Andin sambil menekan luka di pipi Aldebaran sedikit keras, membuat Aldebaran seketika meringis kesakitan.

"Aduhhh, sakit!" keluh Aldebaran.
"Biarin aja, biar kapok!" timpal Andin kesal.

Di sisi lain, Farhan yang juga terluka mulai mengomel sendiri karena tidak ada yang membantu mengobati lukanya. Dengan wajah penuh luka lebam, dia membersihkan luka di lengannya sendiri dengan kasar.

"Ya Allah, hari-hari disuruh jadi patung mulu, ngeliatin orang pacaran." gerutunya dengan nada kesal, matanya melirik ke arah Aldebaran dan Andin yang tampak sedang sibuk sendiri.

Andin melirik ke arah Farhan sejenak, merasa bersalah karena terlalu fokus pada suaminya.

"Han, maaf ya, habis ini aku obatin lukamu juga."
"Santai aja mba, gue bisa diri sendiri kok.." jawab Farhan, meski jelas terlihat ia berharap ada yang memperhatikan dirinya juga.

Setelah beberapa saat, Andin akhirnya selesai mengobati luka-luka di wajah Aldebaran. Ia menatap suaminya dengan mata penuh kekhawatiran dan sedikit kesal.

"Lain kali jangan nekat lagi ya mas. Aku nggak mau lihat kayak gini lagi."
"Iya saya minta maaf ya.."

"Kalian ini sebenernya habis ngapain sih, kok bisa sampai begini? Ada apa?"

Aldebaran pun mulai menceritakan apa yang baru saja terjadi, tentang dia dan Farhan yang tiba-tiba dihadang oleh sekelompok preman, hingga fakta baru yang mereka dapatkan dari preman yang berhasil Aldebaran tangkap.

"Tadi waktu dijalan pulang, kita dihadang sama beberapa preman. Mereka maksa kita turun dari mobil dan ngancem juga. Tapi untungnya saya sama Farhan berhasil ngelawan mereka, ya meskipun jadinya begini."

"Terus?"
"Saya berhasil nangkep salah satu preman itu dan dia ngaku kalau mereka disuruh sama Malik."

"Malik lagi?"
"Iya, Malik punya dendam pribadi sama kita karena ternyata dia suka sama kamu tapi gak pernah ditanggepin, jadi dia berusaha untuk misahin kita sekarang."

Andin tentu saja terkejut dan tidak habis pikir mendengar penjelasan suaminya.

"Aku baru tahu kalau ternyata Malik suka sama aku mas, aku bener-bener nggak nyangka dia akan senekat itu."

"Saya juga nggak nyangka ndin, saya kenal aja nggak, pernah ketemu juga nggak, tiba-tiba diteror kayak gini."
"Maafin aku ya mas, gara-gara aku jadi begini sekarang."

Aldebaran menatap Andin dalam, genggamannya di tangan Andin semakin kuat.

"Hey, ini bukan salah kamu. Malik yang bermasalah, dia yang nekat sampai kayak gini. Yang penting sekarang kita harus lebih waspada ya."

"Tapi kita nggak bisa biarin dia terus-terusan begini mas. Kita harus segera ambil tindakan."

"Iya, tapi kita juga nggak bisa gegabah, yang ada kita bisa salah langkah.. Udah kamu tenang aja ya, saya pastikan Malik akan dipenjara, dia juga udah ngelanggar kode etik dokter kan?" ucap Aldebaran tegas.

Andin mengangguk pelan, mencoba menenangkan diri meski rasa khawatir masih terlihat jelas di wajahnya.

"Lagian dokter macam apa coba berani neror orang, dasar dokter gadungan!" celetuk Farhan.

"Kita akan cari bukti-bukti yang lebih kuat supaya Malik bisa cepet ditangkep. Tapi kamu harus janji sama saya, akan baik-baik aja ya ndin.."

"Kamu juga harus janji akan hati-hati mas. Jangan kayak gini lagi, aku nggak kamu kenapa-napa."

Aldebaran tersenyum dan mengangguk. "Iya, saya janji. Saya akan hati-hati dan pastiin semuanya aman."

Farhan yang melihat keromantisan di depannya pun hanya bisa terdiam sambil tersenyum masam.

"Gue pindah ke mars aja apa ya? Gini amat hidup di bumi, tiap hari cuma ngeliatin orang ngebucin." kata Farhan.

"Makanya punya istri, jadi bisa gini nih.. Gak bisa kan lo?" balas Aldebaran sambil memeluk Andin dan mencium pipinya beberapa kali.

"Sialan emang lo!" ucap Farhan menjawab sambil menggelengkan kepalanya.

"Lagian kalo lo pindah ke mars, nanti siapa yang jadi nyamuk kalo gue lagi romantisan sama Andin?"

"Kurang ajar emang manusia satu ini! Jadi gue disuruh jadi nyamuk doang? Enak aja! Mendingan gue cari jodoh di mars, kali aja disana ada yang mau sama gue."

"Ada tuh, alien.."
"BABIIII!"

Andin terkekeh mendengar candaan suaminya dan adik iparnya.

"Kalian ini ada-ada aja deh. Tapi makasih ya han, udah jagain mas Al. Aku tahu kamu juga pasti capek."

"Santai aja mba, gue aman kok." ucapnya sambil mengangat jempolnya.

Aldebaran menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Besok kita lanjutin rencana ini lagi ya. Malam ini tenangin diri dulu sambil mastiin semuanya siap untuk ngadepin Malik."

Andin menggenggam tangan Aldebaran erat. Matanya menatap suaminya dengan penuh harap.

"Aku percaya sama kamu mas. Kita pasti bisa ngelewatin ini sama-sama."
"Iyaa.. Ya udah, istirahat yuk ke kamar, saya capek." ajak Aldebaran.

Andin mengangguk dan mereka pun pamit ke Farhan untuk beranjak ke kamar mereka.

"Istirahat atau mau ngapain lo Al? Masih sore nih.." goda Farhan.

Aldebaran dan Andin hanya bisa menahan tawa malu sambil berlalu meninggalkannya.

Malam itu, suasana di rumah Aldebaran mulai sedikit mencair. Mereka tahu bahwa tantangan besar masih menunggu di depan, tetapi dengan tekad yang kuat, mereka yakin pasti akan bisa menghadapi apapun yang datang.


- To be Continue -

Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang