37. Aldebucin

664 131 19
                                    

Hari ini Aldebaran pergi ke kantor karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Seperti biasa, Andin membantu Aldebaran merapikan kemejanya.

Andin harus memastikan semua kancing baju suaminya itu terpasang dengan sempurna. Sebab jika Aldebaran sendiri yang memasangkannya, pasti ia akan menyisakan 2 kancing teratas yang tentu akan membuat Andin kesal.

"Kamu kenapa senyum-senyum terus sih mas?"
"Emang gak boleh senyum-senyum sama istri sendiri?"

"Genit deh.." ucap Andin sambil mencubit lembut perut buncit suaminya itu.

Sejak Andin hamil, bukan hanya berat badannya saja yang bertambah, tapi Aldebaran juga. Ia tampak lebih mengembang dari sebelumnya, seperti roti yang diberi baking soda terlalu banyak.

Sebenarnya itu cukup mengganggu Aldebaran, apalagi ditambah dengan tingkah adiknya yang seringkali menggodanya. Namun, tiap kali Aldebaran berkata bahwa dirinya ingin diet, Andin selalu melarangnya. Seperti pembicaraan mereka tempo hari..

"Ck, ngapain sih kamu diet-diet begitu? Gak usah lah mas, aku lebih suka kamu gemoy kaya gini."
"Gemoy? Gendut maksud kamu?"
"Gemoy massss, aku gak bilang kamu gendut."

Aldebaran mendengus kesal karena lagi-lagi keinginannya itu ditentang keras oleh sang istri yang rupanya tidak akan membiarkan dirinya gendut sendiri saat hamil.

"Dulu itu kamu terlalu kurus mas, kaya gak keurus. Gak enak juga buat sandaran, kurang empuk." bisiknya sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Terserah lah, yang penting kamu bahagia."

...

Sejak Aldebaran pergi ke kantor pagi tadi, Andin merasa bosan sendirian di rumah. Kebetulan, Farhan juga sedang tidak berada di rumah karena ada acara di luar kota bersama teman-temannya.

Andin sudah mencoba mengikuti pesan suaminya untuk beristirahat saja.

"Ingat, jangan capek-capek. Istirahat aja. Kalau butuh sesuatu minta tolong bibi, jangan ngelakuin sendiri." pesan Aldebaran sebelumnya.

Namun, rasa bosan itu rupanya semakin kuat. Akhirnya, Andin memutuskan untuk membersihkan kamarnya sambil mengisi waktu.

"Ah gapapa deh pelan-pelan, daripada bosen." gumamnya.

Saat sedang membereskan lemari, Andin tidak sengaja menemukan sebuah buku diary berwarna cokelat muda yang tampak sedikit usang.

Andin tersenyum saat membuka halaman pertama buku itu. Memorinya seolah kembali ke sosok Andin beberapa tahun lalu ketika ia masih sering menulis.

Sejak dulu, Andin memang suka dengan kalimat-kalimat puitis dan kerap menuangkannya dalam bentuk tulisan. Selain menyukai apapun yang berkaitan dengan design, menulis adalah salah satu hobinya yang tersembunyi.

Saat membolak-balik halaman, Andin menemukan beberapa kutipan yang pernah ditulisnya, salah satunya..

"Aku seorang dokter, aku bisa mengobati luka-luka pasienku sampai sembuh. Tapi sayangnya, aku gak bisa mengobati lukaku sendiri."

Kutipan itu membuat Andin terdiam. Ia teringat akan masa-masa berat yang pernah dilaluinya, dimana menulis adalah pelariannya. Dia tidak menyangka bisa melewati hari-hari itu dan kini telah mendapatkan kebahagiaan berkali-kali lipat.

Tanpa disadari, air mata mulai mengalir di pipinya. Andin terharu dan merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah mampu bertahan sampai sejauh ini.

Andin kembali membuka halaman lain dan menemukan lebih banyak kenangan yang membuatnya tersenyum.

Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang