42. Lukisan

590 132 3
                                    

Kehamilan kini sudah memasuki trimester ketiga. Perutnya yang semakin membesar, membuat Andin merasa semakin dekat dengan kehadiran buah hatinya. Setiap gerakan kecil dari bayi dalam perutnya, menjadi pengingat akan kebahagiaan telah menantinya.

Pagi ini, Andin terbangun lebih dulu karena merasakan gerakan kecil dari bayi dalam perutnya. Ia tersenyum, kemudian mengusap perutnya lembut.

"Hey sayang, makasih ya udah bangunin mama pagi ini."

Sementara itu, Aldebaran masih terlelap. Namun, pagi ini ia harus pergi ke kantor karena ada rapat penting dengan klien.

Andin mulai membangunkan Aldebaran dengan lembut. Ia mendekatkan wajahnya kemudian berbisik, "Mas, bangun yuk. Kamu kan ada meeting hari ini."

Merasakan sentuhan dari istrinya, Aldebaran pun mulai menggeliat dan membuka matanya perlahan. Sebenarnya ia merasa malas dan tidak ingin pergi, mengingat dirinya ingin lebih punya banyak waktu di rumah bersama Andin, apalagi dengan kondisi kehamilan istrinya yang semakin membesar.

"Males banget saya, ndin. Pengen di rumah aja." jawab Aldebaran dengan suara serak karena baru bangun tidur.

Andin tersenyum sambil mengelus pipi suaminya.

"Aku tahu mas. Tapi kamu harus dateng dan tepatin janji ke client. Kamu kan bos, harus bisa jadi contoh yang baik buat karyawan-karyawan kamu."

Aldebaran menghela napas panjang dan akhirnya bangun dari tempat tidur.

"Iya sih, gak enak juga saya cancel tiba-tiba."
"Ya udah makanya siap-siap yuk. Kamu mandi dulu, biar aku siapin sarapan."

Aldebaran mengangguk dan menuju kamar mandi. Sementara itu, Andin beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan sekaligus bekal untuk suaminya. Dengan cekatan, ia memasak nasi goreng seafood yang menjadi favorit Aldebaran.

Setelah Aldebaran selesai mandi dan berpakaian rapi, ia menuju dapur dan melihat Andin yang sedang sibuk menyiapkan sarapan di meja. Aroma nasi goreng, telur mata sapi, dan kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan. Andin terlihat tekun dengan apron yang terikat di pinggangnya, menambahkan sentuhan terakhir pada sarapan pagi itu.

Aldebaran tersenyum melihat pemandangan itu. Dengan langkah perlahan, ia menghampiri sang istri dari arah belakang. Tanpa berkata-kata lagi, ia langsung memeluk Andin dengan hangat dan menjatuhkan pipinya ke bahu Andin.

"Sibuk banget ya, bu dokter?
"Eh mas, udah selesai mandi kamu?"
"Baru aja."

"Ya udah sarapan yuk, udah aku siapin semuanya."
"Siappppp dokter Andin!"

Mereka berdua duduk dan menikmati sarapan bersama. Percakapan ringan mengalir di antara suapan makanan, dan Aldebaran merasa tenang dan bahagia dalam kebersamaan itu.

Selesai makan, Andin segera beranjak untuk mengambil kotak bekal suaminya.

"Oiya mas, ini bekal untuk kamu. Jangan lupa dimakan ya."

"Repot-repot segala kamu."
"Nggak repot mas, lagian kan jarang-jarang juga kamu ngantor sekarang."

"Makasih ya, pasti saya makan nanti siang."
"Oke sayang."

Sebelum berangkat, Aldebaran memeluk Andin dengan lembut dan mencium keningnya.

"Jaga diri kamu dan bayi kita baik-baik ya."

Andin membalas pelukan itu, "Pasti, mas. Semangat ya kerjanya, aku tunggu kamu di rumah."

***

Setibanya di kantor, Aldebaran langsung menghadiri rapat penting yang berlangsung selama hampir dua jam. Selesai rapat, dia langsung kembali ke ruangannya dan membuka kotak bekal dari Andin.

Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang