"Saya mau cerita juga, boleh?"
Andin melepas pelukan hangat itu. Menatap kedua bola mata Aldebaran, kemudian mengangguk.
"Mungkin orang diluar sana selalu mikir kalo hidup saya itu sangat bahagia ndin. Berkecukupan, bisnis dimana-mana, tapi orang gak pernah tau cerita dibalik itu semua."
Pandangan Aldebaran tertuju pada sebuah titik didepan sana, dengan tatapan yang kosong.
"Saya gak pernah ngerasain punya keluarga yang utuh. Mama saya meninggal karena kecelakaan, waktu Farhan umur 1 tahun. Saya pikir itu udah jadi titik terendah dalam hidup saya, tapi ternyata saya salah."
"Gak lama setelah itu, papa menikah lagi dan pergi ninggalin kita gitu aja. Saya dan Farhan diasuh sama oma opa."
"Ketika itu, saya hanya bisa ikhlas dan berusaha menerima takdir."
"Tapi ternyata, itu juga gak berlangsung lama. Waktu saya masih kuliah, opa meninggal karena sakit, setahun kemudian oma nyusul opa."
"Mereka cuma ninggalin perusahaan yang akhirnya saya lanjutkan sampai sekarang."
Mata Aldebaran yang selalu terlihat tegar pun memerah. Suara beratnya juga kelamaan terdengar semakin parau. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Dari kecil saya udah dipaksa untuk jadi dewasa. Saya harus bisa mengerti kondisi semua orang. Semua beban kayak bertumpu di pundak saya, apalagi sejak oma pergi."
"Saya harus urus perusahaan sendiri, ditipu orang karena gak punya pengalaman saat itu, belum lagi mesti jagain Farhan."
Aldebaran terdiam sejenak. Menghela napasnya, sembari meyakinkan dirinya sendiri untuk menceritakan hal ini.
"Mungkin setelah ini kamu akan menjauh dari saya kalo tau cerita ini."
"Kenapa gitu?" ucap Andin bingung.
"Dulu, waktu Farhan masih SMA, dia kena bully sama temen-temennya karena ketauan masuk geng motor."
"Dia pulang ke rumah dengan muka yang udah bonyok. Saya bener-bener gak terima dan besoknya saya dateng ke sekolahnya."
"Saya ketemu sama temen-temennya yang bully itu. Disitu saya gak bisa kontrol emosi. Saya pukul mereka semua dengan tangan kosong. Saya tau saya salah, tapi siapa yang terima liat adik satu-satunya diperlakukan seperti itu?"
Andin mencoba memahami setiap perkataan Aldebaran. Melihatnya dari berbagai sisi, tanpa menghakimi siapapun.
"Iya aku ngerti mas.. Terus?"
"Beberapa hari setelahnya saya di penjara."
"Hah, kok bisa? Kenapa?"
"Mereka semua playing victim dan gak mau ngakuin kesalahan mereka. Saya udah coba untuk cerita sejujur-jujurnya di hadapan polisi, tapi saya tetep ditahan karena salah satu orang tua mereka pejabat tinggi."
"Tapi saya gak takut, saya yakin kejujuran itu gak pernah salah."
"Kurang dari seminggu saya dibebasin karena terbukti gak bersalah dan dibantu sama pengacara saya juga."
"Tapi saya bersyukur ndin."
"..."
"Karena kejadian itu, Farhan jadi deket lagi sama saya. Dia jadi sadar kalo abangnya yang selama ini dia pikir gak pernah merhatiin dia, ternyata adalah satu-satunya orang yang masih peduli dan sayang sama dia."
"Dia tau kalo dia salah, dan sejak itu dia mulai berubah."
Kisah Aldebaran ini sungguh menyadarkan Andin bahwa ia tidak sendiri. Ada banyak orang diluar sana yang juga memiliki kisah serupa dengannya atau bahkan jauh lebih memilukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Hadirnya kamu buat aku sadar, kalau luka itu bisa pulih ketika menemukan 'rumah' yang tepat." - Andini Zafira Pratama *** Aldebaran Rahardja, seorang pria bertubuh tinggi yang namanya tidak asing, terlebih bagi kalangan pengusaha kelas atas. Berbed...