9. Aku, Kamu Menjadi Kita

1.2K 207 42
                                    

Benar kata Rania beberapa waktu lalu, bahwa tidak ada usaha yang sia-sia. Buktinya, semenjak Aldebaran mengirim ceker ayam pedas favorit Andin yang belinya harus di Depok itu, hubungan keduanya menjadi semakin intens tanpa sadar.

Meski terkadang Andin sangat lama membalas chat Aldebaran, namun hal itu sama sekali tidak membuat dirinya menyerah.

Seperti hari ini, setelah kurang lebih hampir dua minggu mereka tidak pernah berjumpa lagi, akhirnya Aldebaran berhasil mengajak Andin untuk bertemu.

"Kalau kamu berkenan, saya ingin mengenal kamu lebih dekat." tulis Aldebaran dalam pesan singkat itu.

Ketika membaca pesan tersebut, Andin sedang berada di kantin rumah sakit bersama Rania. Mereka duduk berhadapan sehingga perubahan raut wajah Andin langsung disadari oleh Rania.

"Kenapa? Kok langsung dimatiin hpnya?"
"Gapapa."

"Kalo gak ada apa-apa, gak mungkin muka lo sampe berubah gitu. Siapa sih yang chat?" lanjut Rania.

Andin tidak menjawab pertanyaan sahabatnya, ia malah menunjukkan pesan itu pada Rania tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Rania tersenyum, meletakkan handphone itu kemudian menatap Andin lekat.

"Ndin, gak ada salahnya kok buka hati."
"Gue cuma takut, Ran." ucapnya lirih.

"Gue tau ini gak gampang buat lo, tapi mau sampai kapan lo begini terus? Kita gak pernah tau kan? Mungkin Aldebaran itu jawaban dari semesta, mungkin aja dia bisa jadi 'rumah' buat lo nantinya?"

"Gue liat Aldebaran itu orang baik kok ndin. Ya logika aja, kalo gak baik ngapain dia sampe ngirimin lo makanan tiap hari, bahkan tau semua yang lo suka. Gue percaya lo bisa ndin. Gak ada salahnya ketemu dulu, kenal dia lebih deket, baru setelah itu lo bisa narik kesimpulan." sambungnya.

Rania berusaha meyakinkan Andin tanpa membuatnya merasa dikekang, hal itulah yang membuat Andin selalu merasa nyaman ketika bercerita pada Rania.

"Makasih ya udah selalu ada dan mau denger semua cerita gue."
"Anytime ndin, jangan pernah ngerasa sendiri ya, gue ada disini kok."

"Jadi, lo mau?"
"Gue akan coba."

***

Mereka bertemu di sebuah taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Andin. Taman bernama Alamanda itu cukup luas, dengan hamparan rumput berwarna hijau yang tampak sangat menyegarkan mata.

Aldebaran sampai lebih dulu dan duduk di sebuah bangku berwarna putih. Perasaannya tak karuan, tidak bisa dijelaskan dalam kata-kata.

"Kenapa jadi deg-degan gini sih? Padahal cuma mau ketemu Andin." batinnya.

Sekitar sepuluh menit Aldebaran menunggu, tiba-tiba ada suara yang sangat tidak asing memanggilnya dari arah belakang.

"Mas Al?" sapa perempuan itu.
"Hei, ndin." jawabnya sambil berdiri.

"Udah lama? Maaf ya mas, aku telat karena lagi ada mama di rumah jadi izinnya agak susah tadi."
"Gapapa santai aja, saya juga belum lama kok."

"Oh iya, sebelum kita ngobrol, mau beli es krim dulu gak disana?" kata Aldebaran sambil menunjuk sebuah kedai es krim mini.
"Boleh.."

"Ya udah biar saya yang beliin aja ya, kamu tunggu disini sebentar."

Andin hanya mengangguk. Wanita itu sepertinya masih merasa sedikit canggung dengan sosok pria dihadapannya.

Tak lama kemudian, Aldebaran kembali dengan dua buah es krim vanilla di tangannya.

"Makasih ya mas."
"Sama-sama."

Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang