3. Pengagum Rahasia?

1K 179 26
                                    

Aldebaran berjalan keluar dari ruang rawat adiknya menuju kantin rumah sakit. Ia sengaja kesana karena ingin mencari suasana lain dan merasa lapar.

Perdebatan dengan Farhan yang tak ada habisnya rupanya cukup menguras energinya, sebab Farhan selalu memiliki jawaban atas setiap perkataannya.

Bak melihat bidadari turun dari langit, pandangan Aldebaran seketika terfokus pada seorang dokter yang baru saja keluar dari sebuah ruangan pasien. Sepertinya, dokter itu baru selesai melakukan kunjungan disana.

Siapa lagi kalau bukan dokter Andin!

Mereka saling menyapa meski hanya dengan senyuman, layaknya seorang dokter yang bertemu dengan keluarga pasien.

Anehnya, tubuh Aldebaran ikut berputar ketika Andin telah berjalan melewatinya. Seperti biasa, wanginya pun masih dapat ia cium dengan jelas meski jarak mereka sudah cukup jauh.

Mulutnya tertarik ke arah atas, tanda dirinya tersenyum melihat wanita itu.

Bukannya melanjutkan rencananya untuk pergi ke kantin, pria berkulit sawo matang itu justru mengikutinya secara diam-diam, hingga dokter cantik itu berhenti di sebuah ruang jaga.

Tentu Aldebaran harus menghentikan langkahnya disana, sebab ruangan itu tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.

Namun dirinya menyadari satu hal, bahwa jika Andin masuk ke ruang itu berarti..

"Lagi jam istirahat!" batinnya.

Tidak mau mengganggu waktu istirahat Andin, Aldebaran pun kembali pada tujuan awalnya, yaitu ke kantin.

Aldebaran duduk di sebuah meja yang letaknya paling ujung, setelah dirinya memesan satu porsi nasi goreng.

Belum ada lima menit menyantap nasi goreng itu, pandangan Aldebaran seketika tertuju pada seseorang di ujung sana.

Matanya terbelalak, melihat wanita yang tadi ia ikuti itu juga berada disana, bersama temannya yang berpenampilan layaknya seorang dokter juga.

"Andin..." gumamnya.

Benar-benar aneh, Aldebaran malah jadi panik sendiri melihat wanita yang sebenarnya juga tak menyadari keberadaannya itu. Jantungnya seakan berdetak dua kali lipat lebih cepat dibanding biasanya. Sungguh, wanita itu telah menghancurkan ke-kaku-an dirinya.

Aldebaran berusaha menyelesaikan makannya secepat mungkin, meski ujungnya juga tidak benar-benar habis. Meninggalkan tempat duduknya, kemudian beranjak untuk membayar makanannya.

"Berapa mas?"
"Nasi goreng satu sama es teh manis ya."

"Iya.."
"Jadi 25 ribu mas."

"..."

"Sama yang di meja itu sekalian ya, berapa?"
"Yang mana mas?"

"Ituu, yang ada dua perempuan disana." kata Al sambil melirik ke arah meja itu diam-diam.

"Ohhh, dokter Andin.. Mas-nya kenal?" ucapnya sedikit keras membuat Aldebaran semakin takut ketahuan.

"Ssstttt, gak usah keras-keras, udah jadi berapa semuanya?"

"Oh iya maaf mas, totalnya 80 ribu ya.."

Aldebaran memberikan selembar uang seratus ribuan. Tanpa meminta kembalian, dirinya langsung meninggalkan tempat itu dengan sedikit terburu-buru.

Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang