Keesokan harinya, Aldebaran pergi ke kantor seperti biasa. Kali ini, ia ditemani oleh Farhan karena kebetulan mereka janjian untuk membahas masalah ini lebih lanjut dengan Rendy.
Setibanya di kantor, Aldebaran langsung memanggil Rendy ke ruangannya dan menanyakan perkembangan tentang teror yang dialaminya.
"Gimana Ren, apa udah ada perkembangan lagi soal teror itu?"
"Sejauh ini semua bukti masih mengarah ke satu nama pak, Malik." ucap Rendy dengan tegas."Dia itu beneran dokter?" tanya Farhan.
"Dari informasi yang saya dapat, seperti itu pak." timpal Rendy."Ck, dokter macam apa coba? Dimana-mana dokter itu bantu nyelamatin nyawa orang, ini malah ngancem nyawa."
Aldebaran terdiam sejenak, ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Akhirnya ia memberitahu Rendy dan Farhan tentang Andin yang sepertinya mengenal sosok Malik ini.
"Andin bilang dulu dia pernah punya temen koas namanya Malik, artinya dia dokter juga."
"Loh, mba Andin udah tau masalah ini?" kata Farhan.
"Iya, Andin udah tau. Andin curiga karena liat gue gelisah beberapa hari ini." jawab Aldebaran."Gue nggak khawatir tentang diri gue yang jadi incaran, yang pikirin cuma keselamatan Andin, jangan sampai dia tergores sedikitpun."
Rendy dan Farhan saling berpandangan, memahami betapa seriusnya situasi ini.
"Kita harus segera bertindak dan mastiin kalo Malik gak akan bisa ganggu mba Andin." kata Farhan.
"Iya pak. Kita juga harus hati-hati, apalagi pak Al juga lagi diikutin orang beberapa hari ini. Jangan sampai kita kecolongan dan mereka tahu rencana kita." tambah Rendy.
Aldebaran mengangguk, merasakan urgensi dari situasi ini. Matanya menatap tajam pada dua orang dihadapannya, seolah ingin memastikan bahwa mereka berdua berada dalam pemikiran yang sama.
Mereka bertiga kemudian membahas langkah-langkah selanjutnya dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Aldebaran tahu betul bahwa kesalahan kecil pun bisa berakibat fatal, sehingga semua aspek harus diperhitungkan dengan matang.
...
Hari mulai sore, semua pekerjaan Aldebaran hari itu sudah selesai. Ia pun pulang ke rumah bersama Farhan.
Dalam perjalanan pulang, mereka tiba-tiba dihadang oleh beberapa preman yang memaksa mereka untuk turun dari mobil.
"Turun kalian! Sekarang!" ucap salah satu preman berteriak dengan wajah garang.
Aldebaran dan Farhan saling berpandangan, menyadari akan bahaya yang sedang mengancam. Salah satu preman bahkan berteriak dengan nada mengancam, "Hey Aldebaran! Tinggalin Andin atau kalian mati di sini!"
Sungguh gila!
Aldebaran merasa semakin panas mendengar ancaman itu. Bagaimana mungkin mereka berani menyebut nama istrinya?
"Udah kelewatan ini!" gumam Aldebaran sambil mengepalkan tinju.
Untung saja Aldebaran bersama Farhan, sehingga mereka bisa melawan semua preman itu bersama-sama. Mereka turun dari mobil dengan berani dan siap melawan para preman itu.
Perkelahian tak terhindarkan. Keterampilan bela diri Aldebaran dan Farhan rupanya mampu melumpuhkan gerombolan preman itu satu per satu.
Hebatnya, dalam kekacauan itu, Aldebaran berhasil menahan salah satu preman yang tampak paling ketakutan.
"Siapa yang nyuruh kalian? Cepet bilang atau kamu mau membusuk di penjara?!" tanya Aldebaran dengan nada mengancam sambil menatap tajam ke arah preman yang berhasil ditahan oleh tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Rumahnya -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Hadirnya kamu buat aku sadar, kalau luka itu bisa pulih ketika menemukan 'rumah' yang tepat." - Andini Zafira Pratama *** Aldebaran Rahardja, seorang pria bertubuh tinggi yang namanya tidak asing, terlebih bagi kalangan pengusaha kelas atas. Berbed...