BAB 5: Sama, tapi Beda

6.7K 1K 218
                                    

Same? Yang benar saja!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Same? Yang benar saja!

Juni memang terkenal di kalangan anak kecil, apalagi anak-anak yang tinggal di perumahannya, tapi bukan karena dirinya menyukai makhluk tak berdosa seperti mereka, melainkan karena Juni senang menjahili bocah sampai menangis!

Seperti saat ini, saat dirinya sedang mengantre di sebuah kafe untuk memesan minuman. Sesungguhnya, Juni tidak suka yang manis-manis. Ia hanya berniat memesan Mango Yakult yang mana tidak terlalu manis dan sudah pasti ada rasa asamnya. Namun, khusus hari ini berbeda...

"Ma, Ma. Bomboloninya tinggal tiga."

Dari balik bahunya, Juni mengintip bocah lelaki yang sedang menunjuk-nunjuk etalase samping kasir untuk memberi tahu sang mama. Malang nasibnya, monster bagi anak-anak itu mendengar keinginannya!

"Mbak, sekalian sama Bomboloninya, ya," ucap Juni pada kasir sekaligus melakukan pembayaran.

"Oh, baik, Kak. Mau yang rasa apa?"

"Saya ambil dua, kecuali yang kacang."

"Kita nggak ada rasa kacang, Kak. Yang itu cappucino," jelas perempuan berseragam tersebut seraya menunjuk Bomboloni yang isiannya berwarna cokelat muda dari posisinya.

Sudut bibir Juni pun tertarik mendengarnya. "Oke kalau begitu, saya borong semua."

Niatnya, perempuan itu hanya ingin mempersempit pilihan si bocah untuk memilih. Namun, apalah daya, takdir ternyata sangat berpihak padanya.

Usai Juni mengambil pesanannya, perempuan itu tidak langsung menyingkir dari barisan, tapi terlebih dulu mengeluarkan salah satu Bomboloni dari box dan menggigitnya di depan sang bocah. Juni tahu, dari gelagatnya, sebentar lagi anak itu akan merengek pada ibunya.

Karenanya, sebelum makhluk tersebut tantrum, Juni melemparkan tatapan tajam yang membuat bocah itu hanya mampu menahan tangis.

Puas dengan aksinya, Juni pun segera meninggalkan kafe tanpa peduli ekspresi melongo ibu dari si bocah. Ia memang sedang buru-buru hari ini, ingin menemui sang pujaan hati. Sayangnya, matahari begitu terik hari ini meski baru memasuki pukul 11 siang. Alhasil, Juni pun mampir sebentar ke kafe dekat kantornya untuk membeli minuman segar. Hitung-hitung, tidak hanya untuk melepas dahaga, tapi juga untuk mengisi energi menghadapi lautan anak-anak nanti.

***

William menyesal. Benar-benar menyesal! Bagaimana tidak? Kemarin ia terpaksa mengatakan di sekolah mana dirinya mengajar karena didesak oleh perempuan bernama Junifer Tan.

Di balik bilik meja kerjanya, lelaki itu menghela napas panjang. Masih teringat jelas bagaimana Juni "mengancam" akan datang ke rumah yang alamatnya telah ditulis lengkap oleh William dalam formulir pendaftaran Rumah Jodoh. Tidak ingin menanggung risiko perempuan itu berlaku aneh-aneh, William pun mengalah.

Beginilah nasib dirinya sekarang, mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi.

Ya, perasaannya kini fifty-fifty. Di satu sisi dirinya ragu jika perempuan itu akan datang lagi ke kehidupannya karena jujur saja, Junifer Tan seperti orang yang main-main. Namun, di sisi lain William juga takut kalau Juni benar menepati janji untuk kembali muncul ke hadapannya...

Mengejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang