BAB 41: Hari Sial Juni

4.2K 891 115
                                    

Melihat Juni hanya bergeming, William menyangka jika Juni berpikir lelaki itu ada benarnya karena memang begitulah adanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melihat Juni hanya bergeming, William menyangka jika Juni berpikir lelaki itu ada benarnya karena memang begitulah adanya. Tidak ingin suasana hati Juni jadi buruk karena pembahasan barusan, William pun pamit sejenak, berinisiatif memesan sepotong cake yang menjadi alasan mereka ke tempat ini.

"Saya mau cake-nya dua yang nggak ada unsur kacangnya."

"Untuk cake cuma Red Velvet yang pakai topping kacang dan kebetulan sedang tidak buat hari ini. Selebihnya aman, Kak. Mau yang mana?"

Kemudian William menunjuk sepotong cake di etalase yang ditaburi bubuk berwarna cokelat muda. "Itu apa? Bukan kacang?"

"Taburan Regal, Kak. Ini salah satu best selling kami."

"Oh, boleh, deh. Itu aja dua-duanya kalau begitu," ucap William pada akhirnya.

"Baik, Kak. Silakan ditunggu. Kami antarkan ke meja nanti."

Tidak butuh waktu lama bagi William menunggu kedua cakes-nya di antar ke meja dan memberikannya satu pada Juni. "Biar suasana hati kamu membaik. Tenang, ini bubuk Regal. Aku pastiin dulu biar kamu aman."

Juni mencebik. "Pastiin, sih, pastiin. Tapi kirain tadi kamu nanyain kapan pesanan kita datang. Makanan utamanya aja belum, masa udah pesan dessert aja?"

"Anggap aja sebagai appetizer," balas William lembut.

"Mana ada appetizer ukurannya segini? Rata-rata, tuh, cuma segigit biar nggak kenyang buat nyantap main course-nya," protes Juni. Namun, saat William hendak menarik kembali piring cake Juni, perempuan itu segera menahannya. "Ih, kenapa mau diambil lagi?"

"Kamu, kan, nggak mau." William cemberut.

"Iya, iya, mau." Juni berdecak pelan. "Udah, jangan ngambek."

"Padahal dari tadi kamu yang merajuk."

Juni tidak menanggapi. Ia asyik memanjakan mulutnya dengan suapan demi suapan cake yang terasa lumer sekaligus sedikit crunchy berkat bubuk regal. "Hmm, enak!" puji Juni sambil menutup kedua mata, saking senang dirinya.

Melihat hal tersebut, William pun tersenyum manis sampai lesung pipinya tercetak jelas. "Habisin, ya, Nini."

Alih-alih mengangguk, Juni justru bangkit dari tempatnya saat kue masih tersisa setengah. "Aku mau ke toilet sebentar. Titip, ya? Kebelet!"

Dengan senyum geli, William hanya mengangguk dan membiarkan Juni terburu-buru pergi ke belakang. Tidak heran, sih, kalau Juni mendadak pengin buang air kecil karena AC dalam ruangan cukup dingin dengan pakaian Juni yang sudah kembali memperlihatkan ketiak dan paha, khas Junifer Tan, hingga cairan tubuh perempuan itu tidak keluar sebagai keringat.

Mengejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang