William langsung melepas headphone saat alarm bahaya mulai muncul. Ya, saking lantangnya, suara familier itu bisa tembus ke telinganya walaupun kamarnya memang berada di lantai 1. Tapi balik lagi, William sedang pakai headphone!
Tidak ingin ada orang lain yang menemui ketakutannya yang seharian ini menghantui, William bergegas meninggalkan pertandingan yang sedang seru-serunya. Namun, ia terlambat. Sudah ada yang terlebih dulu menyambut kedatangan Juni.
Posisi pintu utama rumah William yang berada di samping, memudahkan lelaki itu untuk melihat profil wajah Windy yang sedang berhadapan dengan Juni. Tidak salah lagi, adiknya tersebut memang tengah melemparkan tatapan kagum. Terlihat dari mulutnya yang sedikit terbuka serta ujung mata yang samar-samar berbinar.
"Wah, cantiknyaaa," puji Windy, lepas begitu saja dari mulutnya.
"Merci (terima kasih)," jawab Juni, sudah tahu. Kalau saja gadis di hadapannya ini bukan keluarga William—setidaknya begitulah dugaannya mengingat William adalah anak pertama dari dua bersaudara, pasti perempuan itu sudah membalas, "tell me something I don't know" karena terlalu biasa didengar.
Nilai plus kembali didapat Juni dari Windy karena ia berbicara bahasa Prancis dengan pelafalan yang tepat. Fun fact, Windy memang sangat suka series Emily in Paris. Karenanya, ia senang melihat obrolan dengan bahasa tersebut dan kagum pada orang-orang yang mampu bicara fasih sebab dirinya tidak bisa.
Sebelum sempat Windy mengeluarkan pujian kembali, tubuhnya sudah ditarik pelan, menjauh dari pintu utama oleh William yang menyuruhnya untuk masuk ke kamar.
"Ih, kenapa emangnya, Bang Will? Aku, kan, lagi nyambut mbak-mbak cantik itu!" protes Windy yang sedikit membuat Juni diam-diam setengah kesal saat mengintipnya. Meski demikian, ucapan gadis itu selanjutnya mampu mengembalikan senyum Juni, "Oh! Jangan-jangan, mbak cantik itu tamunya Bang Will, ya? Bang Will mau kencan, yaaa?"
William langsung menggeleng kuat sampai rambut tebalnya bergoyang hebat. "Bukan! Udah sanaaa," gemas lelaki itu sambil mendorong-dorong kecil tubuh Windy yang bahkan lebih mungil dari Juni. Alhasil, Windy pun hampir tersandung dan melemparkan tatapan horor pada abangnya, seakan siap mengadukannya pada bunda.
Aduh! Bisa makin panjang urusannya kalau bunda sampai tahu!
"Maaf, maaf. Abang nggak sengaja," ucap William cepat agar Windy tidak marah.
"Untung Bunda lagi tidur sama Wilona. Kalau nggak, aku bilangin!" gerutu Windy sebelum akhirnya berlalu, naik ke lantai 2 di mana kamarnya berada, berseberangan dengan kamar bunda. Tidak, bukan karena menuruti perintah sang kakak, tapi karena sedang merajuk!
Ah, biarlah. Ngambeknya paling tidak lama, jadi William memilih untuk tidak mengejar. Sebab, ada hal yang lebih penting yang harus diurus terlebih dulu!
"Kamu ngapain ke sini?" tanya William ketika sudah berhadapan dengan perempuan yang seharian ini sudah menghantui benaknya.
"Geez! Nggak ada pertanyaan lain apa?" Juni memutar matanya sambil mendengkus. "Tanya kek, gimana perjalanannya sampai sini? Macet, nggak? Udah makan? Mau minum apa?" sindir perempuan itu dengan bibir menipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Jodoh
RomancePrinsip Junifer adalah hidup suka-suka. Tidak pernah pusing akan apa pun, terlebih soal menikah yang bukan tujuan utamanya. Mau, tapi santai saja. Sampai seorang lelaki bernama William Laskar datang ke kantornya, biro jodoh terkenal di kalangan para...