Gue nggak akan berhenti. Tolak gue seribu kali, gue kejar lo sampai inti bumi.
William tersenyum membaca pesan itu. Memang begitulah yang dirinya harapkan.
Sesungguhnya, William terlalu takut untuk bilang apa yang sebenarnya dirasakan. Ia masih meragu pada Juni. William takut perempuan itu akan merasa cepat puas karena sudah merasa berhasil mendapatkannya.
Sederhananya, William takut semua ini akan berhenti. Sebagaimana kekhawatirannya di awal. Bagaimana dugaannya pada Juni yang mengejarnya hanya karena penasaran.
William meletakkan kembali ponselnya di atas nakas sambil mengembuskan napas panjang. Dirinya merasa jahat karena telah menggantungkan perasaan Juni. Namun, William hanya butuh waktu. Sebentar lagi saja. Cuma untuk memastikan segalanya.
Perasaan Juni dan perasaan sendiri.
Di tempat lain, Junior nyaris mengurungkan niatnya tatkala mendapati wajah ketus Juni yang membuat oksigen di sekitar perempuan itu bahkan sungkan untuk dihirup. Tapi dirinya harus tahan banting. Lagi pula, kedatangan Junior ke kamar Juni didasarkan tujuan yang baik.
"Ngapain lo?" semprot Juni saat melihat Junior berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka. "Gue lagi nggak mau berbagi duit. Pergi sana!" usirnya, lantas menyelimuti sepasang kakinya yang berselonjor di ranjang.
"Siapa yang minta duit?"
"Lo tiap datang ke gue, kan, karena butuh duit!"
Junior hanya tersenyum masam. Tidak berani berkilah karena memang begitulah adanya. "Khusus kali ini, gue mau berterima kasih."
Sebelah alis Juni menukik. "Buat?"
"Apalagi?" Junior tersenyum simpul. "Gue tahu, lo sebelum ketemu Bang Will kemarin, mampir dulu ke kampus gue, kan? Banyak saksinya kemarin, yang masih pada nongkrong di kantin. Chintya juga sampai minta maaf ke gue tadi pas papasan di kampus."
Memang benar, itu adalah alasan Juni telat datang ke pertandingan William. Beruntung, ia pernah menjadi anak band. Tahu betul jika biasanya, mereka tidak akan langsung pulang untuk latihan atau sekadar berkumpul di kantin. Dan secara kebetulan atau memang perkiraannya benar, orang-orang yang bermasalah dengan Juju tersebut belum pergi dari area kampus. Juni pun memanfaatkan kemampuannya yang bisa membuat orang jadi tidak punya pilihan serta merasa terintimidasi pada gadis—yang sudah ia pastikan—bernama Chintya tersebut juga komplotannya.
Juni mengangguk. "Terima aja maafnya, tapi jangan lo taksir lagi cewek kayak gitu. Ingat, lo nggak jelek. Cuma gembel aja. Rambut berantakan mulu, jarang mandi, dan agak bego. Tapi selama lo ganteng, lo aman di zaman sekarang," ujarnya, terus terang yang terlalu keterangan.
"Demen amat ngejek orang!" Junior jadi keki dibuatnya. "Gue ke sini mau nawarin bantuan, lho. Anggaplah sebagai rasa terima kasih seorang adik karena udah dibela kakaknya di depan orang lain. Lo lagi butuh apa gitu nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Jodoh
RomancePrinsip Junifer adalah hidup suka-suka. Tidak pernah pusing akan apa pun, terlebih soal menikah yang bukan tujuan utamanya. Mau, tapi santai saja. Sampai seorang lelaki bernama William Laskar datang ke kantornya, biro jodoh terkenal di kalangan para...