BAB 25: Malu, tapi Mau

5.3K 953 157
                                    

"Apa gue bilang? Aturan lo terima gue biar nggak ada yang berani dekatin lo selain gue!" Juni berdecak keras saat William telah menceritakan apa yang tadi pagi terjadi padanya di ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa gue bilang? Aturan lo terima gue biar nggak ada yang berani dekatin lo selain gue!" Juni berdecak keras saat William telah menceritakan apa yang tadi pagi terjadi padanya di ruang tamu. "Lagian, kenapa susah banget buat ngaku kalau lo udah suka sama gue?"

William memang sudah menceritakan apa yang terjadi setelah Juni menuntut penjelasan akan keanehan yang dilakukannya. Tidak ingin merahasiakan apa pun pada perempuan pilihannya, lelaki itu lantas menjabarkan momen yang dihadapinya tadi pagi tanpa ada yang dilewatkan. Termasuk segala ucapan Kintan padanya yang membuat sepasang alis tebal Juni terus-menerus bertaut mendengarnya.

William menunduk mendengarnya. "Maaf. Aku cuma takut kamu pergi setelah dapatin aku."

Juni langsung bangkit sambil berkacak pinggang, menatap William yang tetap duduk di sofa sambil merenungi perkataannya barusan bak bocah raksasa yang sedang diomeli orang tua. "Selama ini lo masih ragu sama perasaan gue? Setelah apa yang gue lakuin buat dapatin lo? Emang usaha gue sebercanda itu???"

William mengembuskan napas dan memberanikan diri menatap Juni yang sedang melotot penuh padanya. "Iya, maaf. Makanya itu aku langsung ngebut ke sini pakai motor. Aku tahu perjuangan kamu, jadi aku juga berjuang sekarang."

"Tetap aja terlambat. Nyokap lo udah sesuka itu sama si Ketan dari cerita lo barusan. Si Ketan juga udah kepincut pasti karena lo seganteng ini. Orang gila mana yang mau nolak lo?" Juni berdecak keras saat pipi William malah bersemu. "Jangan berani-berani lo tersipu karena si Ketan naksir lo, ya! Gue tarik bulu hidung lo nanti!" ancamnya, salah paham.

William cemberut mendengarnya. "Siapa juga yang tersipu karena Kintan," gerutu lelaki itu, kesal sendiri karena Juni tidak menyadari efek perempuan itu sendiri baginya.

Juni lalu mendengkus sambil berbalik badan, menatap pemandangan di luar jendela sambil berpikir keras. "Kalau gitu, kita nggak usah pacaran dulu."

William sangat terkejut sampai refleks bangkit dari tempat duduknya. "K-kita putus?"

Juni pun meliriknya dari balik bahu. "Gue belum nerima lo tadi."

"K-kalau begitu ..." William meneguk ludah susah payah sebelum melanjutkan, "k-kamu nolak aku, kah?"

"No, Silly!" Juni langsung berbalik badan, menatap William yang kembali menjulang di hadapannya. "Gue cuma nggak mau bunda lo makin nggak suka sama gue karena lo langsung pacaran sama gue pas Kintan datang! Karena permasalahannya di sini bukan cuma si Ketan, tapi juga restu. Lo pikir, gue ngejar lo selama ini bukan buat berakhir bahagia hidup berdua sama lo?"

Diam-diam, sudut bibir William berkedut. Susah payah dirinya menahan senyum karena pernyataan Juni yang terkesan bersungguh-sungguh. Meski demikian, William tetap berusaha memahami kondisi Juni yang sedang kebingungan dengan tidak menunjukkan isi hatinya yang tengah berbunga-bunga.

"Aku yakin kamu bisa, Nini." William tersenyum manis sampai lesung pipinya tercetak jelas. "Yang paling penting, kan, perasaan aku gimana. Dan aku sukanya kamu," lanjutnya seraya mengusap tengkuk, salah tingkah.

Mengejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang