BAB 49: Hati yang Dijaga

5K 915 50
                                    

Juni pikir William tidak akan datang lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juni pikir William tidak akan datang lagi. Minimal memberikan jeda bagi Juni untuk melihat sosok menjulang tersebut. Tapi tidak, William terlihat sudah berdiri sambil setengah duduk menyamping pada motornya di pelataran parkir bangunan Rumah Jodoh. Senyum semringah lantas terulas di wajah tampan itu kala melihat Juni sudah ke luar sambil menimang kunci mobilnya, siap untuk pulang.

Di tempatnya, William siap menyapa Juni saat perempuan itu malah melengos seolah tidak melihatnya, berjalan lurus ke arah di mana mobil Juni berada. Tanpa rasa tersinggung, William melangkah lebar menyusul Juni yang memiliki langkah tidak seberapa dibandingnya.

"Aku antar kamu pulang, ya."

"Gue bawa mobil," jawab Juni sekenanya.

"Aku tahu. Maksudnya, biar aku yang nyetirin," ucap William yang sanggup membuat Juni berhenti tepat di samping pintu mobilnya dan mengerling bingung pada William yang kini menyandarkan sisi pinggulnya pada bagian kap. "Sekalian aku mau ajak kamu makan malam di sana. Sampai Tangerang pasti udah malam," lanjutnya usai melirik sekilas arloji di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 17:00 WIB.

Sebelah alis Juni menukik. "Lo, kan, bawa motor."

"Motorku bisa di sini. Udah kugembok. Aman."

Juni mendengkus. "Digembok doang masih bisa diangkat sama maling!"

"Niat banget malingnya."

Juni memutar bola matanya saat William tidak menanggapi serius tegurannya. "Gue nggak mood. Berhenti ngusik gue," tukas perempuan itu sambil membuka pintu bagian kemudi. Namun, William segera mencegahnya.

"Wait, Nini. Itu bukan pertanyaan." Kemudian William menutup pintu kemudi tanpa izin dan berdiri di belakang Juni untuk mendorong pelan kedua bahu mulus tersebut, menuntunnya ke arah pintu samping kemudi, lantas membukanya. "Kamu duduk sini. Biar aku yang nyetir."

Juni berdecak. "Gue lagi capek! Nggak usah aneh-aneh, deh."

"Aku tahu, makanya lebih enak duduk nyantai daripada frustrasi ngehadapin macet, kan?" William tersenyum manis. "Ayo, masuk. Biar kita udah sampai sebelum acaranya mulai."

Kening Juni berkerut. "Mau ke mana, sih?"

"Kamu bakal tahu sendiri jawabannya nanti, Nini Sayang." Melihat Juni hanya terdiam, William pun kembali mendorong lembut lengan Juni untuk duduk. "Sit," titahnya yang langsung ditaati oleh Juni.

Begitu William telah menutup pintu samping kemudi, Juni langsung merutuk. Sialan! Organ sialan! Sejak kapan jantung seorang Junifer Tan jadi semurah ini? Cuma karena mendengar panggilan itu, Juni jadi salah tingkah dan melepaskan kontak matanya dengan William. Oh, please! Juni tidak boleh luluh secepat ini! Setidaknya, William tidak boleh tahu bahwa otak dan hatinya sudah mulai tidak selaras sejak aksi pertama lelaki itu kemarin.

Mengejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang