BAB 35: Tiga Pengagum Will

5K 989 130
                                    

Widia menatap segan sosok Tanti yang sudah tersadar dan memutuskan bergabung di ruang tamu usai William menjelaskan apa yang terjadi pada Nasruddin dan tentunya disaksikan semua orang yang berkumpul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Widia menatap segan sosok Tanti yang sudah tersadar dan memutuskan bergabung di ruang tamu usai William menjelaskan apa yang terjadi pada Nasruddin dan tentunya disaksikan semua orang yang berkumpul.

"Maaf, ya, Mbak. Gara-gara saya Nak Juni jadi ikut kena."

Bukannya marah, Tanti yang sebelumnya terduduk di sebelah Nasruddin lantas bangkit dan duduk di samping Widia yang membuat William sontak bergeser, merapat ke arah Juni yang juga menempati sofa 3 seater. "Ya ampun, Mbak. Sabar, ya? Nggak nyangka ada orang yang bisa segitunya sama istri dan anak sendiri."

Widia tersenyum getir sambil menyentuh punggung tangan Tanti yang meremas pelan bahunya. "Saya udah biasa, Mbak. Saya justru takut Mbak sama Papanya Juni jadi melarang William dekat sama Juni karena ini."

Tanti menggeleng. "Yang salah itu ayahnya William, suamimu, Mbak. Bukan Williamnya. Buat apa kami larang? Toh, Juni juga maunya sama William. Selama bukan William sendiri yang nyakitin Nininya kami, kami bakal tetap dukung hubungan mereka."

Nasruddin pun manggut-manggut mendengarnya. Pria yang selalu melemparkan tatapan hangat dan jenaka itu, kini menatap lurus William yang duduk di hadapannya dengan tatapan serius dan tegas. "Betul kata mamanya Nini. Selama bukan William sendiri yang nyakitin Nini, Om nggak akan larang. Dan soal ayahmu nanti, serahkan sama Om. Om punya kenalan dari pihak berwajib buat urus ini," ujarnya yang membuat Juni lantas melemparkan tatapan, "apa gue bilang?" pada William.

"Saya juga mau minta maaf karena tadi sempat melarang William buat bawa Juni ke rumah sakit terdekat untuk cek kondisinya. Saya takut mantan suami saya masih berkeliaran di sekitar kami," aku Widia, tidak enak hati.

"Nggak perlu minta maaf. Putri saya kuat, kok. Saya sudah ajarkan dari kecil supaya nggak ada orang yang bisa nyakitin dia." Nasruddin mulai menjelaskan, "Pokoknya, kunci dari saya untuk anak-anak biasanya jangan terlalu dipikirkan aja, Mbak, biar proses penyembuhannya nggak akan terasa. Terluka itu wajar, namanya juga manusia. Sekuat apa pun fisiknya, tetap bukan terbuat dari besi. Yang penting, jangan terlalu dirasa. Bergerak sebisa mungkin seolah-olah fisik udah sembuh. Saya selalu mengajarkan itu dan kasih contoh juga pas dulu tangan pernah patah, saya tetap berlagak sehat. Jadinya anak-anak juga tumbuh tahan banting. Karena biasanya, semua itu tergantung miniset."

"Mindset, Pa!" ralat Junior yang ekspektasinya seketika jatuh sehabis melihat sang papa begitu berwibawa hari ini. Jangankan dirinya, mama dan bundanya William pun tampak shock tiba-tiba miniset dibawa-bawa.

"Oh, iya, ya. Manset maksudnya."

Melihat papanya terkikik geli sampai perut buncitnya bergetar, Junior dan Tanti hanya tersenyum masam sedangkan William dan Widia ikut tertawa.

"Intinya, begitulah. Asal Nini jangan di kasih kacang aja. Karena buat yang satu itu, mau nggak mau pasti harus ke rumah sakit buat ditangani," lanjut Nasruddin lantas menatap hangat anak perempuannya. "Tetap hati-hati kalau jajan di luar, ya, Nini."

Mengejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang