Juni sudah boleh pulang. Meski begitu, William tidak ikut ke mobil Nasruddin karena selain Juni butuh istirahat, ia perlu kembali ke rumah upaya menjelaskan pada sang bunda yang sudah khawatir dari semalam. Setidaknya sekarang William sudah lebih tenang karena kondisi Juni yang membaik dan perempuan itu berada di tangan kedua orang tuanya yang pasti akan menjaga Juni.
William turun dari ojek online yang dipesannya begitu kendaraan roda dua tersebut sudah berhenti di depan rumah. Hmm, tidak benar-benar di depan rumah, sih. Motor sang driver berhenti di depan rumah seberang. Tapi William tidak mempermasalahkan hal tersebut karena dia memaklumi sang pengemudi yang memang sudah tua sehingga mungkin sedikit keliru dengan penempatan titik tujuan pada maps di ponselnya.
Ya, alih-alih menyetujui Nasruddin untuk membawa mobil Juni, William memilih pulang naik ojek dan membiarkan pria itu menyuruh anak buahnya di bengkel untuk membawa mobil Juni. Sekalipun Tanti memaksa dan mengatakan Juni tidak akan keberatan, William tetap merasa hal tersebut tidak etis. Biar bagaimanapun, itu tetap mobil Juni.
Akan tetapi, begitu ojek berlalu, William tidak langsung menyeberangi jalan cluster yang sepi karena terpaku pada beberapa sampah yang sudah nyaris menyatu dengan aspal yang menandakan telah terlindas kendaraan beberapa kali. William pun jadi teringat akan momen kemarin, di mana Widia meneleponnya untuk menegur tetangga depan rumah karena telah lalai dengan sampahnya sendiri hingga isinya berhamburan ke jalan. Meskipun sepertinya masalah itu sudah dibenahi oleh tukang sampah pasti sudah datang pagi, William tetap terdiam di posisinya karena masih ada yang tersisa di jalanan...
Kulit-kulit kacang. Meski keadaannya sudah retak, gepeng, dan kotor, William tetap dapat bisa mengenali apa itu.
Dada William mendadak bergemuruh tidak nyaman. Ia kembali mengingat bagaimana perempuan yang disayanginya mendadak tidak berdaya akibat kacang. Karenanya, kacang kini juga menempati posisi yang tidak baik juga dalam kehidupannya.
"Abang? Kamu udah pulang? Ngapain di situ? Sini," panggil Widia yang tiba-tiba sudah berada di teras rumahnya sambil memegang sapu. Merasa perlu menjelaskan apa yang terjadi semalam, William pun tidak mengulur waktu lama lagi untuk segera berlari kecil ke arah rumahnya sendiri.
***
William terus mengamati ponselnya seolah ia bisa melakukan telepati dan membuat benda pipih di tangannya tersebut menjadi perantara. Mungkinkah Juni belum benar-benar pulih? Tapi, apa perempuan itu tidak bisa sebentar saja meluangkan waktu untuk sekadar merespons pesannya? William benar-benar hanya ingin tahu keadaannya.
William mengembuskan napas. Sejujurnya, ia bisa saja menelepon Juni, tapi takut dirinya kecewa jika Juni tidak mengangkatnya. Maka dari itu, William bertahan dengan hanya mengirim pesan. Karena dengan begitu, ia bisa memiliki pikiran jika Juni mungkin belum melihat pesannya atau notifikasinya tidak muncul. William tidak ingin saat dirinya memutuskan untuk menelepon dan Juni ternyata tidak mengangkat, dirinya justru kecewa sendiri, lantas merasa egois karena tidak memberi Juni waktu untuk beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Jodoh
RomancePrinsip Junifer adalah hidup suka-suka. Tidak pernah pusing akan apa pun, terlebih soal menikah yang bukan tujuan utamanya. Mau, tapi santai saja. Sampai seorang lelaki bernama William Laskar datang ke kantornya, biro jodoh terkenal di kalangan para...