BAB 23: Lalu, Kini, Depan

5.1K 939 223
                                    

Sejak Sabtu pagi, senyum dan lesung pipi William senantiasa menghiasi wajah tampannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak Sabtu pagi, senyum dan lesung pipi William senantiasa menghiasi wajah tampannya. Bahkan hingga kelasnya kosong, ekspresinya masih sama. Seekor semut yang menjadi saksi pun akan paham bahwa bahagia lelaki itu hari ini bukan karena keseruan kegiatan sekolah hari ini, melainkan karena penghuni dalam pikirannya sendiri.

Masih dengan senyuman, William lekas keluar dari kelasnya, hendak kembali ke ruang guru untuk segera membereskan barang dan pulang. Namun, saat dirinya akan melewati ruang kelas 2.A, langkahnya tiba-tiba terhenti tatkala kedua telinganya menangkap senandung yang familier.

"Isn't anyone trying to find me? Won't somebody come take me home?"

William menoleh dan menemukan sosok Nirmala yang sedang memetik gitar sambil bersenandung lembut di balik mejanya. Pintu ruang kelas yang sengaja dibiarkan terbuka lebar, membuat William dapat dengan mudah menikmati permainan perempuan itu di ambang pintu.

"It's a damn cold night ... Tryin' to figure out this ... Won't you take me by the hand, take me somewhere new? Don't know who you are, but I ..."

Di balik tirai helaian rambutnya sendiri, bibir Nirmala menyunggingkan senyum tipis menyadari kemunculan sosok menjulang yang dinantinya dari pantulan jendela di dekat mejanya.

"... I'm with you. I'm with you."

Kedua mata William yang terpejam sejenak tanpa sadar, seketika terbuka saat lagu berakhir. Refleks, lelaki itu memberi tepuk tangan yang tentu saja langsung membuat Nirmala menoleh ke arahnya.

"Bagus banget! Kalau boleh tahu, itu lagu siapa, ya? Saya pernah dengar lagunya."

Nirmala dengan sigap berdiri sambil memeluk gitarnya saat William mendekat. "Avril Lavigne. Pak Will beneran nggak tahu?" Melihat William menggeleng, perempuan itu kembali melanjutkan, "Saya pikir semua orang tahu lagu itu. Udah lama banget soalnya."

William meringis kecil. "Let's say, dari kecil sampai SMP kayaknya saya bodoh banget bahasa Inggris. Saya juga lebih suka lagu Indonesia. Jadi pas dengar ada nyanyi lagu itu, saya nggak bisa cari di internet apa lagunya dan siapa penyanyinya saking nggak tahu liriknya, padahal pengin banget download buat dengarin ulang."

Nirmala tersenyum manis. "Emang Pak Will dengarin di mana?" Pancingnya. Merasa terlalu to the point, perempuan itu lantas meralat, "M-maksud saya, semisal dengarnya di toko kaset gitu, kan, bisa tanya ke pemilik toko."

"Saya pernah. Tapi saya buruk banget dalam jelasin nada, sampai-sampai yang jaga toko ngelihat saya kayak orang berkebutuhan khusus dulu. Saya jadi makin malas nanya-nanya ke orang." William cemberut. "Ya, mau gimana lagi? Saya, kan, cuma dengarin dari coveran cewek yang saya nggak kenal."

"Kenapa nggak tanya langsung ke orang yang nge-cover?"

"Malu. Waktu itu saya masih SMP. Belum punya keberanian buat nyapa orang." William menunduk, penuh penyesalan. "Saya juga nggak mau tiba-tiba masuk dan jadi pengganggu. Dia soalnya suka nyanyi di kelas yang udah kosong, jadi saya rasa dia butuh ketenangan. Saya bahkan nggak berani ngintip dari jendela. Walaupun kebuka, semuanya ditutup sama tirai. Seprivasi itu. Makanya, saya milih dengarin aja di luar kelas. Sampai semua itu jadi kebiasaan ..."

Mengejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang