Chapter 14: Intense Night

82 1 0
                                    

Isabella

Aku sangat membenci kabar itu. Sangat! Aku tau Alexander ingin seorang anak karena dia menyukai anak-anak. Dia memang jarang bercerita tentang keinginan untuk memiliki seorang anak secara terang-terangan hanya saja beberapa kalimatnya yang tersirat mengartikan bahwa ingin seorang anak kendati dia tidak memaksa istrinya. Alexander seringkali bermain dan bercanda dengan anak-anak ketika tak sengaja bertemu di Melbourne dulu. Aku masih mengingatnya dengan jelas bagaimana manisnya dia di depan para anak-anak.

Aku tidak berbohong ketika aku mengatakan sedang lapar dan ingin memakan orang. Terlebih aku rasanya terbakar cemburu namun, aku menyadari bahwa Alexander bukan sepenuhnya milikku. Aku tak pantas bila harus cemburu, itu bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Namun, alasan yang membuat gairahku menjadi buruk membuatku dapat melarikan diri dari acara tidak penting itu. Aku tak pernah menyukai perbuatan kotor kelurgaku. Meskipun sebenarnya aku terpaksa bergabung karena sudah terbiasa dan terlatih.

Lagipula, itu bukan hal yang buruk untuk dilakukan ketika aku sedang marah dan menginginkan itu. Sama seperti Alexander, dia menghabisi kekasihku dengan begitu keji karena dia hanya ingin memilikiku seorang. Aku melupakan itu karena aku mencintainya dan sempat berselingkuh dari Frederick. Dia mengetahui hal itu, makanya Alexander membereskan dia. Aku mengetahui hal itu karena aku juga tak menyukai Frederick yang menuntut banyak hal dariku. Aku tak suka banyak dituntut terutama untuk cepat menikah sementara, aku masih mati-matian menyelesaikan studiku.

Itu salah, sejak awal keluarga ini ada pun juga salah. Mereka mengajarkan hal yang salah namun, kami sebagai anak yang berbakti harus tetap menurut.

Sebagai pelampiasan amarahku, aku memesan 2 botol liquor dan beberapa hidangan untuk ku nikmati sendirian di kamar. Aku merasa lebih tenang berada di kamar sendirian daripada bergabung bersama dengan anggota keluarga di aula. Acara keluarga selalu berlangsung begitu formal, tidak ada pesta tambahan karena nenekku sangat disiplin terhadap kesehatan. Kita semua harus tidur karena besok masih ada acara keluarga lain. Astaga! betapa melelahkannya menjadi bagian dari keluarga ini.

"Nona Foster, pesanan anda sudah siap." ucap salah seorang pelayan ketika masuk ke ruanganku.

"Hidangkan di meja, aku akan menunggu sembari mengangkat telpon ini." ucapku karena Arthur tetiba menelpon.

"Isabella, apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak berbicara. Aku hanya ingin bertanya mengenai keberadaan Yaren karena kau tau dia adalah adik istriku.

Aku terkejut mendengar pertanyaan Arthur mengenai Yaren. "Dia sudah meninggal, ku pikir pembahasan itu sudah selesai, Arthur? Mengapa kau bertanya hal itu?" tanyaku balik.

"Aku sempat mendengar percakapan ayahku dengan tante Lara. Samar-samar saja tapi, inti dari percakapan itu adalah Yaren masih hidup." jawabnya.

Aku duduk di kursi sembari membalas percakapan Arthur yang kebanyakan basa-basi karena pada akhirnya dia mempercayai bahwa Yaren sudah mati. Aku mengerti kemana arah pembicaraan Arthur, aku tak menyukainya karena dia berlebihan. Dia memang sahabatku hanya saja aku tak pernah menaruh perasaan kepadanya.

"Kau tau, aku masih dalam acara keluarga. Aku di toilet karena mengangkat telponmu. Jika tidak ada yang penting maka, aku akan mengakhirinya." ucapku karena aku ingin menyantap hidangan yang telah disajikan pelayan di atas piringku.

"Baiklah, sampai jumpa di Perth saat kau kembali."

Aku tak menghiraukan itu dan segera menutup telponnya. Aku segera menyantap hidangan makan malam ala Auckland yang terasa enak. Tak lupa dengan sajian liquor di gelasku yang selalu terisi karena ada beberapa pelayan yang sengaja ku minta untuk menunggu sampai aku selesai dengan makan malamku.

Forbidden DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang