Chapter 52: Their Blessing

35 0 0
                                    

Alexander

"Alexander, apakah kau serius?" tanya Isabella setelah selesai membaca dokumennya, 

"Tentu saja, aku serius sebab dia telah berbohong kepadaku sekian kalinya." jawabku. 

"Berbohong tentang kehamilan tempo hari itu?" Dia mengangkat alisnya sebelah, 

"Selain itu ternyata dia juga memalsukan kehamilan-kehamilan lainnya, dia memasukkan hasil tes palsu. Dia membayar seorang dokter spesialis kandungan untuk melakukan hal itu. Sekarang dokter itu juga sudah dipecat." jelasku kepadanya. 

"Aku tidak percaya dia melakukan berbagai hal untuk hamil meski semua itu adalah kebohongan. Tapi, mengapa dia tidak bisa hamil?" Dia menyipitkan alisnya penasaran. 

"Akibat racun yang diberikan secara konsisten membuat rahimnya tidak berfungsi, awalnya racunnya menyebabkan ketidaksuburan. Aku sebenarnya sudah menduga itu akan terjadi sehingga, aku tidak perlu melakukan sabotase cukup dengan menceraikannya sebab dia tak bisa hamil. Namun, ternyata dia hamil jadi-"

"Keluar dari ruanganku, Alexander!" Dia melemparkan dokumennya dengan kesal seraya mengusirku. 

"Aku sudah mengatakannya berkali-kali bahwa aku melakukannya untukmu, Isabella." tegasku kepadanya berharap dapat menenangkan amarahnya. 

"Meski untukku, semua itu tetaplah terdengar kejam. Bagaimana jika dia masih hamil? Kau tega sekali, Alexander. Mungkin kedua orangtua Jane benar perihal dirimu." Dia berhenti sejenak untuk menenangkan dirinya. 

"Memangnya apa yang dikatakan oleh orangtuanya?" tanyaku penasaran. 

"Kau adalah seorang psikopat." jawabnya singkat. 

"Alexander, jangan melakukan itu lagi atau aku tidak akan pernah memaafkanmu!" tegasnya kepadaku. 

"Baiklah, tenangkan dirimu. Semua ini telah berakhir, aku tidak akan membunuh siapapun lagi kecuali musuh kita." Aku mendekat ke arahnya, mencium bibirnya agar dia tidak marah-marah. 

"Jadi, mayat Jane tidak disemayamkan di rumahmu sebelum dikubur?" tanyanya lirih. 

"Tidak, dia akan disemayamkan di rumah kedua orangtuanya sebab secara teknis aku sudah bercerai setelah pesawatnya jatuh." jawabku.

"Aku saja yang akan datang sebab kedua orangtuaku berada di Kanada minggu ini. Kau tidak perlu datang, cukup lanjutkan hubungan kita seperti semestinya. Soal Brandon kita akan berbicara tentang itu nanti." tuturku kepadanya. 

"Baiklah. Ibuku sempat bertanya tempo hari apakah aku mencintai Brandon atau tidak, aku menjawab tidak. Aku harap dia bertanya demikian agar aku dapat diberi pilihan untuk lanjut atau selesai." ucapnya. 

"Semoga saja, sayang. Aku sudah tidak sabar untuk berkeluarga denganmu." Aku mencium keningnya. 

"Jadi, berapa lama aku harus menunggu?" tanyanya. 

"Sekitar 3 bulan, tidak usah menunggu lama. Aku akan mempersiapkan pestanya di tempat yang kau suka." Aku membelai wajahnya dengan lembut. 

"Baiklah, aku akan menunggu dengan sabar walaupun tanpa pernikahan saja kita sebenarnya sudah saling memiliki, kan?" Dia menatapku dalam, 

"Tentu saja, sayangku. Aku harus kembali ke kantor, besok aku akan menghadiri pemakaman Jane." ucapku seraya mencium keningnya. 

Aku beranjak untuk meninggalkan ruangannya, 

"Aku akan tetap menunggumu, Alexander." Dia tersenyum tipis kepadaku sebelum akhirnya aku meninggalkan ruangannya. 

Walaupun sejak awal semuanya terasa sulit bahkan sampai sekarang aku masih tak yakin untuk dapat menikahinya. Sebab pernikahan adalah hal yang rumit, bukan hanya aspek tentang aku dan dia melainkan adanya tentang keluarga yang merestui atau tidak. Aku bisa saja kabur dan memulai hidup baru dengannya akan tetapi, aku tak mau kehilangan apa yang sudah aku miliki saat ini. Aku akan terus memperjuangkan dia meski ada sedikit keraguan dalam hatiku. 

Forbidden DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang